Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Konsep Manusia Perspektif Hasan Langgulung

Konsep Manusia Perspektif Hasan Langgulung
Manusia sebagai penghuni bumi tentunya mengikut kepada hukum yang berlaku di alam ini. Manusia diberi Tuhan ciri-ciri khusus untuk membolehkannya memegang jabatan sebagai khalifah Allah. 

Baca juga: Peran Agama Dalam Pembentukan Masyarakat

Membincangkan tentang sifat-sifat manusia maka perbincangan kita akan menjawab soal-soal berikut:
  1. Apakah peranan manusia dalam hidup ini ? 
  2. Apa kuasa-kuasa asal yang dimiliki oleh manusia? 
  3. Sejauh manakah lingkungan itu membentuk tingkahlaku manusia? 
  4. Adakah manusia itu bebas mempelajari dan memperoleh pengalaman-pengalaman baru? 
Dalam Al-Quran manusia menempati kedudukan khusus dalam alam jagat ini. Ia adalah khalifah di atas bumi ini. Ini dijelaskan oleh Allah dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat ke-30. 

Kata-kata khalifah diambil dari kata kerja khalafa yang bermakna menggantikan orang lain. Itulah sebabnya kepala negara Islam disebat khalifah. Abu Bakar R.A. menggantikan Nabi s.a.w. selepas wafatnya, oleh sebab itu beliau disebut khalifah Rasulullah sa.w. 

Pendapat pertama mengatakan bahwa umat manusia sebagai makhluk yang menggantikan makhluk lain. Dipercayai bahwa makhluk itu adalah jin. Jadi manusia menggantikan (Khalifah) jin itu (Tabari, 1961, 1:450). 

Pendapat yang kedua mengatakan bahwa kata khalifah hanya bermakna mana-mana kumpulan manusia menggantikan yang lain. Seperti makna ayat Al-Quran, "Dialah menjadikanmu ahli waris (khalifah) dari bumi ini" (Q. 27 :62). 

Pendapat yang ketiga memberi proses penggantian itu makna yang lebih penting. Khalifah itu bukan sekadar seorang mengganti- kan orang lain, tetapi ia (manusia) adalah pengganti Allah. Allah datang dulu, khalifah bertindak dan berbuat sesuai dengan perin- tah Allah. Inilah pendapat sebahagian besar ulama tafsir seperti Razi, Tabari, Tabtabai, Qurtubi, dan lain-lain (Razi, 1324H, I: 252; Tabari, 1954 68, I: 452, Tabtabai, 1973, I:116; Qurtubi 1935-50, I:263). 

Peranan manusia tidak sama dengan peranan makhluk-makhluk lain. Ini memestikan bahwa tingkah- laku manusia itu ada tujuannya. Dia diperintah bekerja keras ungtuk mengatasi rintangan-rintangan yang mungkin timbul. Menjadi khalifah Allah tidak bermakna ia hidup dengan mudah. malah ia sebenamya selalu dalam percobaan. 

Baca juga: Falsafah Pendidikan Dalam Perspektif Islam

Tetapi sebagai khalifah Allah di atas bumi maka manusia dipersiapkan dengan potensi-potensi yang membolehkannya memikul tanggung-jawab yang besar itu. Al-Quran menegaskan bahwa ia memiliki berbagai ciri-ciri istimewa. 

Ciri-ciri pertama yang dimiliki oleh manusia adalah manusia itu baik dari segi fithrah semenjak ia lahir kedunia. Dia tidak mewarisi dosa karena Adam keluar dari syurga.

Salah satu ciri-ciri fithrah ini ialah bahwa manusia menerima Allah sebagai Tuhan. dengan kata lain manusia itu adalah dari asal mempunyai kecenderungan agama, sebab agama itu sebahagian dari fithrahnya. Atau dengan kata-kata Ibn al-Qayyim (n.d.) "manusia menerima Islam seperti juga kanak-kanak menerima susu ibunya."

Jadi Islam itu adalah naluri dari asal manusia. Dengan kata lain lagi, manusia itu bukanlah lahir dengan Islam tetapi ia memiliki potensi untuk menjadi Islam. 

Pandangan yang optimistik terhadap manusia ini betul-betul bertentangan dengan pandangan pessimistik berbagai ahli psiko- logi dan biologi yang menekankan adanya unsur jahat yang berasal dari bakat manusia.  

