Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Psikologi Islam Kontemporer

Psikologi Islam Kontemporer
Perkembangan psikologi di Barat semenjak abad ke 18 sampai sekarang membagi perkembangan psikologi kepada dua pendekatan utama, yaitu pendektan eksperimental dan pendekatan klinikal.

Baca juga: Psikologi Dalam Perspektif Islam

Namun ahli sejarah psikologi meninjau pula perkembangan psikologi semenjak abad ke 18 itu berdasarkan pada gerakan falsafah yang menjadi tempat bertumbuhnya. Ada empat gerakan falsafah yang kemudian menyebabkan timbulnya empat mazhab dalam psikologi, terutama yang bersangkut-paut dengan personaliti manusia. 

Mazhab-mazhab itu adalah: psikoanalisa, behaviorisme, eksistensialisme, dan kemanusiaan. Uraian tentang mazhab-mazhab ini tidak akan dibuat di sini sebab telah diuraikan lebih luas di tempat lain.? 

Gerakan psikologi Islam di Barat, terutama di Amerika Serikat, hanyalah satu bagian dari suatu gerakan menyeluruh yang berusaha menentang dan menunjuk kan alternatif lain terhadap konsepsi manusia, atau lebih tegas lagi asumsi-asumsi tentang sifat-sifat asal manusia (human nature). 

Sebab asumsi-asumsi tentang sifat-sifat asal manusia itu banyak kalau kita tidak ruhnya melibatkan sains sosial (social science) dan kemanusiaan (humanities) maka tidak heran kalau gerakkerjanya menangani bidang-bidang sains sosial seperti ekonomi, sosiologi, antropologi, sejarah, geografi, psikologi dan lain-lain, 

Begitu juga bidang-bidang kemanusiaan seperti kesusasteraan, falsafah, kebudayaan, kese- nian dan lain-lain. Psikologi adalah salah satu cabang sains sosial yang selalu menjadi pembicaraan dalam seminar-seminar yang mereka adakan tiap tahun. 

Pada mulanya tulisan-tulisan yang dipersembahkan hanyalah semacam reaksi terhadap berbagai aliran dalam psikologi mutakhir, dalam bidang kesehatan mental, kajian-kajian mengenai nilai, konseling dan pengobatan jiwa (psychotherapy), psikolinguistik, perubahan sosial, model-model pelayanan kesehatan mental dan lain-lain lagi. 

Baca juga: Sejarah Ilmu Psikologi

Barulah pada tahun 1978 Universitas Riyadh, Saudi Arabia menganjurkan seminar antara bangsa mengkaji berbagai aspek psikologi dan kaitannya dengan Islam dan telah dikemukakan berbagai model teoritis dan praktis. 

Sumbangan ahli-ahli fikir Islam dalam bidang psikologi dan mengeritik asumsi-asumsi yang menjadi dasar teori-teori psikologi yang kita pelajari dari Barat, terutama teori-teori psikoanalisa, behaviorisme, psikologi kemanusiaan. Karangan Malik Badri (1975, 1979), kemudian oleh Al Syarqawi (1976) dan di Asia Tenggara ini oleh Hasan Langgulung (1979, 1981) di samping berbagai karangan yang tersebar di seluruh dunia dalam berbagai bahasa yang berusaha memperkenalkan pendekatan baru itu. 

Juga dalam empat: "world conferences on Muslim Education," yang pertama diadakan di Mekkah pada tahun 1977, yang kedua di Islamabad pada tahun 1980, yang ketiga di Dacca pada tahun 1981, dan yang keempat di Jakarta pada tahun 1982, psikologi dari segi pandangan Islam selalu mendapat tempat istimewa dan mendapat sambutan dari para peserta dari seluruh dunia.

