Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Metode dan Tujuan Pendidikan Islam

Metode dan Tujuan Pendidikan Islam

Perbincangan dalam tulisan ini yang berkenaan dengan metode pendidikan lebih bersifat praktikal. Perbincangan dalam persoalan metode ini akan menumpukan kepada tiga aspek pokok yang berkaitan dengan seorang guru berdedikasi yang penuh kesadaran tentang tanggungjawabnya sebagai seorang Muslim terhadap 'orang-orang yang ada di bawah tanggungjawabnya. 

Pertama sekali adalah tentang sifat-sifat daripada metode dan kepentingannya berkenaan dengan tujuan utama pendidikan Islam, yaitu pembinaan manusia mukmin yang mengaku sebagai hamba Allah. 

Baca juga: Falsafah Pendidikan Perspektif Islam

Aspek kedua berkenaan dengan metode-metode pengajaran. Pengajaran yang dilakukan tentunya sesuai dengan apa yang disebutkan dalam Al-Quran dan sunnah Nabi.

Sedang aspek ketiga membicarakan tentang penggerakan (motivation) dan disiplin atau dalam istilah Al-Quran ganjaran ( thawab) dan hukuman ('iqab). 

Berkenaan dengan aspek pertama, yaitu kaitan metode pendidikan dengan tujuan utama pendidikan Islam untuk membina karak ter, telah dikatakan pada bab yang terdahulu bahwa many sia lahir dengan fithrah yang baik. Sudah tentu kepercayaan akan baiknya fithrah akan mempunyai implikasi praktikal terhadap metode-metode yang akan digunakan oleh guru. 

Tidaklah cukup seseorang guru hanya berusaha melindungi murid-muridnya dari pengaruh-pengaruh buruk dan menunggu agar sifat-sifat asalnya itu berkembang sendiri. Seorang pendidik Islam bertanggungjawab mengasuh seorang murid dengan cara-cara tertentu. 

Peranannya bukan hanya mengusahakan suasana pengajaran dan membiarkan pelajar menentukan sendiri pilihan tanpa memper- hitungkan akibat pilihan itu. Dia tidak boleh tnggal diam  ketika mengetahui atau melihat murid yang dibinanya memilih jalan yang salah. 

Baca juga: Pendidikan IslamDi Asia Tenggara

Ini berbeda sekali dengan sikap Rousseau, yang membincangkan pendidikan kanak-kanak awal, yang mengatakan: pendidikan permulaan seharusnyalah semata-mata bersifat negatif. la terdiri bukan dari mengajarkan kebaikan dan kebenaran, tetapi menjaga jiwa dari dosa dan fikiran dari kesalahan". 

Berkenaan dengan aspek kedua, yaitu metode-metode yang digunakan dalam pendidikan Islam, telah diterangkan juga di atas bahwa seorang guru tidak dapat memaksa muridnya dalam cara yang bertentangan dengan fithrahnya. Salah satu cara ialah lemah lembut, seperti dinyatakan dalam berbagai ayat Al-Quran dan Hadith dalam menyebarkan dakwah Islam. 

Tetapi guru-guru yang ingin agar pengajaran yang diberikan kepada murid-muridnya itu mudah diterima, tidaklah cukup hanya bersifat. lemah-lembut saja, ia haruslah memikirkan metode-metode yang akan digunakannya, seperti memilih waktu yang tepat, memulai dengan yang mudah kemudian yang susah.

Ini bagaikan metode yang digunakan dalam mengajarkan suatu mata pelajaran, berceritera, berulang-ulang, menanyakan soalan-soalan deduksi, dan lainnya.

Aspek ketiga daripada metode pendidikan yang perlu mendapat perhatian kita adalah bagaimana guru menggalakkan murid-muridnya belajar menerima ganjaran dan hukuman, Berkesannya ganjaran dan hukuman bertitik tolak dari fakta bahwa mereka sangat berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan individu. 

Seorang murid yang menerima ganjaran memahaminya sebagai suatu tanda penerimaan terhadap pribadinya, yang menyebabkan ia merasa tenteram. Sedang ketenteraman itu adalah salah satu kebutuhan asas dari segi psikologi, dan hukuman sangat dibenci sebab ia mengancam ketenteraman.

Setelah membincangkan pengaruh ganjaran dan hukuman atas sifat-sifat asal manusia melalui pengaruhnya kepada ketenteraman seseorang dan pilihan yang dibuatnya, sekarang kita akan menyentuh tentang kuasa-kuasa yang menggalakkannya. 

