Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pendidikan Islam di Asia Tenggara

Pendidikan Islam di Asia Tenggara

Banyak teori tentang masuknya Islam di Asia Tenggara, mengatakan ia dibawa oleh orang Gujarat, ada yang mengatakan oleh orang Arab, ada pula yang mengatakan melalui tiga tahap: melalui fukahaa, kemudian melalui orang-orang sufi, dan golongan modern yang datang bersama dengan Pembaharu dan ada juga yang berasal dari pengaruh Barat.

Kita tidak akan perkatakan itu. Yang penting ialah kalau kita ambil satu contoh seperti Indonesia misalnya, maka gerakan y ang bersifat massa itu dikuasai oleh Islam. Saya akan pusatkan di sini tentang gerakan-gerakan massa di Indonesia dengan melihat pada segi pendidikan. Syarikat Islam didirikan dalam tahun 1911. Mulanya berge rak dalam bidang perdagangan, tetapi kemudian lebih aktif dalam bidang politik dan menguasai pentas di Indonesia selama 16 tahun yaitu sampai pemberontakan komunis pada tahun 1927, di mana Syarikat Islam merah memisahkan diri dari Syarikat Islam.

Sebelum Syarikat Islam berdiri sebenarnya sekolah-sekolah (madrasah) Islam tersebar di seluruh Indonesia. Di Jawa disebut Pesantren. Di pulau lain disebut surau, pondok, atau sekolah Arak Pada waktu Muhammadiyah berdiri di Sumatera Barat, ke mudian juga di pulau Jawa di samping Pesantren tadi juga didiri- kan sekolah berbahasa Belanda seperti HIS, Mulo, HBS, AMS dan lain-lain yang berusaha menandingi sekolah yang didirikan oleh Pemerintah Belanda yang hanya untuk orang-orang Belanda dan keturunan bangsawan.

Muhammadiyah memang lebih memusatkan pada pendidikan dan sosial, sesuai dengan gerakan Mu- hammad Abduh di Mesir yang karangan-karangannya banyak dibaca di Sumatra Barat pada waktu itu. Belakangan, selain sekolah- sekolah juga giat mendirikan hospital-hospital untuk menandingi gerakan missionari Kristen.

Sebuah gerakan Islam lagi yang banyak bergerak dalam bidang pendidikan Islam adalah Persatuan Islam yang disingkat dengan PERSIS. Ini merupakan gerakan yang sangat berpengaruh dalam dunia pendidikan sebelum perang kemerdekaan Indonesia yang awalnya bergerak di Bandung. Dia terkenal sebab banyak mengadakan penerbitan dari perdebatan-perdebatan dengan segala golongan. Dengan golongan Kristen, dengan Ahmadiyah, dengan golongan kebangsaan dengan maksud mempertahankan kesucian Islam. Terutama di bawah gurunya yang bernama Hasan Bandung. Persatuan Islam juga mempunyai Pesantren di Bandung. Salah seorang pemimpinnya adalah Mohd Natsir yang pada tahun dua puluhan telah banyak menulis dalam berbagai bidang seperti politik, psikologi dan pendidikan.

Berkenaan dengan Islam dan negara beliau telah mengadakan polemik di Panji Masyarakat dengan Sukarno. Sukarno juga menyebut dalam surat-suratnya dari penjara di Endeh bahwa beliau banyak belajar Islam dari Mohd. Natsir. Tulisannya tentang pendidikan yang paling relevan dengan perbahasan kita ini ialah yang ditulisnya pada tahun 1934 yang berjudul "Ideologi pendidikan Islam" yang mengupas mengenai tujuan pendidikan dan sebenarnya menjadi perdebatan di kalangan ahli-ahli pendidikan di Barat sekarang ini. Ayat yang berkenaan tentang manusia sebagai titik tolak, yaitu "Tidaklah aku menciptakan jin dan manusia kecuali agar menyembah pada KU" (Q. 51: 56).

Bagi beliau ayat inilah yang harus menjadi dasar pendidikan Indonesia sesudah merdeka. Tulisan yang senada dengan ini hanya kita lihat pada tulisan Al-Maududi yang ditulisnya juga pada tahun tiga puluhan dengan judul "Talimat" dalam bahasa Urdu, kemudian telah diterjemahk an ke dalam bahasa Arab dengan judul : Manhaj Jadiid lil Tarbiyah Wa Ta’lim yang artinya Model baru dalam pendidikan dan pengajaran.