Kritik-kritik yang selalu dilontarkan terhadap aliran-aliran psikologi Barat yang dibawa oleh psikoanalisa, behaviorisme, dan psikologi kemanusiaan tertumpu kepada hal-hal berikut: 

1. Semua mazhab psikologi yang kita pelajari dari barat tidak mengkaji jiwa tetapi akibatnya yaitu tingkahlaku. Apakah jiwa itu ada atau tiada, apa dia, dari mana asalnya, bagaimana bentuknya, tidak menjadi tumpuan perhatian psikologi dari Barat itu. Oleh sebab psikologi lebih memetingkan tingkahlaku daripada jiwa yang mengakibatkan tingkahlaku itu, maka psikologi digo- longkan dalam sains tingkahlaku (behavioral science). 

Namun, istilah psikologi berasal dari perkataan Yunani Kuno: Psycho Giwa) dan logos (ilmu). Itu sebabnya psikólogi sampai sekarang dalam bahasa Arab masih disebut "ilmunnafs" yang berarti Ilmu Jiwa. Juga dalam bahasa kita ilmu jiwa sudah digunakan jauh sebelum istilah psikologi diperkenalkan. Dalam Islam istilah jiwa digunakan istilah nafs (jiwa) qalb (hati), roh dan aql (akal). Kata-kata ini, kecuali aql, terdapat dalam al Qur-an. 

Kata nafs. dalam al Qur-an (Q. 2:48) menunjuk- kan zat dalam keseluruhan, lebih menyatakan unsur penggerak dan aktivitas biologis daripada arti yang sadar atau berfikir pada manusia. la merupakan kata-kata umum meliputi manusia keseluruhannya, tidak khusus menunjukkan pemikiran. Kata nafs terdapat dalam al Qur-an sebany ak 367 kali. 

Itulah uraian berkenaan dengan pendapat-pendapat pemikir- pemikir Islam berkenaan dengan jiwa yang dalam Islam digunakan empat istilah, yaitu aql, nafs, roh, qalb. Pendapat-pendapat al Ghazali berkenaan dengan empat istilah ini kita tangguhkan keba- gian lain dalam kertas ini sebab bany ak pengaruhnya pada gerakan sikologi Islam yang muncul belakangan ini. Sebab kita lihat da m teori teori psikolanalisa behaviorisme atau kemanusiaan hal-hal ini sudah tidak nampak sama sekali. 

Dengan kata lain unsur rohaniah manusia sudah tidak dianggap penting dalam keschatan mentalnya. Marilah kita lihat keritikan yang kedua. 

2. Kritikan kedua adalah berkenaan dengan sifat-sifat asasi manusia (human nature). Gordon Allport (1962) dengan tepat sekali menggambarkan tentang konsepsi tentang manusia yang masing-masing diwakili oleh tiga aliran dalam psikologi, yaitu aliran psikoanalisa adalah makhluk yang bergerakbalas (response) terhadap kebutuhan-kebutuhan asasinya. 

Manusia yang tidak bebas sebab masa lampau menentukan segala-galanya termasuk nasibnya di masa depan. la dikuasai oleh dorongan-dorongan dari dalam yang kebanyakannya terdiri dari dorongan-dorongan libido dan dorongan-doeongan mati atau merusak seperti dalam agressi. Itulah manusia menurut Freud. 

Manusia menurut konsepsi kedua yang menamakan diri pen- dekatan sainstifik terhadap manusia, atau manusia yang tunduk dibawah undang-undang proses belajar perangsang dan respons (S -R) Manusia menurut konsepsi ini adalah makhluk yang reaktif, mekanistik, deteministik, dia hanya bergerak bila dirangsang. 

Selain dari itu dia diam saja seperti kayu atau sepotong besi. Manusia merupakan objek, suatu benda yang akan memberi reaksi bila ia menerima rangsangan dari lingkungannya. Ia juga dikuasai oleh pengalaman-pengalaman masa lampau atau pensya ratan (conditioning). 

