Berlaku Adillah Kepada Anak-Anakmu..!!!
Sampai di sini, pintu diketuk. Maka Syaikh bertanya,”Siapa di luar ?”Orang yang di luar menjawab,”Saya.”Syaikh berkata,”Saya. Saya tidak kenal seorang pun yang namanya saya atau kamu, siapa di luar ?”tanya Syaikh kembali. Kemudian dia cepat-cepat keluar, lalu membuka pintu. Dan ternyata dia adalah Haji Abdurrahim, tetangganya.
Baca juga: Sihir Di Rumah Tangga
Sang Syaikh menyambutnya dengan hangat dan memberitahukan kepadanya bahwa jika orang yang berada di luar rumah ditanya namanya oleh tuan rumah, maka dia tidak boleh berkata”saya”. Akan tetapi, menurut ajaran sunah adalah hendak nya dia menyebutkan namanya dengan mengatakan”saya fulan”. Hal ini berdasarkan hadis Nabi dari Jabir ra., dia berkata:
”Saya datang kepada Rasulullah untuk membicarakan masalah utang ayahku. Saya mengetuk pintu, lalu beliau berkata: siapa. Saya berkata:”Saya.”Rasulullah berkata: Saya, saya. Seakan-akan beliau tidak menyukainya. (HR. Al Bukhari)
Syaikh menyuguhkan minuman dingin sambil menunggu makan malam siap, lalu mereka minum. Sang Syaikh tidak henti-hentinya menyambut mereka dengan berbagai sambutan. Kemudian sang Syaikh mengajukan pertanyaan kepada Ustadz Husain,”Ya Ustadz Husain, apa yang telah kamu lakukan dalam masalah Yasir, anakmu yang sangat kamu cintai di mana kamu ingin memberikan harta lebih banyak kepadanya jika dibandingkan kepada saudara-saudaranya ?
Husain menjawab,”Saya akan memberikan rumah di bagian selatan. Rumah itu atas nama dia sendiri. Syaikh berkata,”Bertakwalah kepada Allah.”Husain menjelaskan,”Ya Syaikh, anak laki laki ini sangat saya cintai melebihi cintaku kepada saudara-saudaranya disebabkan kebaikannya terhadapku dan kebaikan akhlaknya. Karena itu, saya akan melakukan hal tersebut.”
Sang Syaikh menyambutnya dengan hangat dan memberitahukan kepadanya bahwa jika orang yang berada di luar rumah ditanya namanya oleh tuan rumah, maka dia tidak boleh berkata”saya”. Akan tetapi, menurut ajaran sunah adalah hendak nya dia menyebutkan namanya dengan mengatakan”saya fulan”. Hal ini berdasarkan hadis Nabi dari Jabir ra., dia berkata:
”Saya datang kepada Rasulullah untuk membicarakan masalah utang ayahku. Saya mengetuk pintu, lalu beliau berkata: siapa. Saya berkata:”Saya.”Rasulullah berkata: Saya, saya. Seakan-akan beliau tidak menyukainya. (HR. Al Bukhari)
Syaikh menyuguhkan minuman dingin sambil menunggu makan malam siap, lalu mereka minum. Sang Syaikh tidak henti-hentinya menyambut mereka dengan berbagai sambutan. Kemudian sang Syaikh mengajukan pertanyaan kepada Ustadz Husain,”Ya Ustadz Husain, apa yang telah kamu lakukan dalam masalah Yasir, anakmu yang sangat kamu cintai di mana kamu ingin memberikan harta lebih banyak kepadanya jika dibandingkan kepada saudara-saudaranya ?
Husain menjawab,”Saya akan memberikan rumah di bagian selatan. Rumah itu atas nama dia sendiri. Syaikh berkata,”Bertakwalah kepada Allah.”Husain menjelaskan,”Ya Syaikh, anak laki laki ini sangat saya cintai melebihi cintaku kepada saudara-saudaranya disebabkan kebaikannya terhadapku dan kebaikan akhlaknya. Karena itu, saya akan melakukan hal tersebut.”
Baca juga: Bahaya Dokter Pelaku Aborsi
Syaikh berkata,”Sebagian orang sengaja memberikan perlakuan khusus kepada sebagian anak-anak mereka dengan memberikan hadiah hadiah dan pemberian dibandingkan saudaranya yang lain. Perbuatan ini diharamkan jika tidak memperoleh pembenaran ( alasan ) dari syara’.
