Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ulama dan Ilmu Pengetahuan

Ulama dan Ilmu Pengetahuan

IMAM Asy-Syafi'i memiliki keunggulan karena ilmunya yang mendalam dan pengetahuannya tentang segala sesuatu secara menyeluruh ( al-kulliyyaat ) dan maksud-maksudnya berdasarkan syariah ( al-maqashid ). Anda mungkin dapatkan selain dia dari kalangan ahli hadits yang lebih banyak hafalan haditsnya.

Namun mereka tidak mencapai tingkatan Imam Asy-Syafi'l, tidak pula mencapai kedudukannya. Sebab mereka hanya memfokuskan diri pada sarana dengan mengorbankan maksud. Mereka terlalu fokus pada masalah-masalah juz'i ( partikular ) dengan mengorbankan yang kulli ( umum dan menyeluruh ). Imam Asy-Syafi'i memiliki otak yang brilian, bakat yang hangat dan sangat produktif. Pemahaman dan pengetahuannya demikian mendalam.

Dia memberikan hak nash ( teks ) secara proporsional, dengan menyelami dasamya dan menyelaraskannya dengan maksud umum dari syari'ah, sehingga dia mampu membuat kaidah-kaidahnya. Di antara kelebihan manhaj Asy-Syafi'i ini adalah dia senantiasa mengikat masalah furu ' ( cabang ) dengan ushul ( pokok ), dan yang juz'i dengan yang kulli. Hingga jika seorang alim tidak mendapatkan sebagian dalil dan cabang-cabang syariah, dia akan mengetahuinya dari kaidah kaidah yang tersedia serta prinsip-prinsip ( ushul ) yang masih terjaga.

Baca juga: Hakikat Kehidupan Manusia

Manhaj ini memberikan keluasan dan kelapangan bagi seorang alim, sebab akan membuatnya mudah dan tidak perlu banyak meneliti yang detil-detil. Di samping itu, anda juga akan dapatkan Asy-Syafi'i terkadang tidak memperhatikan yang ushul dalam beberapa cabang syari'ah. Dia cukup mengembalikan semua masalah dalam cabang-cabang tersebut pada kaidah-kaidah yang telah disusunnya. Ini semua tak lain karena kebrilianan otaknya, kecerdasan akal dan juga keluasan pemahamannya.

Asy-Syafi'i mengambil jalan tengah antara dua metode. Metode ahli ra'yi ( rasionalis ) yang melahirkan banyak permasalahan dalam fikih, banyak membaca semua kemungkinan yang ada dalam cabang syari'ah, banyak melakukan qiyas ( analogi ) dan terlalu berlebihan dalam mempertajam pendapat mereka.

Baca juga: Wasiat Dalam Masalah Harta Warisan

Di sisi lain dia mengambil metode para ahli hadits yang demikian serius menekuni ilmu riwayat, menapaki semua jalan-jalan sanad, melihat dan sangat memperhatikan kredibelitas para perawi hadits ( al-jarh wa at ta'dil ), dan menghimpun banyak riwayat. Imam Asy-Syafi'i senantiasa bersandar pada naql, lalu dia ambil pokok-pokok dan kaidah umumnya. Dia demikian peduli dengan maksud-maksud umum syariah, dengan makna-makna terdalam dan hakekat-hakekatnya. Dia sangat serius dalam mengambil kesimpulan, sehingga perkataan dan fikihnya menjadi yang terbaik.

Di samping karunia Allah yang telah diberikan kepadanya dalam hal kefasihan dan retorika, kemampuan berbahasa yang sulit dicari bandingnya, kemampuannya dalam memahami rahasia di balik kata dan maksud dari lafazh-lafazh. Di atas itu semua adalah kecerdasan akalnya yang selalu mengarah tepat, keterjagaan dirinya dan agamanya yang kokoh mantap. Dia senantiasa melakukan semua hak-hak agama dan memelihara kemuliaan moralnya. Akhlak sungguh terpuji, dan etikanya sungguh mulia. Keselamatan baginya.