Masa sekarang dan masa depannya ditentukan oleh pensyaratan yang mungkin berlaku. Ia tidak bebas atau tidak sanggup menentukan tingkahlakunya sendiri. Tingkah-lakunya bersifat tindakbalas (reflexive) yang bergerak balas kepada rangsangan luar, kepada ganjaran atau peneguhan. Kesadaran, berfikir dan merasa bukan termasuk kawasan yang dikaji oleh sains tentang tingkahlaku manusia. Inilah pandangan aliran behaviorisme terhadap manusia, yang dipopulerkan oleh Watson dan Skinner. Di sini lebih tegas lagi dikatakan bahwa manusia tidak ada kebebasan. 

Manusia bentuk ketiga ialah manusia dalam proses untuk wujud (becoming). Pendekatan ini menganggap manusia bersifat personal, sadar, berorientasi ke masa depan dan menguasai ting- kahlaku dan nasibnya. Inilah konsepsi manusia menurut pandang- an psikologi kemanusiaan. 

Di sini manusia mempunyai kebebasan, malah kebebasan itulah tujuan hidupnya, tanpa itu dia bukan manusia. Ini ciri-ciri utama yang membedakan mazhab ini dari dua mazhab sebelumnya. Persoalan yang timbul sekarang adalah kenapa pencipta-pencipta teori berbeda pendapat tentang sifat-sifat asasi manusia? 

Jawaban terhadap pertany aan ini barangkali dapat dikembalikan kepada fakta, seperti telah kita katakan sebelum ini, bahwa psi- kologi, seperti juga sains-sains yang lain, terdiri dari dua unsur pokok. 

Yang pertama adalah sejumlah fakta ilmiah yang untuk mengumpulkanny a dan mencapainya kita perlu melalui metode- metode tertentu. 

Yang kedua adalah teori umum yang membahas gejala yang menjadi tumpuan perhati an penyelidik dalam bentuk menyeluruh, atau sejumlah teori-teori bagian (sub-theories) y ang menyentuh aspek-aspek tertentu pada gejala yang menjadi tumpuan perhatian sains, psikologi misalnya. Agar kedua-dua unsur pokok ini dapat diterima sebagai un- sur-unsur sains maka ada syarat-sy arat y ang harus dipenuhi. 

Fakta ilmiah, misalnya, adalah fakta yang dapat dicapai sekali lagi, malah berkali-kali, jika penyelidik mengggunakan cara-cara yang digunakan pada penemuan pertama. Jadi fakta ilmiah itu tidak tergantung pada seorang penyelidik tertentu, tetapi pada metode tertentu. 

Jadi fakta ilmiah itu obyektif, dan berobah-obah, dan tidak tetapi secara mutlak. Mungkin ada data-data baru, mungkin metode-metode yang kita gunakan sudah lebih ba. sehingga hasil yang kita capai berbeda dari sebelumnya Jadi kita hanya mencapai fakta atau hakikat yang sanggup kita capai, atau sanggup dicapai melalui metode-metode yang kita pakai. Tidak ada ahli sains, walaupun dalam sains tabi'i atau biologi atau sosiologi atau kemanusi aan, yang sanggup mengatakan bah- ja telah menemukan hakikat itu sendiri. Yang dapat kita capai hany alah fakta ilmiah, yaitu kita khususkan apa yang kita capai itu. 

Dan apa yang kita perlukan pada fakta ilmiah supaya dapat diterima dalam salah satu sains ial ah bahwa ia dapat dicapai sekali lagi. Inil ah yang disebut obyektivitas. Obyektivitas berarti bahwa engkau dapat mencapai apa yang dicapai orang lain jika engkau mengguankan metode yang digunakannya. 

Psikologi, seperti telah dikatakan, terdiri dari fakta-fakta ilmiah serupa ini dan sejumlah teori-teori bagian (sub-theory), walaupun kita memerlukan teori umum yang menyeluruh dan terpadu, untuk menafsirkan fakta-fakta yang kita peroleh itu. 

Sebagian penulis lebih suka membandingkan teori dengan sains seperti dayung dengan perahu. Teori berbeda sekali dengan fakta ilmiah. Sebab teori adalah hasil pemikiran seorang pemikir, sedang fakta ilmiah adalah salah satu segi hakikat yang dicapai oleh penyelidik dengan mengguna- kan metode tertentu, jadi teori itu jauh dari obyektifitas sebagai- mana jauhnya fakta ilmiah dari subyektifitas. Ini tidak dapat diingkari. 