Kedua-duanya, ganjaran dan hukuman, dapat digunakan oleh guru-guru untuk menguatkan atau melemahkan gerak balas tertentu. Baik kita bincangkan tentang ganjaran (tsawab) lebih dahulu. Istilah ganjaran (tsawab) digunakan di berbagai ayat Al- Quran yang bermakna sesuatu yang diperoleh seseorang dalam hidup ini atau di hari akhirat sebab ia telah mengerjakan amal saleh. Kebesaran ganjaran di hari akhirat berasal dari kebesaran sumber ganjaran itu yaitu Allah. Inilah yang menggambarkan ke- napa Nabi s.a.w. hanya mengharapkan ganjaran Allah saja. 

Baca juga: Metode Pembelajaran Ekspositori

Jadi setiap pelajar dalam sistem pendidikan Islam seharusnya bermotivasi tinggi oleh ganjaran ini, sebab guru ('alim) dan pelajar (muta'alim) mendapat ganjaran dari Allah sebab menuntut ilmu ini.

Namun sebab ganjaran hari akhirat itu jauh, terutama bagi kanak-kanak yang masih muda, maka ganjaran dalam hidup ini juga diperlukan. Fakta ini juga ditekankan dalam Al-Quran yang meny atakan ganjaran di dunia di berbagai keadaan.

Inilah yang memestikan pemberian ganjaran kepada kanak-kanak yang kurang tertarik kepada ganjaran yang terlalu jauh. Pujian mung- kin digunakan untuk meneguhkan gerakbalas yang dikehendaki.

Guru boleh menyatakan kepuasannya terhadap pencapaian murid. muridnya dengan ucapan-ucapan seperti bagus, pelajaranmu cemerlang, dan lain-lain sebagainya. Penggunaan teknik ini dapat kita lihat dalam ayat Al-Quran 18: 38, di mana sahabat seorang yang memiliki dua kebun mengingatkannya bahwa ketika mema- suki kebunnya dia haruslah mengucapkan: "ma syaa Allah" (ke- hendak Allah telah terlaksana). 

Kalau ini harus diucapkan sebagai balasan terhadap kekuasaan Allah yang tidak memerlukan pujian, tentulah lebih perlu lagi mengucapkannya kepada pencapaian ma- nusia yang biasanya suka dipuji. Oleh karena prestise penyebab ganjaran itu sangat penting, maka haruslah guru menggunakan segala macam cara untuk men- jadikan ganjaran itu lebih menarik. 

Ganjaran yang diberikan dengan mudah biasanya mudah pula hilang kesannya. Seperti kajian yang telah dibuat oleh Brophy dan Evertson.

Jadi ada pertalian yang positif antara kesan ganjaran dan penyebabnya. Ini menguatkan apa yang telah kita katakan tentang kelebihan ganjaran di hari akhirat, sebab langsung dari Allah. Jadi guru yang ingin agar ganjarannya berkesan haruslah ia dihormati, kalau tidak, murid-murid tidak akan gemar mendapat pujian daripadanya. 

Di dalam Al Qur-an pribadi seorang sebab ia selalu dihubungkan dengan Allah dan malaikat-malaikat. Ganjaran yang diberikan oleh orang seperti itu adalah lebih mulia daripada orang yang memiliki prestise lebih rendah. Jadi haruslah guru itu memiliki sifat-sifat 'alim jika ganjarannya diinginkan lebih berkesan. Itu mengenai penggerakan (motivation), sekarang mari kita lihat pula mengenai disiplin atau dalam istilah Islam hukuman ('iqab). 

Sebelum membincangkan tentang hukuman dalam konteks persekolahan barangkali ada baiknya kita menengok dahulu kepada kedudukan hukuman dalam konteks yang lebih luas, yaitu masyarakat Islam. 

Ada tiga kategori yang harus dibedakan, yaitu hudud, qisas, dan ta'zir. Hudud adalah hukuman-hukuman pasti yang dijatuhkan ke pada seseorang yang melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dikehendaki. Hukuman-hukuman ini tidak boleh dibatalkan ketika telah disetujui. 

Hukuman-hukuman hudud dijatuhkan kepada orang-orang yang melakukan salah satu di antara perbuatan berikut: mencuri, meminum minuman keras, merampok dengan senjata, murtad, hubungan seks di luar perkawinan, dan tuduhan palsu (qadhf) dengan hukuman yang berbeda-beda. 