Konsep fithrah berbeda dengan konsep Kristen tentang dosa asal. Konsep fithrah dalam Al-Quran juga bertentangan dan suatu teori lain yang menganggap sifat-sifat asal manusia itu netral. Mazhab behaviorisme dalam psikologi beranggapan bahwa manusia bukan baik dan bukan juga jahat semenjak lahir. Dia adalah tabularasa, putih seperti "kertas. Lingkunganlah yang memegang peranan membentuk peribadinya. . 

Atau seperti kata Skinner (1953): "manusia hanya mewarisi berbagai gerak refleks. Agama dan berbagai aspek tingkahlaku dapat diterangkan menurut faktor-faktor lingkungan." Walaupun Islam mengakui pengaruh lingkungan atas perkembangan fithrah, seperti kata sebuah Haditsh yang bermakna: "Setiap kanak-kanak dilahirkan dengan fithrah. Hanya ibu-bapa seorang ahli etologi Austeria - membuktikan bahwa berkelahi merukan suatu naluri yang wujud pada hewan dan manusia. Dorongan ini ditujukan kepada makhluk yang sejenis. 

Lingkungan juga mempunyai peranan penting dalam pembentukan tingkahlaku manusia. Sebagai contoh Isteri Fir'aun di Mesir dahulu kala adalah seorang yang beriman kepada Allah walaupun lingkungannya penuh dengan korupsi dan penyeiewengan. 

Baca juga: Hakikat Kehidupan manusia

Ahli-ahli pendidikan setuju bahwa teori dan amalan pendidikan sangat dipengaruhi oleh cara orang memandang kepada sifat-sifat asal manusia. Menurut teori Lorenz (1970: 238 - 40) yang berdiri di atas andaian bahwa manusia mempunyai sifat-sifat agressi asal, maka pendidik-pendidik hanya mencari tumpuan ganti dan tumpuan penyaluran yang dapat meluahkan dorongan agressi tersebut. 

Teori yang menganggap sifat asal manusia netral mem- beri terlalu bany ak tekanan pada pengajaran. Sebab kanak-kanak tidak memiliki baik unsur-unsur baik ataupun unsur-unsur jahat, jadi pengajaran yang berkesan akan menghasilkan personalitas yang dikehendaki. Melalui proses pelajaran seseorang boleh menjadi seorang Sarjana Hukum ataupun seorang pencuri tanpa mengira kecenderungan seseorang (Watson, 1931 : 104). 

Sedikit sekali perhatian ditumpukan kepada kanak-kanak sebab di dalam dirinya itu tidak ada sesuatu yang perlu dipelihara. Gurulah, bukan murid, yang menguasai suasana pengajaran. Apapun yang dipelajari seorang kanak-kanak janganlah berlawanan dengan prinsip ini. 

Dengan mempercayai bahwa manusia mengakui Allah dengan fithrah tak dapat didamaikan dengan teori yang menganggap aga ma ber-Tuhan satu (monotheisme) sebagaj suatu tingkat yang maju dalam kepercayaan agama. 

Tauhid adalah inti semua agama yang diturunkan oleh Allah kepada manusia, Tuhan itu berkuasa ketika tauhid itu telah dilupakan orang. Harus ditekankan bahwa konsen tauhid bukanlah masalah jumlah, tetapi masalah kekuasaan (Crage. 1978:123). 

Dalam berbagai ayat dan Hadits ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa Islam bukan hanya tidak mengakui penahanan kebutuhan-kebutuhan asal, tetapi juga menentang tindakan-tindakan yang akan membawa kepada pengobahan bentuk luar manusia. 

Seperti larangan menggunakan ukiran badan (washm) dan memanjangkan rambut dengan rambut palsu (wasl) (Bukhari, 1976: 539). Dorongan-dorongan asal mestilah dipuaskan. Al Qur-an memerintahkan manusia makan dan minum. Peranan yang dipegang oleh khalifah tidak mudah. Sebenarnya dia tidak memainkan peranannya jika ia selalu terancam dan berhadapan dengan bahaya.

Makan dan minum adalah penting bagi wujudnya sebagai individu sedang dorongan seksnya sangat penting bagi kelanjutan hidup umat manusia. Setelah menjela kan bahwa Al Qur-an mengakui wujud ke- butuhan-kebutuhanologis dan menggesa pemuasannya, maka perlulah kita menyoti syarat-syarat di mana mungkin kebutuhan-kebutuhan ini wujud berdampingan dengan fithr ah tanpa menimbulkan masalah. 