Mungkin kita sepakat tentang fakta-fakta ini. Ini biasa dan tidak ada bahayanya. Sebab tafsiran kita terhadap fakta- fakta ilmiah yang kita sepakati itu berdasar atas kerangka teori para pemikir. Dan kita belum ada alat untuk menentukan bahwa kerangka teori ini lebih benar dari teori itu. 

Yang kita punyai hany alah tanda-tanda yang menunjukkan bahwa kerangka tertentu itu bermanfaat, misalnya ia bebas dari pertikaian dalam atau kese- Jarasan binaan, dan sesuai dengan fakta-fakta ilmiah yang ada dalam bidang kita. Dan lain-lain lagi tanda-tanda yang diketahui oleh ahli logika.

Jadi teori itu adalah hasil fikiran subyektif dari seorang pemikir. Seperti halnya dengan semua hasil- hasil pemikiran yang lain dipengaruhi olehsejumlah besar faktor- faktor, Seperti faktor budaya. Barangkali faktor ini memegang peranan utama dalam pembentukan hasil pemikiran ini. 

Itulah sebabnya teori-teori dalam psikologi itu terdapat banyak perbedaan. Terutama berkenaan dengan sifat-sifat asal manusia perbedaan itu sangat kentara. 

Jadi latar belakang budaya pemikir itulah yang menyebab- kan perbedaan konsepsi manusia menurut aliran-aliran psikologi. Freud lahir di Eropah, jelasnya di Austeria pada pertengahan abad ke 19, dari suatu keluarga Yahudi. Dia sebenamya dilatih untuk menjadi dokter pengobat. 

Sekedar hal yang kecil tentang Freud, sudah beragam bayangan fikiran yang dapat kita buat tentang Freud ini sebagai contoh: 

  1. Lahir di Austeria yang terkenal sebagai model kesenian dan kebudayaan di Eropa pada waktu itu. Kalau ia lahir di negeri lain mungkin konsepsinya tentang manusia akan berlainan.
  2. Lahir pada pertengahan abad ke 19 yang terkenal dengan zaman pendewaan terhadap sains. Pada zaman ini kecenderungan orang-orang Eropah untuk kembali kepada kebudayaan Yunani. Kebudayaan Yunani dianggap sebagai buaian peradaban umat manusia. Mereka menjauhi segala yang berbau agama Kristen, sebab zaman Kristen di abad Pertengahan selalu disamakan dengan abad kegelapan. Kalau Freud lahir pada abad ke 20 mungkin konsepsinya tentang manu- sia akan berlainan. 
  3. Lahir dari suatu keluarga Yahudi yang biasanya terkenal sangat kuat memegang ajaran-ajaran agamanya, sebab agama itu sangat ekslusif, dengan pengertian hanya orang-orang yang ber- darah Yahudi itulah yang berhak memeluk agama itu, sebab mereka rakyat yang terpilih oleh Tuhan ( the Chosen People of God). Kenyataan ini telah dibuktikan oleh beberapa kajian tentang pengaruh kepercayaan Yahudi atas teori-teori Freud, Kalau agama- nya lain mungkin konsepsinya tentang manusia berl ainan pula. 
  4. Freud dilatih untuk menjadi dokter obat, Seperti bias anya dokter-dokter diharapkan oleh masy arakat untuk mengobati dan menyembuhkan penyakit yang menimpa sebagian mereka. Di mana-mana orang-orang sakit itu selalu lebih sedikit dari orang-orang sehat. Tetapi sebab karimya memastikan ia menghadapi orang-orang sakit itu lebih banyak, maka sifat-sifat yang bany ak ditemukan pada manusia adalah tingkahlaku sakit (patho- logis). Sehingga konsepsinya terhadap manusia, y ang sakit dan y ang sehat adalah berdasar pada data-data yang dikumpulkan pada orang-orang sakit itu. Kalau ia dilatih dan berkecimpung di luar bidang edokteran mungkin konsepsinya tentang manusia akan berlainan. 
Di sini kita lihat bagaimana perbedaan latar belakang seorang pemikir dan pencipta teori itu bisa menimbulkan tafsiran yang berlain an terhadap fakta yang sama. Begitu jugalah yang berlaku pada aliran behaviorisme, yang sebenarnya muncul sebagai reaksi terhadap psikoanalisa yang terlalu menekankan pada naluri hidup (eros) dan naluri mati (tanatos) sebagai penggerak utama tingkahlaku manusia. 

