Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Wasiat Kepada Ahli Waris

Hukum Wasiat Kepada Ahli Waris

Abdurrahim berkata,”Ya Syaikh, saya lihat kalau hal itu tidak bermasalah. Dan berdasarkan hal itu, saya adalah orang yang telah ditinggal oleh istriku, sebagaimana yang telah kamu ketahui. Darinya, saya tidak dikaruniai keturunan kecuali hanya anak perempuanku satu-satunya.

Di sisi lain, saya tidak mempunyai ahli waris selain dia dan saya tahu kalau dia tidak berhak memperoleh peninggalanku kecuali hanya setengahnya saja. Sedangkan yang setengahnya lagi akan diambil oleh saudara-saudaraku yang tidak pernah seorang pun dari mereka berada di sampingku walaupun hanya sehari saja hingga ketika saya sakit sekalipun, mereka tidak hadir di sisiku.

Bahkan, mereka kelihatan bergembira melihat musibah yang menimpaku. Lalu, bagaimana mungkin saya mengharamkan anak perempuanku satu-satunya, yang merupakan belahan hatiku, untuk memperoleh kebaikan dari ayahnya, sedangkan di sisi lain orang yang tidak berhak memperoleh apa-apa bersenang senang ( dengan peninggalanku ) dan kami juga tidak melihat kebaikan dari mereka dari hari ke hari ?”

Syaikh bertanya,”Lalu apa yang telah kamu lakukan ?”Abdurrahim menjawab,”Saya menulis surat wasiat untuknya dimana dalam surat tersebut saya mewasiatkan kalau harta peninggalanku yang setengah lagi diberikan kepadanya.”Syaikh berkata,”Yang pertama, saya ingin mengomentari ucapanmu yang mengatakan kalau mengutamakan sebagian anak-anak dengan pemberian dari sebagian yang lain adalah tidak apa-apa”. Untuk hal ini saya ingin mengatakan bahwa ucapan ini adalah ucapan yang sangat berbahaya darimu yang dapat menyeretmu dalam kebinasaan. Sebab, itu berarti penolakan secara terang-terangan terhadap nash yang sempurna dan menentang nash yang jelas dengan pendapat yang rusak dan jelek. sebagaimana Allah telah berfirman tentang orang orang yang menolak keberadaan nash. Sebagaimana firman Allah:

Maka bendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cubaan atau ditimpa azab yang pedih. ( QS. An-Nür ( 24 ): 63 )

Allah juga berfirman:

Maka demi Rabbmn, meka ( pada hakikatnya ) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam bati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. ( QS. An-Nisa’ ( 4 ): 65 )

Allah menjelaskan bahwa jika Dia dan Rasul-Nya memutuskan suatu masalah dengan suatu keputusan maka seorang mukmin tidak boleh menolak keputusan itu selamanya. Barang siapa yang menentang keputusan itu maka dia telah jatuh dalam kesesatan dan penyimpangan. Allah berfirman:

Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak ( pula ) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan watu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan yang lain ) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka blah dia telah sesat, sesat yang nyata. ( QS. Al-Ahzab ( 33 ): 36 )

Allah juga menjelaskan bahwa barang siapa yang menerima hukum Allah karena sesuai dengan hawa nafsunya dan menolaknya karena bertentangan dengan hawa nafsunya, itu adalah salah satu tanda kemunafikan seseorang. Allah berfirman dalam surat An-Nür ( 24 ) ayat yang ke-48 sampai dengan ayat yang ke-50 )

Kemudian Allah menetapkan bahwa jika rasa keimanan melekat dalam jiwa dan bercampur dengan keceriaan, pada saat itu seorang mukmin tidak mungkin dapat menolak perintah Allah dan Rasul Nya. Allah berfirman dalam surat  An-Nür ( 24 ) ayat 51.

Allah juga menjelaskan bahwa bersikap tunduk dan melaksanakan perintah Nya. Sikap itu menjadi sebab memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Allah berfirman:

Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada bertakwa kepada Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan ( QS. An-Nür ( 24 ): 52 )

Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah, ya Ustadz Abdur rahim. Janganlah kamu mengucapkan perkataan seperti itu lagi. Sebab, sebagaimana yang telah saya sebutkan kepadamu bahwa hal itu dapat menyeretmu ke dalam kebinasaan dan dikhawatirkan keimananmu akan hancur karena itu.”