Sayang sekali penulisan beliau dalam bidang pendidikan terhenti sebab terlalu sibuk dengan politik, sampai menjadi Perdana Menteri Indonesia yang pertama sesudah kemerdekaan. Barangkali yang banyak orang tidak tahu, ialah sewaktu beliau menjadi perdana menteri secara pribadi beliau menggalakkan agar pesantren- pesantren disuburkan, malah pesantren Persatuan Islam di Bangil diperbarui. Pandangan yang mendalam tentang kegagalan falsafah yang berpangkal pada Descartes itu dirasakannya. Malah pada awal tahun lima puluhan beliau banyak menyebut agar mengkaji kembali buku-buku Imam Al Ghazali terutama Ihyaa Ulumuddin.

Dalam perkembangan pendidikan di Indonesia sesudah merdeka perkembangan pesantren ini bukan merosot, malah semakin meningkat. Malah menurut statistik tahun 1974 jumlah pesantren di Indonesia adalah 23,000 dengan jumlah murid sebanyak 9.000.000 orang. Sudah tentu kebanyakannya di Jawa.

Yang agak mengherankan orang ialah banyak anak-anak yang masuk Pesantren itu adalah dari golongan pegawai-pegawai tinggi, penguasa-penguasa, jenderal-jenderal di Jakarta yang lebih suka mengirim anaknya ke Pesantren dari pada menyekolahkannya di Jakarta. Sehingga Golkar sendiri juga mendirikan Pesantren. Ada beberapa tafsiran yang diberikan orang terhadap indicator seperti ini:
  1. Keruntuhan moral di kota-kota besar sehingga ibu-bapa sukar mengawal anak-anaknya.
  2. Pesantren-pesantren sekarang sudah mengajarkan ilmu-ilmu modern, bukan hanya agama saja, seperti ekonomi matematik dan lain-lain ilmu praktikal untuk hidup dalam masyarakat sehingga ada beberapa kawan-kawan hasan langgulung sendiri adalah usahawan yang berhasil usahanya, ada cabangnya di seluruh dunia, padahal mereka itu kebanyakan adalah hanya keluaran Pesantren.
  3. Pesantren terjamin dari segi pemeliharaan akhlak muridnya. Ini disebabkan karena guru-guru mereka juga tinggal satu asrama dengan mereka sehingga dapat mewarisi keteladanan yang baik.
  4. Keadaan sekolah-sekolah pemerintah sendiri yang banyak menghasilkan pengangguran. Ini sering disebut dengan istilah cecer sosial (social deop aut) di kota tak laku, di desa tak dipakai.
  5. Pada tahap Universitas di kalangan graduan-graduan banyak berlaku brain-drain (penghijrahan otak) ke negara-negara maju sehingga negara maju memanfaatkan mereka. Ini disebabkan oleh karena kurikulum tidak setaraf dengan keperluan negeri yang menciptakannya. Ini terjadi seperti di Iran. Puluhan ribu rakyat Iran mengembara ke Eropah dan Amerika, padahal ahli- ahli asing di Iran banyak sekali, mungkin puluhan ribu juga. Begitu juga negara-negara Arab. Di Arab Saudi ada ratusan ribu orang Korea sedang ratusan ribu orang Mesir mencari kerja di Amerika dan Australia.
Dan lain-lain lagi alasan yang digunakan. Jadi berkenaan dengan pendidikan Islam ini yang perlu di "tackle" dari segi falsafah Islam adalah:
  1. Tujuan (aims) pendidikan agar supaya sejajar dengan tujuan hidup seorang Muslim.
  2. Konsep manusia dalam Islam terutama berkenaan dengan rohani, yang tadi telah disingkirkan oleh falsafah Barat yang bermula pada Descartes.
  3. Konsep ilmu dalam Islam yang oleh filosof Islam telah diberi uraian dengan luas dan mempunyai tradisi yang lengkap.
Kutipan dari Buku Hasan langgulung yang berjudul Manusia Dan Pendidikan