Perlu ditekankan bahwa jasmani tempat melekatnya kebutuhan-kebutuhan bukanlah itu saja manusia. Badan hanyalah salah satu unsur kemana ditambahkan lagi sesuatu yang berdainan. Interaksi roh dengan badan menghasilkan khalifah itu. Roh inilah unsur kedua yang penting yang membedakan khalif an itu. 

Kata roh digunakan dalam Al-Quran yang berarti kasih-sayang, malaikat Jibril atau Isa, atau makhluk spiritual yang bersatu dengan badan. Al-Quran tegas menyatakan bahwa kehidupan manusia bergantung pada wujudnya roh di dalam badannya. Hilangnya roh dari badan bermakna mati. Tentang apa ianya, bagaimana bentuk roh itu, dicegah oleh Al-Quran mempersoalkannya (Q. 17: 85).

Tetapi bagaimana roh itu bersatu dengan badan yang kemudian membentuk manusia yang menjadi khalifah itu, ada dinyatakan dalam Al-Quran: "Setelah Aku memben tuknya dan menghembuskan kepada- nya rohku, maka sujudlah kanu kepadanya" (Q. 15:29) 

Tingkahlaku manusia adalah akibat dari interaksi antara roh dan badan. Khalifah yang memiliki fithrah yang baik tidak dilaknati bila ia memuaskan kebutuhan-kebutuhannya, malah ia harus berbuat demikian agar ia dapat berjaya dalam kedudukannya sebagai khalifah. Pemuas an kebutuhan-kebutuhan dengan cara ini, tidak bertentangan dengan fithrahnya, kedua-duanya boleh berjalan bergandengan. 

Aspek ketiga pada sifat manusia adalah kebebasan. Walaupun berbagai tafsiran para ahli tafsir berkenaan dengan kebebasan manusia ini tetapi keseluruhan ayat-ayat A-Qur an menunjukkan bahwa manusia itu bebas memilih tingkahlakunya. Atau seperti ditegaskan W.M. Watt (1969:172): "Lebih tegas lagi, kepastian (determinism) atau kepercayaan yang mengatakan anwa kehidupan seseorang ditentukan dari luar, bukanlah terma- suk ajaran Muhammad." 

Tetapi kemerdekaan yang dimiliki oich manusia tidaklah mutlak. Manusia yang me. miliki kebebasan kemauan tidak dapat menentukan untuk dirinya sendiri kuasa-kuasa asal apapun yang dimilikinya. Setiap ma- nasia memiliki ajal yang terbatas, tak dapat ia memanjangkan atau memendekkannya. 

Tetapi sebaliknya, sebab ia adalah khalifah Allah maka ia mengangkat dirinya dari segala macam perhambaan kecuali kepada Allah. Implikasi pendidikan dari konsep kemauan bebas sudah jelas. Bila murid percaya bahwa tingkahlakunya telah ditentukan le- bih dahulu maka ia tentu akan memiliki sikap passif. Mungkin ia tidak mau bekerja keras. 

Kegagalan atau kejayaan disebabkan faktor-faktor luar. Sebaliknya, bila seseorang percaya pada tang- gungjawab akan memberi makna yang lebih dalam kepada pendidikan. Pendidikan menumpukan perhatian untuk menolong murid-murid memilih berbagai pilihan dan memilih yang betul. 

Itulah konsep manusia dalam Al-Quran dengan berbagai ciri-cirinya, suatu makhluk yang telah diangkat oleh Allah menjadi khalifah di atas bumi ini. Pengakuan ini memberi kepada manusia kehormatan dan kesempatan. Kesempatan yang diberi kepada manusia jelas dalam ayat-ayat yang memerintahkan kepada malai- kat untuk bersujud kepada khalifah pertama ini. Perbincangan para ahli fiqih adakah manusia lebih mulia dari malaikat atau tidak menunjukkan kemuliaan manusia. 

Tetapi manusia yang diberi peluang ini diminta memainkan peranan yang tidak dapat dipi kul oleh makhluk yang lain. Khalifah adalah suatu agen yang bertanggungjawab yang akan ditanya oleh Allah akan tingkahlakunya. Ada tiga ciri-ciri manusia telah dibincangkan yaitu fithrah yang baik, kesatuan roh dan badan, dan kebebasan kemauan. Kalau manusia adalah khalifah Allah, maka pendidikan haruslah menaruh

Tulisan ini adalah Kutipan dari Buku Hasan langgulung yang berjudul Manusia Dan Pendidikan