Hudud pencurian adalah hukum potong tangan dan hudud tuduhan palsu adalah rotan delapan puluh kali. Qisas serupa dengan hudud dalam hal ia berkaitan dengan kejahatan-kejahatan yang sudah tentu hukumannya. Bedanya adalah bahwa hudud adalah khas untuk Allah dan tidak dapat dibatalkan, sedang qisas, walaupun juga diperintahkan oleh Allah, boleh dibatalkan. 

Kejahatan-kejahatan yang memustikan qisas adalah dalam keganasan jasmaniah terhadap seseorang, seumpama melakukan pembunuhan atau mencederakan orang, dan hukum- annya adalah serupa dengan yang telah dilakukannya. Seperti yang tercantum dalam firman Allah.

Hukuman yang dijatuhkan melalui hudud "Nyawa dengan nyawa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka dengan luka yang sama. Namun orang yang berbuat kejahatan ini boleh menghindarkan balasan jika yang dianiaya itu memaafkannya. Hudud dan qisas, terbatas pelaksanaannya, yaitu dijatuh- kan untuk kejahatan-kejahatan tertentu dan menghendaki hukum- an-hukuman tertentu. Sebahagian besar kejahatan yang lain di- hukum dengan ta'zir. Pada umumnya hukuman ta'zir lebih ringan daripada hudud dan qisas. Hukuman diserahkan kepada qadi menurut keadaan. Dalam hal di mana larangan sudah cukup, maka tidak dijatuhkan hukuman berat.

Contoh-contoh di mana hukuman ta'zir dijatuhkan adalah pada penghinaan kepada orang lain, tidak menunaikan sembahyang fardu, atau tidak puasa dalam bulan Ramadan. Walaupun ketiga-tiga kategori hukuman berbeda-beda dalam segi berat-r ingannya, tetapi mereka dijatuhkan dengan tujuan mengatur tingkahlaku manusia. 

Hukuman dalam Islam tidak di jatuhkan sekadar untuk menyengsarakan. Hubungan antara tujuan dan hukuman akan menjadi jelas bila kita pehatikan bahwa istilah Arab  digunakan dengan pengertian ganjaran dan hukuman. 

Kadang-kadang penggunaannya untuk kedua-dua pengertian itu pada ayat yang sama, seperti pada Surah al-Najm: 31. Keterangan di atas menyatakan bahwa peranan hukuman, termasuk hukuman jasmani, dalam mengatur dan menghalangi penjahat-penjahat diakui dalam Al-Quran dan dalam berbagai hal diatur dengan rapi. Malah hukuman jasmani jelas disetujui di dalam Al-Quran dalam suasana tertentu yang tidak ada hubungan dengan proses undang-undang.

Pendidik-pendidik Islam memahami dari ayat-ayat AlIah dalam Qur-an dan Hadits-hadits berkenaan dengan hukuman ini bahwa menghukum kanak-kanak di sekolah tidaklah bertentangan dengan ajaran Islam. Prinsip itu diterima, perbedaan pendapat hanyalah berkenaan dengan jumlah rotan dan kekuasaan yang diberikan kepada guru-guru dalam hal ini.

Hukuman jasmani telah dikeritik dengan hebatnya oleh pendidik-pendidik modern, sehingga mereka mengharamkannya sama sekali. Keritik pertama yang ditujukan kepada hukuman jasmani adalah karena ia tidak menghasilkan pelajaran. 

Kata mereka, kanak-kanak yang gagal menyelesaikan masalah matematika, misalnya, biasanya menjadi gementar bila ia dihukum. Kerisau- an yang menyertai hukuman itu mengarahkan perhatian murid yang dihukum ke arah guru, bukan ke arah masalah yang ingin diselesaikannya. Ini telah ditunjukkan oleh kajian Brophy dan Evertson.

Keritikan lain yang boleh ditujukan kepada hukuman adalah bahwa ia menyebabkan hasil yang negatif. Murid-murid mungkin menjadi benci kepada guru sekolah atau matapelajaran atau ke- semuanya sekali. Boleh dikatakan bahwa sebahagian besar pendidik-pendidik Barat sekarang ini menentang penggunaan hukuman jasmani di sekolah-sekolah. 

Apa yang efektif pada suatu masyarakat, masyarakat Barat amisalnya, tidak semestinya efektif dalam ma- syarakat lain seperti masyarakat kita. 