Pengulangan Ilmu

DI antara sesuatu yang paling bermanfaat dalam hal menuntut ilmu adalah mengulangi pasal dan bab, atau sering pula disebut kitab. Sebab ini adalah cara terbaik untuk membuat ilmu tertanam kuat dan menjadikan ilmu menghunjam ke dalam.

Di antara para ulama yang sangat tekun dalam mengulang-ulangi sebagian buku adalah:
  • Ibnu Sina mengulangi buku Ma Ba'da ath-Thobi'ah ( metafisika ) sebanyak empat puluh kali.
  • Al-Farabi mengulangi buku An-Nafs ( tentang kejiwaan ) sebanyak dua ratus kali, dan buka As-Sima' ath-Thabii' sebanyak empat puluh kali.
  • Abbas Al-Farisi mengulang sebuah buku sebanyak seribu kali.
  • Ibnu Tsabban mempelajari buku Al-Mudawwanah sebanyak seribu kali.
  • Al-Abhari Al-Maliki mengulangi buku Mukhtashar Ibnu Abdul Hakim sebanyak lima ratus kali ; Al-Muwaththa ' sebanyak empat puluh lima kali; Mukhtashar al-Barqi sebanyak tujuh puluh kali, dan Al-Mabsuth sebanyak tiga puluh kali.
  • Al-Hafizh As-Samarkandi mengulangi Shahih Muslim sebanyak tiga puluh kali lebih.
  • Ibnu ' Athiyyah mengulangi Shahih Al-Bukhari tujuh ratus kali.
Sementara itu seorang ahli hadits, Sulaiman bin Ibrahim mengulangi Shahih Al-Bukhari dua ratus delapan puluh kali.

Baca juga: Hak Perempuan dalam Islam

Di samping dari pada itu para ulama salaf juga selalu menjauh lari dari jabatan kegamaan, seperti menjadi imam, khatib, mufti atau qadhi ( hakim ). Mereka ada yang dipaksa untuk menerima, namun mereka tetap menolaknya.

Di antara mereka ada yang dipenjara dan dipaksa untuk menerima jabatan qadhi, namun dia tetap menolak. Ada di antara mereka yang dicambuk namun dia tetap menolak tak suka. Sekarang, di masa kita ini, masalahnya berubah. Kebanyakan kalau kita tidak mau mengatakan semuanya-meminta kedudukan itu dengan beragam macam dan cara.

Dia berusaha sekuat mungkin untuk sampai padanya dan berkompetisi untuk mencapainya serta iri terhadap orang yang mendapatkannya. Semua ini terjadi bukan karena apa-apa, namun karena semakin menipisnya takwa dan rasa takut kepada Allah. 

Cinta dunia dan lupa akhirat. Sampai-sampai kita dapatkan di antara kita ada yang berkompetisi dengan saudaranya untuk menduduki jabatan mufti, atau untuk memberi penilaian shahih dan lemahnya suatu hadits.

Bahkan ada di antara kita yang ingin selalu tampil sendiri, merendahkan teman-temannya agar dia yang naik. Di antara kita ada yang ingin agar hafalan, ilmu pengetahuan, kecerdikan dan keluasan ilmunya yang lebih menonjol. Ini semua adalah riya. Dan kita berlindung kepada Allah dari semua itu !!

Wajib bagi kita untuk menangisi kondisi ini. Menyesali semua sikap lemah kita. Sedih atas dosa dan kesalahan-kesalahan kita dan hendaknya kita mengamalkan apa yang disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Jagalah lisanmu, cukupkan luas rumahmu, dan menangislah atas dosamu. "Namun alangkah jauhnya. Luka bagi bangkai tidak akan terasa sakit. Semoga Allah akan menolong kita demi kebaikan masalah kita.


Kutipan Dari Buku Hadaa'iq Dzatu Bahjah yang ditulis oleh Dr. 'Aidh Abdullah Al-Qarni