Adapun ucapanmu tadi yang mengatakan kalau kamu menuliskan wasiat bahwa setengah harta peninggalanmu yang lain lagi diberikan kepada anak perempuanmu satu-satunya, meskipun dia adalah ahli waris satu-satunya bagi kamu maka ucapan ini lebih berbahaya lagi dari penentanganmu yang sebelumnya.

Bahkan ini bisa dianggap sebagai penyimpangan yang jelas terhadap Allah dan Rasul-Nya.”“Bagaimana bisa ?”tanya Abdurrahim. Syaikh menjawab,”Sebab yang mengatur pembagian waris itu sendiri adalah Allah. Allah tidak ridha pembagian waris diputuskan oleh seorang raja, tidak juga oleh seorang Nabi ataupun yang lainnya. Tetapi, Dia memutuskan dan membagi ketentuan waris itu sendiri dengan hikmah Nya. Allah telah memberikan hak kepada setiap orang sesuai dengan haknya. Rasulullah bersabda:

Sesungguhnya Allah telah memberikan hak kepada setiap orang yang mempunyai hak. Maka, tidak ada wasiat bagi ahli waris.” (HR. Ibnu Majah)

Setiap orang yang berusaha melakukan tipu muslihat dengan wasilah wasilahnya ( media ) yang batil ( tidak benar ) dengan mengharamkan pemberian kepada orang yang berhak dan memberikan kepada orang yang tidak berhak, itu berarti telah menentang dan menyimpang dari hukum Allah dan dia berhak memperoleh siksa-Nya, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah dalam surat Al-Mujadilah ( 58 ) ayat yang ke-5 ) Dan juga firman Allah surat yang sama ayat yang ke-20.

Tetapi yang wajib dilakukan oleh setiap orang muslim yang beriman dan berakal sehat adalah membiarkan peninggalannya -setelah dia wafat dibagi sesuai dengan hukum Allah. Barang siapa yang mengubah wasiat itu setelah kematiannya, Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah ( 2 ) ayat181.

Janganlah menyengsarakan diri sendiri dengan mengumpulkan harta ini di dunia dan mengharamkan orang yang berhak menerima harta tersebut setelah kematiannya sehingga dia pun akan disiksa di akhirat karena harta itu.

Dengan demikian, harta itu menjadi sebab kehancurannya di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang berusaha menulis wasiat untuk salah seorang ahli warisnya, kami ingin mengatakan kepadanya kalau wasiat tersebut batal ( tidak berlaku ).

Sebab Allah telah memberikan hak kepada orang yang menerima wasiat tersebut. Oleh karena itu, jadikanlah wasiat ini untuk orang yang berhak. Kemudian jika kamu khawatir terhadap keadaan putrimu, setelah kematianmu, sesungguhnya Allah telah memberikan sarana keamanan kepadamu di mana sarana tersebut akan menjaga putrimu dari orang-orang yang kamu khawatirkan akan mengganggunya...”Apakah sarana itu ?”tanya Abdurrahim. Syaikh menjawab,”Sarananya adalah bertakwa kepada Allah. menjauhi segala larangan-larangan-Nya dan berkata serta berbuat yang benar. Allah berfirman dalam surat An-Nisa’ ( 4 ) ayat 9.

Tumbuhkanlah perasaan takut kepada Allah pada dirimu dan anak perempuan kamu. Janganlah kamu berkata kecuali hanya kebaikan. Semoga dengan itu semua, Allah akan menjaga anak perempuanmu setelah kamu meninggal dunia.”

“Jadi, bagaimana pendapatmu ya Syaikh. Apa yang harus saya lakukan ?”tanya Abdurrahim. Syaikh menjawab,”Menurut pendapatku, hendaknya kamu membuat wasiat yang dibolehkan dan cukuplah anak perempuanmu memperoleh setengah dari harta peninggalanmu.”

Abdurrahim bertanya,”Jadi, kepada siapa saya berwasiat ?”Syaikh menjawab,”berwasiatlah kepada orang yang kamu sukai.”“Apakah sah membuat wasiat untuk pencari ilmu syar'i ?”tanya Abdurrahim. Syaikh menjawab,”Yah, terserah kamu.”Abdurrahim berkata,”Semoga berada dalam keberkahan Allah.”“Kamu berniat apa ?”tanya Syaikh.

Kutipan Tulisan ini berasal dari kitab Tahzdir Al-Kiram Min Mi'ah Bab Min Abwabil Haram (Terj. Uang Haram) buah tangan dari Ibrahim bin Fathi bin Abdul Al-Muqtadir