Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Wasiat Dalam Masalah Harta Warisan

Wasiat Dalam Masalah Harta Warisan

Abdurrahim menjawab,”Saya akan berwasiat agar setengah dari hartaku diberikan kepada pencari ilmu start.”Syaikh berkata,”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas niat baikmu itu dan kami bersyukur kepada Allah karena kamu cepat paruh kepada dalil syar’i. Kami memohon kepada Allah Dia memberikan keberkahan kepadamu, kepada keluargamu dan hartamu, akan tetapi. ”Akan tetapi apa ?”tanya Abdurrahim dengan heran.

Syaikh menjawab,”Maksudnya saya ingin mengatakan, hendaknya kamu mengurangi wasiatmu itu dari setengah menjadi sepertiga.”“Kenapa ?”tanya Abdurrahim. Syaikh menjawab,”Sebab-semoga Allah memberkatimu- wasiat yang lebih banyak dari sepertiga itu tidak dibolehkan.”“Kenapa ?”tanya Abdurrahim kembali.


Syaikh menjawab,”Sebab Sa'ad bin Abi Waqash ra. berkata, Rasulullah mendatangi saya. Beliau mengunjungiku pada haji wada’ karena rasa sakit yang menyerang diriku. Maka saya berkata kepada beliau,”Ya Rasulullah, perasaan kurang sehat telah menyerangku sebagaimana yang engkau lihat. Saya mempunyai harta dan tidak ada yang mewarisinya kecuali hanya anak perempuanku. Lalu apakah saya boleh bersedekah dengan dua sepertiga dari hartaku ?”Rasulullah menjawab: Tidak. Saya berkata,”Kalau setengah, ya Rasulullah ?”Rasulullah menjawab: Tidak. Saya berkata lagi,”Kalau sepertiga, ya Rasulullah ?”Rasulullah berkata:

الثلث والثلث كثير إنك إن تذر ورثتك أغنياء خير من أن تذرهم عالة بتكففون الناس
Sepertiga saja. Sebab sepertiga itu banyak. Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik jika dibandingkan kamu meninggalkan mereka dalam keadaan fakir, meminta-minta kepada manusia (HR. Al-Bukhari, Muslim dan At-Turmuzi)

Baca juga: Sihir Di Rumah Tangga

Maka Rasulullah pun melarang Sa'ad bin Abi Waqash untuk berwasiat lebih banyak dari sepertiga. Abul Abbas Abdullah bin Abbas ra. berkata,”Saya lebih senang seandainya manusia mau mengurangi wasiatnya dari sepertiga karena Rasulullah bersabda: Dan sepertiga itu banyak.” (HR. Al-Bukhari)

Dari Ibrahim, mereka berkata,”Orang yang mewasiatkan hartanya hanya seperempat itu lebih baik dari yang mewasiatkan sepertiga dan orang yang mewasiatkan seperlima itu lebih baik dari orang yang mewasiatkan seper-empat.

Dari Imran bin Hushain ra.,”tentang kasus ada seorang laki-laki yang memerdekakan enam budak. Budak yang dia miliki sekaligus ketika dia akan meninggal. Padahal dia tidak mempunyai harta yang lainnya selain enam budak tersebut. Maka Rasulullah membaginya menjadi tiga kelompok. Beliau mengundi untuk menentukan siapa di antara mereka yang akan dimerdekakan. Lalu orang tersebut memerdekakan dua budak dan menjadikan empat lainnya tetap menjadi budak. Dan Rasulullah mengucapkan kata-kata yang keras kepadanya ( kepada pemilik budak yang ingin memerdekakan semua budaknya ).”

Semua nash di atas menunjukkan ketidakbolehan berwasiat lebih dari sepertiga. Jadi, jika kamu mengurangi wasiatmu dari setengah menjadi sepertiga, berarti kamu telah melaksanakan sunah dan Allah akan memberi balasan kebaikan atas niat kamu itu.

Abdurrahim berkata,”Saya akan melakukannya insya Allah.”Syaikh berkata,”Semoga Allah memberkatimu.”

Hal-Hal Yang Membahayakan Dalam Wasiat

Husain berkata,”Tapi Syaikh, bukankah masih ada jalan lain yang dapat digunakan oleh seseorang untuk memberikan pemberian khusus kepada sebagian anak-anaknya tanpa harus kembali kepada salah satu dari dua syarat tersebut ?”tanya Abdurrahim. 

Syaikh menjawab,”Tidak ada, kecuali dengan melakukan tipu muslihat terhadap aturan syara’ dan memalingkan maksud nash-nash yang ada atau dengan menuruti hawa nafsu dan hati yang sakit. Dan itu semua adalah sesuatu yang membahayakan masalah wasiat.”Ketahuilah bahwa ada qa'idah syar'iyyah yang berbunyi: Tidak boleh menimpakan kemudaratan ( kerusakan / kerugian ) kepada orang lain dan tidak boleh membalas kemudaratan dengan kemudaratan.

Dan di antara contoh kerusakan yang terjadi dalam wasiat adalah menimpakan kemadharatan kepada sebagian ahli waris yang telah ditentukan oleh syara’. Barang siapa yang melakukan hal tersebut, dia terancam oleh sabda Rasulullah yang berbunyi: Barang siapa yang menimpakan bahaya ( kepada orang lain ), maka Allah akan menimpakan bahaya kepadanya. Barang siapa yang mempersulit orang lain, maka Allah akan mempersulit dirinya.

Di antara bentuk bahaya tersebut adalah mengharamkan salah satu ahli waris dari haknya memperoleh warisan atau memberikan wasiat kepada ahli waris, tetapi wasiat tersebut bertentangan dengan apa yang telah ditentukan oleh syara’. Atau bisa juga berwasiat dengan melebihi dari sepertiga harta yang dimilikinya. Semua ini termasuk dalam bagian memakan makanan yang haram. Pada daerah-daerah yang penduduk daerah tersebut tidak tunduk kepada kekuasaan dan ketentuan syara’ maka akan sulit sekali bagi orang yang mempunyai hak untuk mengambil haknya yang telah diberikan Allah kepadanya disebabkan karena adanya pengadilan sipil yang memberikan keputusan yang bertentangan dengan syariat.

Pengadilan tersebut memerintahkan untuk melaksanakan sebuah wasiat yang sewenang-wenang, yang dicatat oleh pengacara. Maka celakalah mereka yang mencatat dengan tangan mereka dan celakalah orang-orang yang memperoleh bagian dari perbuatan tersebut.”Husain berkata,”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, Syaikh.”

Syaikh pun membalasnya dengan berkata,”Juga kepadamu.”

Tulisan ini merupakan saduran dari kitab Tahzdir Al-Kiram Min Mi'ah Bab Min Abwabil Haram (Terj. Uang Haram) buah tangan dari Ibrahim bin Fathi bin Abdul Al-Muqtadir