Gerakan behaviorisme ini sebenamya ber- mula di negeri Inggeris yang kembali kepada John Locke (1632- 1704) yang menekankan kesahihan pengetahuannya yang ber- dasar pada deria dan terkenal dengan istilah tabula rasa. 

Jadi kanak-kanak lahir seperti kertas putih. Nanti lingkungan yang menulis di kertas putih itu semuanya. Disini ditekankan besarnya pengaruh lingkungan pada kanak-kanak. Idea ini kemudian ber- pindah ke Amerika Serikat dengan nama pendekatan saintifik terhadap tingkahlaku manusia, Apa yang sahih ialah yang dapat diperhatikan (observable), selain dari itu tidak ada tempat dalam sains. 

Ini bertentangan dengan pendapat Freud berkenaan dengan eros, dan tanatos, apa lagi tentang adanya alat-alat jiwa yang di- sebut si Dia (id), si Aku (Ego), dan si Aku Yang Agung (Superego). 

Jadi kecendenungan teori ini ke arah sainstifik, eksperimental terhadap tingkah laku manusia dengan mengabaikan sifat-sifat asasi yang tidak diperhatikan seperti kamauan, kebebasan, pemi- kiran, khayalan, imajinasi dan lain-lain lagi. 

Tidak secara kebetulan bahwa teori ini muncul bersamaan dengan perkembangan pesat pada bidang-bidang sains tabi'i. Tidak heran kalau kajian-kajian pertama dalam bidang psikologi adalah kajian mengenai pengamat- an melalui laboratorium. Ingat saja laboratorium Wundt (1832- 1920) di Jeman, sebenarnya ia asalnya seorang ahli fisiologi. Begitu juga Pavlov (1849 - 1936) seorang ahli fisiologi Rusia.

Itu sebabnya pencipta-pencipta teori kemanusiaan yang timbul sebagai reaksi ter- hadap behaviorisme ini menentang sifat mekanistik, deterministik, dan materialistik yang ada pada mazhab terakhir ini. 

Sebenarnya mazhab kemanusiaan dalam psikologi baru muncul sebagai suatu gerakan yang berkesan dalam disiplin psikologi selepas perang dunia kedua. Ia muncul sebagai reaksi terhadap aliran behaviorisme yang menghilangkan sifat-sifat kemanusi aan manusia. la sebenarny a bersum ber dari suatu gerakan falsafah y ang bemula di Eropa Barat dengan nama existentialisme yang diwakili oleh dua golongan besar. 

Golongan pertama yang diwakili oleh Kierkegaard (1813 dan Jaspers (1833 manusia ini. Mereka mengajak kembali kepada Allah dan agama. 

Tetapi golongan kedua yang juga melihat kehampaan itu sebagai pokok masalah tidak setuju kembali kepada Tuhan, tetapi mengajak manusia menyadari bahwa hidupnya tanpa makna, tanpa tujuan, kehidupan yang terdiri dari rentetan pertentangan dan pertikaian dan ia harus hidup seperti itu sebagaimana adanya Golongan ini dipelopori oleh Nietzsche (1844 - 905 1981) dan Camus (1913 anusia an di Amerika Serikat pada awal pertumbuhannya lebih terpengaruh olch ahli-ahli falsafah existentialisme golongan perta- ma, yaitu Kierkegaard, Marcel, dan Jaspers, yang mengajak kem- bali kepada Tuhan dan Agama. 

