Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Istri Yang Mengambil Uang Suaminya, Bolehkah...?

Istri Yang Mengambil Uang Suaminya, Bolehkah...?

Abdurrahim berkata,”Tapi Syaikh, saya mempunyai masalah yang ingin saya ketahui hukumnya supaya saya dapat menyampaikannya kepada orang-orang yang ada di sekelilingku.”“Masalah apa itu ?”tanya Syaikh.

Abdurrahim berkata,”Yaitu masalah istri yang mengambil uang dari saku suaminya, padahal suaminya memberi nafkah kepadanya dan kepada anaknya dan itu dilakukan tanpa sepengetahuan sang suami. Atau mengambil uang sang suami melebihi kebutuhannya pada saat sang suami tidak memberi nafkah kepadanya. Bukankah untuk masalah ini ada aturan dari syara ?”tanya Abdurrahim.

Baca juga: Wasiat Masalah Harta Warisan

Syaikh menjawab,”Ketahuilah olehmu -semoga Allah memberkatimu dan oleh para wanita yang melakukan hal ini bahwasanya seorang istri tidak boleh mengambil sedikit pun harta sang suami tanpa sepengetahuannya. Sebab, Allah mengharamkan hamba-Nya mengambil harta orang lain.

Hal itu juga diumumkan oleh Rasulullah pada saat haji wada’ ( haji perpisahan ) di mana pada saat itu Rasulullah bersabda: Sesungguhnya darah kalian, barta kalian, barang-barang kalian itu haram ( diambil oleh sebagian ) kalian sebagaimana haramnya bari kalian ini, dalam bulan kalian ini, dan dalam negara kalian ini.

Ingatlah, bahwa aku telah menyampaikannya. Akan tetapi jika suaminya bakhil, di mana dia tidak memberikan nafkah yang cukup kepada anaknya, maka bagi sang istri boleh mengambil harta suaminya sesuai dengan kadar nafkah yang dibutuhkan olehnya dan oleh anak-anaknya saja, tidak boleh lebih.

Baca juga: Hukum Wasiat

Hal ini berdasarkan hadis tentang Hindun binti Utbah, istri Abu Sufyan, yang datang kepada Rasulullah Hindun berkata,”Ya Rasulullah, Abu Sufyan itu adalah laki-laki yang bakhil. Dia tidak memberikan nafkah yang dapat mencukupi kebutuhanku dan anak-anakku kecuali saya mengambil harta tersebut darinya tanpa sepengetahuan dirinya.”Rasulullah berkata “خذي ما يكفيك وو ندك بالمعروف” Ambillah harta yang dapat mencukupi kebutuhanmu dan anakmu dengan cara yang baik Oleh karena itu, kami berpendapat bahwa seorang istri tidak boleh mengambil uang dari saku sang suami tanpa sepengetahuannya kecuali dalam dua kondisi.”

Apa itu ?”tanya Abdurrahim, Syaikh menjawab,”Yang pertama, jika sang suami kikir dan tidak mau menafkahi kebutuhan istri dan anaknya secara cukup. Kedua, sang istri tidak boleh mengambil uang tersebut melebihi kebutuhannya. Jika dia mengambil uang tersebut melebihi kebutuhannya maka itu tidak boleh. Walaupun sang istri boleh mengambil uang sang suami untuk memenuhi kebutuhan dia dan anaknya dengan cara yang baik tanpa sepengetahuan sang suami, namun kami melihat kalau perbuatan ini harus dikontrol dengan aturan-aturan syara”Aturan-aturan para seperti apa itu ?”tanya Husain. Syaikh berkata,”Yaitu:
  1. Sang suami tidak memberi nafkah yang cukup kepadanya. Jika sang suami telah memberikan nafkah yang cukup kepadanya, tidak boleh mengambil uang sang suami.
  2. Tidak boleh mengambil melebihi batas kebutuhannya dan kebutuhan anaknya.
  3. Ketika mengambil uang tersebut hendaknya tidak diketahui oleh anak-anak. Sebab ditakutkan pikiran mereka tidak dapat memahami apa yang sedang dilakukan oleh sang ibu. Jika itu terjadi, mereka akan menyangka kalau ibu telah mencuri dari uang saku ayahnya sehingga akhirnya pun mereka berani melakukan pencurian dengan cara mengambil uang saku sang ayah.
  4. Jika sang suami memahami dan mengetahui masalah ini ( merasa telah kehilangan uangnya ) dan dia berupaya untuk mencari tahu siapa yang melakukannya karena timbul kekhawatiran darinya kalau anak-anak merekalah yang mengambil uang tersebut, sang istri tidak boleh tidak harus mengaku kalau dialah yang sebenarnya mengambil. Hal ini dilakukan supaya tidak timbul keraguan dan buruk sangka di antara anggota keluarga yang dapat menghancurkan kehidupan rumah tangga.
  5. Sang istri tidak boleh mengambilnya kecuali jika memang dalam keadaan yang benar-benar mendesak ( darurat ). Dia tidak boleh mengambil setiap kali merasa butuh ( walaupun sebenarnya hanya kebutuhan sepele ) supaya dia tidak menjadi terbiasa melakukan hal tersebut sehingga berubah menjadi kebiasaan yang tidak dapat dihilangkan.
Pada sisi lain, kami ingin mengatakan kepada sang suami bahwa jika kamu memahami dan mengerti kejadian ini, selama hal tersebut tidak melebihi batas dan tidak mengganggu atau mencemaskan sehingga dapat memalingkan perhatianmu maka hendaknya kamu pura-pura tidak mengetahui perbuatan tersebut.

Hal ini demi untuk menjaga keharmonisan rumah tangga dan menjaga cinta sang istri. Kamu tidak boleh memperhatikan dan menyelidikinya setiap waktu. Sebab orang-orang Arab itu merasa bangga jika ada seorang laki-laki yang meletakkan sejumlah besar hartanya di sudut rumah dan dia tidak bertanya siapa orangnya yang keluar masuk di rumahnya hingga anggota keluarganya pun bertanya kepadanya.

Dulu, seorang Arab bertanya,”Siapa orang yang paling berakal di antara manusia ?”Mereka menjawab,”Orang yang tahu tapi pura-pura lupa.”Berikanlah hartamu kepada keluargamu dengan cukup supaya perasaan kasih sayang menjadi abadi dan sang istri tidak boleh mengambil harta suaminya itu hanya untuk dirinya sendiri, tetapi untuk kebutuhan biaya hidup keluarganya disebabkan kebakhilan sang suami.

Ringkasan Pelanggaran-Pelanggaran yang Terjadi di Rumah Tangga

Allahu Akbar, Allahu Akbar Sampai di sini, sang Syaikh mengajak para tamunya melakukan salat Isya’. Syaikh berkata,”Mari kita menunaikan salat Isya’ supaya ketika pulang nanti, kita dapat makan malam.”Maka, semuanya keluar menuju masjid untuk menunaikan salat Isya’. Ketika mereka sedang berada di perjalanan menuju masjid, tiba-tiba Ammar berkata,”Masya Allah, ya Syaikh, hari ini engkau telah menerangkan tentang keharaman:
  1. Melakukan sihir.
  2. Memberikan pemberian yang tidak adil di antara anak-anak.
  3. Wasiat kepada ahli waris.
  4. Berwasiat melebihi sepertiga harta peninggalan.
  5. Hal-hal yang membahayakan dalam wasiat.
  6. Perempuan yang mengambil uang dari saku suaminya tanpa sepengetahuan sang suami. Syaikh berucap,”Alhamdulillah.”