Sampai sekarang belum ada kajian yang menunjukkan bahwa hukuman jasmani mempunyai pengaruh yang buruk pada pendidikan dalam masyarakat yang mengamalkan ajaran Islam. Tentang kesan negatif daripada hukuman, memang disadari oleh pendidik-pendidik Islam. 

Ibn Khaldun, misalnya, menyebutkan dalam "Muqaddimah" nya bahwa kanak-kanak yang dihukum mungkin belajar menipu dan berdusta. Ini memustikan guru menyesuaikan penggunaan hukuman sehingga akibat negatif ti- dak melebihi akibat yang positif. 

Hukuman tidak boleh dilakukan berpisah dari tujuan yang ingin dicapai, jadi tidak boleh menghukum sekadar menghukum saja. Wanita yang boleh dihukum oleh suaminya diperintahkan jangan menurutinya bila si suami memerintahkan tingkahlaku yang terlarang.

Jadi metode pendidikan yang kita kemukakan di sini mencakup pendidikan dalam pengertiannya yang luas, yaitu formal, non-formal, dan informal. Dan bila pendidikan diartikan sebagai usaha untuk mengembangkan potensi-potensi yang baik dan mencegah potensi-potensi yang buruk, maka tepatlah ganjaran dan hukuman sebagai alatnya, dalam pengertian yang telah diuraikan di atas. 

Kesimpulan Tulisan ini berusaha memberi sorotan terhadap berbagai konsep asas yang terdapat dalam pendidikan. Setiap perbincangan mengenai pendidikan selalu melibatkan perbincangan tentang tujuan, kandungan, dan metode pendidikan. 

Tujuan Pendidikan Islam

Adapun Tujuan daripada pendidikan Islam hendaknya dapat  membentuk manusia yang bertindak sebagai khalifah dimuka bumi. Ciri-ciri Khalifah ini adalah sebagaimana yang  terkandung dalam konsep 'ibadah dan amanah. Manusia sebagai khalifah haruslah memiliki ciri-ciri yang membedakannya dari makhluk yang lain, yaitu mempunyai fithrah yang baik, mempunyai roh, disamping jasmani, mempunyai kebebasan kemauan, dan mempunyai 'aqal yang menjadi inti manusia itu. 

Berkenaan dengan kandungan pendidikan ada tiga kategori ilmu yang harus dimasuk kan dalam kurikulum supaya mencer- minkan konsep ilmu menurut pandangan Islam, yaitu kategori ilmu yang diwahyukan yang terkandung dalam Al Qur-an dan Hadits, kategori ilmu-ilmu kemanusiaan seperti psikologi, sosiologi, sejarah, dan lain-lain. 

Di samping itu ada kategori ketiga yang disebut ilmu-ilmu tabi'i (natural sciences) seperti fisika, kimia, biologi dan lain-lain. Sebab tanda-tanda (ayat) Allah terpampang pada diri manusia dan alam semesta, disamping yang tertulis dalam kitab suciNya. 

Ketiga-tiganya itu adalah manusia dan alam semesta serta kitab suci, adalah karya Allah. Jadi untuk mengkaji tanda-tanda (ayat) Allah ketiga-tiga aspek itu harus dinyatakan/dijelaskan kepada setiap manusia, tidak satupun boleh ditinggalkan atau diabaikan. 

Berkenaan dengan metode pendidikan ada tiga aspek yang perlu diperhatikan. 

Pertama adalah aspek yang berkaitan dengan tujuan utama pendidikan Islam dalam pembentukan karakter khalifah itu. Peranan pendidik adalah aktif untuk pembentukan karakter ini, tidak boleh kanak-kanak dibiarkan saja, seperti pendapat Rousseau. 

Aspek kedua adalah berkenaan dengan berbagai metode yang tersebut dalam Al-Quran seperti lemah lembut, memulakan dengan yang mudah, memilih waktu yang tepat, deduksi, cerita, dan lain-lain lagi. Pendapat ahli-ahli pendidikan Islam mengenainya juga diuraikan. 

Aspek ketiga adalah berkenaan dengan penggerakan (motivasi) yang melibatkan ganjaran dan hu- kuman. Besarnya ganjaran bergantung pada nilai ganjaran itu sendiri. 

Kutipan dari Buku Hasan langgulung yang berjudul Manusia Dan Pendidikan