Mereka tidak menamakannya gerakan Kristen, untuk menjauhkan diri dan nama dari Kristen yang dilembagakan (institutionalized Christianity) yang namanya tidak populer dı kalangan orang banyak. Salah seorang pelopor psikologi kemanusiaan, adalah mahasiswa sains pertanian. 

Akan tetapi dia tidak tertarik kepada idea-idea agama Kristen. Terutama setelah ia menghadiri International World Student Christian Federation Con fe- rence di negeri China pada tahun 1922, empat thun setelah bera- khirnya perang dunia I. 

Dia sangat tertarik kepada ide Soren Kierkegaard, sekalipun hidup setratus tahun sebelumnya, terutama be rkenaan dengan proses menjadi (proscess of becoming). Dia telah menghadiri Union Theological Seminary pada tahun 1924 selama dua tahun dan memberi kesan yang besar sekali pada perkembangan intelektualnya di kemudian hari. Konsep becoming yang diambilnya dari Kierkegaard y ang terkenal dengan semboyannya: "We are always becoming Christian", dikembangkannya kemudian dalam bukunya "On becoming a person". 

Konsep ini berkaitan dengan konsep Kristen terhadap tebusan atau pembe- basan (redemption) dari dosa untuk mencapai kebahagia an atau keselamatan (salvation),y ang menurut ajaran Kristen, pertama- tama sekali merupakan usaha menyelamatkan seseorang dari dosa, dan ini dapat berlaku di dunia ini. 

Bila ini berlaku maka akan muncullah kehidupan rohaniah yang baru yang dapat memulihkan hubugan dan cinta yang terputus dengan Tuhan. Jadi "becoming" berarti transformasi moral, perobahan dari dosa menjadi kesucian, Pengikut-pengikut Kierkegaard ini berusaha menggabungkan diri dengan sekularisasi pengkonsepsian kembali ajaran Injil, pendefinisian kembali konsep Tuhan, dan menghilangkan pengaruh Yunani terhadap aqidah Keristen. 

Pandangan serupa ini mengajak pada akhirnya kepada pandangan bahwa daripada mengkeristenkan dunia baiklah agama Kristen disesuaikan dengan dunia. Tentu bukan semua dunia Kristen setuju dengan pendapat ini, malah boleh dikatakan hanya sedikit saja. 

Yang pertama-tama menentang, seperti biasanya, adalah golongan Katolik, dan berbagai sekte lain yang di Amerika Serikat saja lebih dari 600 sekte agama di kalangan Protestant sudah wujud. Gerakan psikologi kemanusiaan menurut Carl Rogers sebenarmya usaha menafsirkan kitab Injil. Yaitu Kitab injil dalam perspektif konsep Kierkegaard. Isinya berkenaan dengan keselamatan (salvation) yang diberinya nama the process of becoming. 

Dari uraian di atas lebih jelas lagi bahwa lahirnya suatu teori dalam sains tidak dapat dipisahkan dari latar belakang budaya dan agama orang yang menciptakan teori. Telah kita katakan bahwa harus dipisahkan antara fakta ilmiah dan teori. 

Fakta ilmiah adalah obyektif, sedang teori yang berusaha menafsirkan fakta il- miah itu adalah hasil pemikiran seorang pemikir yang tidak boleh bersifat obyektif sebab di situ latar belakang budaya dan lain-lain seseorang pemikir itu turut memegang peranan penting kalau tidak terpenting dalam menciptakan teori itu, begitu juga suasana sekeliling seorang pemikir ketika teori itu diciptakan, Ini dapat kita lihat pada Freud dan Rogers ketika masing-masing mewarnai perkembangan psikologi dengan kepercay aan agama masing-masing. Sedang behaviorisme adalah terpengaruh oleh kecenderungan pemikir-pemikir pada waktu itu ke arah pendekatan saintifik. 

Tulisan Ini dari Buku Manusia dan Pendidikan yang ditulis oleh Hasan langgulung