Husain pun bertanya,”Lalu apa yang dianggap benar oleh syara’ itu ?”Syaikh menjawab,”Seperti memberikan salah satu kebutuhan anak yang tidak diberikan kepada anak lainnya seperti karena sakit, utang, atau memberikan biaya bonus kepadanya dalam kegiatannya menghafal Al-quran misalnya. Atau bisa juga karena anak tersebut tidak menemukan pekerjaan, atau mempunyai keluarga yang banyak, atau karena dia adalah pencari ilmu yang tidak mempunyai biaya dan lain sebagainya.
Bagi orang tua, ketika dia memberikan sesuatu kepada salah seorang anaknya karena alasan syar’i, maka dia hendaknya berniat untuk melakukan hal yang sama kepada anak yang lainnya. Ketika keadaan tersebut di atas terjadi kepada mereka, maka berikanlah sesuatu sebagaimana dia memberikannya kepada anak yang pertama. Dalil untuk hal tersebut adalah firman Allah:
Dari An-Nu'man bin Basyir ra., bahwasanya ayahnya datang bersamanya kepada Rasulullah, dia berkata:”Saya menghadiahkan budak yang saya miliki kepada anak ini.”Rasulullah bertanya: Ya Basyer, apakah kamu mempunyai anak lain selain ini ? Dia menjawab:”Ya.”Rasulullah bertanya: Apakah kamu juga menghadiahi mereka semua dengan seperti ini ? Dia menjawab:”Tidak”. Rasulullah berkata: Kalau begitu janganlah kamu bersaksi untukku karena aku tidak bersaksi kepada orang yang berlaku sewenang-wenang. (HR. Al-Bukhari ( 586 ), Muslim ( 1623 )
Orang yang melihat sebagian keadaan keluarga akan menemukan ada sebagian ayah yang tidak takut kepada Allah dengan mengutamakan sebagian anak-anaknya dengan hadiah. Ini berarti dia telah mengobarkan api dendam dan kemarahan pada sebagian saudaranya dan menanamkan permusuhan serta perselisihan di antara mereka.
Terkadang, kebanyakan anak-anak yang bernasib buruk dan mengalami kemiskinan tidak akan berbuat baik kepada ayahnya di masa yang akan datang. Rasulullah telah berkata kepada orang yang memberikan keutamaan kepada sebagian anak anaknya dengan pemberian hadiah:”Bukankah akan membuatmu senang jika mereka dalam kebaikan itu sama. Berbuat adillah, wahai saudaraku, kepada anak anakmu dalam hal pemberian, hadiah, dan wasiat. Janganlah kamu mengharamkan warisan bagi salah seorang dari mereka yang memang sudah menjadi haknya. Bahkan kamu harus rela dengan apa yang telah diwajibkan dan ditentukan Allah.
Janganlah kamu terpengaruh oleh hawa nafsumu. Dan Jangan pula kamu cenderung memberikan perhatian yang lebih kepada sebagian ahli waris, Dengan tidak mempedulikan ahli waris lainnya dan tidak berlaku adil. Jika kamu melakukan hal tersebut, maka itu berarti kamu menyerahkan dirimu untuk masuk neraka. Betapa banyak kesalahan orang-orang yang menetapkan hartanya hanya untuk sebagian ahli waris sehingga memunculkan rasa dendam, ini, dengki, dan kemarahan di antara ahli waris.
Akhirnya mereka pergi ke pengadilan dan habislah harta mereka untuk para hakim dan pengacara. Dan ketahuilah bahwa seorang ayah tidak boleh mengistimewakan atau mengkhususkan salah satu anaknya dengan suatu hadiah kecuali dalam dua keadaan.”Husain bertanya,”Apakah itu ?”Syaikh menjawab,”Keadaan itu adalah:
Husain bertanya,”Lalu apa jalan keluarnya jika saya akan melakukan hal tersebut. Sebab, notarisnya akan datang besok ?”Syaikh menjawab,”Jalan keluarnya adalah kamu bertaubat kepada Allah dan jangan melakukan hal itu.”Husain berkata,”Saya beriman kepada Allah
Tulisan ini berdasarkan Buku Tahzdir Al-Kiram Min Mi'ah Bab Min Abwabil Haram (Terj. Uang Haram) Tulisan Ibrahim bin Fathi bin Abdul Al-Muqtadir
Syaikh berkata,”Sebagian orang sengaja memberikan perlakuan khusus kepada sebagian anak-anak mereka dengan memberikan hadiah hadiah dan pemberian dibandingkan saudaranya yang lain. Perbuatan ini diharamkan jika tidak memperoleh pembenaran ( alasan ) dari syara’.
Husain pun bertanya,”Lalu apa yang dianggap benar oleh syara’ itu ?”Syaikh menjawab,”Seperti memberikan salah satu kebutuhan anak yang tidak diberikan kepada anak lainnya seperti karena sakit, utang, atau memberikan biaya bonus kepadanya dalam kegiatannya menghafal Al-quran misalnya. Atau bisa juga karena anak tersebut tidak menemukan pekerjaan, atau mempunyai keluarga yang banyak, atau karena dia adalah pencari ilmu yang tidak mempunyai biaya dan lain sebagainya.
Bagi orang tua, ketika dia memberikan sesuatu kepada salah seorang anaknya karena alasan syar’i, maka dia hendaknya berniat untuk melakukan hal yang sama kepada anak yang lainnya. Ketika keadaan tersebut di atas terjadi kepada mereka, maka berikanlah sesuatu sebagaimana dia memberikannya kepada anak yang pertama. Dalil untuk hal tersebut adalah firman Allah:
أعدلوا هو أقرب للتقوى واتقوا الله
Berlaku adillah kalian, karena keadilan itu lebih dekat kepada ketakwaan, dan takutlah kepada Allah. ( QS. Al Ma'idah ( 5 ): 8 )Dari An-Nu'man bin Basyir ra., bahwasanya ayahnya datang bersamanya kepada Rasulullah, dia berkata:”Saya menghadiahkan budak yang saya miliki kepada anak ini.”Rasulullah bertanya: Ya Basyer, apakah kamu mempunyai anak lain selain ini ? Dia menjawab:”Ya.”Rasulullah bertanya: Apakah kamu juga menghadiahi mereka semua dengan seperti ini ? Dia menjawab:”Tidak”. Rasulullah berkata: Kalau begitu janganlah kamu bersaksi untukku karena aku tidak bersaksi kepada orang yang berlaku sewenang-wenang. (HR. Al-Bukhari ( 586 ), Muslim ( 1623 )
Orang yang melihat sebagian keadaan keluarga akan menemukan ada sebagian ayah yang tidak takut kepada Allah dengan mengutamakan sebagian anak-anaknya dengan hadiah. Ini berarti dia telah mengobarkan api dendam dan kemarahan pada sebagian saudaranya dan menanamkan permusuhan serta perselisihan di antara mereka.
Terkadang, kebanyakan anak-anak yang bernasib buruk dan mengalami kemiskinan tidak akan berbuat baik kepada ayahnya di masa yang akan datang. Rasulullah telah berkata kepada orang yang memberikan keutamaan kepada sebagian anak anaknya dengan pemberian hadiah:”Bukankah akan membuatmu senang jika mereka dalam kebaikan itu sama. Berbuat adillah, wahai saudaraku, kepada anak anakmu dalam hal pemberian, hadiah, dan wasiat. Janganlah kamu mengharamkan warisan bagi salah seorang dari mereka yang memang sudah menjadi haknya. Bahkan kamu harus rela dengan apa yang telah diwajibkan dan ditentukan Allah.
Janganlah kamu terpengaruh oleh hawa nafsumu. Dan Jangan pula kamu cenderung memberikan perhatian yang lebih kepada sebagian ahli waris, Dengan tidak mempedulikan ahli waris lainnya dan tidak berlaku adil. Jika kamu melakukan hal tersebut, maka itu berarti kamu menyerahkan dirimu untuk masuk neraka. Betapa banyak kesalahan orang-orang yang menetapkan hartanya hanya untuk sebagian ahli waris sehingga memunculkan rasa dendam, ini, dengki, dan kemarahan di antara ahli waris.
Akhirnya mereka pergi ke pengadilan dan habislah harta mereka untuk para hakim dan pengacara. Dan ketahuilah bahwa seorang ayah tidak boleh mengistimewakan atau mengkhususkan salah satu anaknya dengan suatu hadiah kecuali dalam dua keadaan.”Husain bertanya,”Apakah itu ?”Syaikh menjawab,”Keadaan itu adalah:
- Karena lemah atau sakit.
- Hendaknya dengan seizin ahli waris lainnya.
Baca juga: Penyelewengan Dokter Gigi
Husain bertanya,”Lalu apa jalan keluarnya jika saya akan melakukan hal tersebut. Sebab, notarisnya akan datang besok ?”Syaikh menjawab,”Jalan keluarnya adalah kamu bertaubat kepada Allah dan jangan melakukan hal itu.”Husain berkata,”Saya beriman kepada Allah
Tulisan ini berdasarkan Buku Tahzdir Al-Kiram Min Mi'ah Bab Min Abwabil Haram (Terj. Uang Haram) Tulisan Ibrahim bin Fathi bin Abdul Al-Muqtadir