Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Mengambil Uang Sisa Pembelian Barang Titipan

Hukum Mengambil Uang Sisa Pembelian Barang TitipanKetika mereka sedang berbincang-bincang, tiba-tiba salah seorang konsumen masuk, dia ingin membeli kulkas. Ketika masuk, konsumen itu mengucapkan salam,”As-Salamu'alaikum.”Semua yang ada di situ menjawabnya dengan mengatakan,”Wa ' alaikum salim warahmatullahi wabarakatuh.”


“Bagaimana kabar kalian semua, semoga setiap tahun kalian selalu dalam keadaan baik,”kata konsumen itu. Faishal berkata,”Dengan nikmat Allah, kami dalam keadaan baik. Dan semoga kamu selalu dalam keadaan sehat wal afiat dan selalu dalam perlindungan Allah. Selamat datang.”

”Semoga Allah memberkati kalian. Kami ingin membeli kulkas merek Nasional, apakah ada ?”tanya konsumen itu. Faishal menjawab,”Selamat, apa yang kamu inginkan ada pada kami. Namun walaupun tidak ada, kami akan mencarinya keluar dan membawakan apa yang kamu inginkan kepadamu. Kami menurut saja, terserah perintahmu.”

Konsumen berkata,”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan.”Faishal mempersilakan,”Mari silakan. Ini dia ruangan khusus untuk inginkan.”kulkas. Silakan lihat-lihat supaya kamu dapat memilih apa yang kamu Semoga Allah memberkatimu,”kata sang konsumen. Kemudian konsumen tersebut masuk, berkeliling dalam ruangan itu untuk melihat-lihat kulkas apa saja yang ada dalam perusahaan itu hingga akhirnya pilihannya jatuh pada kulkas merek Nasional ukuran empat belas kaki dengan dua pintu. Konsumen itu berkata,”Masya Allah, La haula wala quwwata illa billah. Maaf, kalau boleh bertanya, berapa harga kulkas ini, ya Ustadz Faishal.”Faishal menjawab,”Tidak mahal, insya Allah harganya murah.”Konsumen berkata lagi,”Semoga Allah selalu menjagamu dan mencukupkanmu dengan kebaikan.”Faishal menjelaskan,”Kulkas ini harganya 2.500 pound.”

“Kalau untuk saya berapa ? Sayakan konsumen tetap di toko ini ?”tanya konsumen itu. Faishal menjawab,”Kulkas jenis ini mempunyai penawaran harga khusus ( diskon ) untuk waktu tertentu. Dan yang saya sebutkan tadi adalah harga terendah.”Konsumen berkata,”Saya, ya Ustadz Faishal, adalah orang yang berbeda dengan yang lainnya.

Baca juga: Riba Fadhl Yang Banyak Dilakukan Petani

Sebagaimana yang sudah saya katakan sebelumnya, saya adalah konsumen tetap di toko ini. Dan ini bukan pertama kali saya datang ke sini, bukankah kamu mengenalku ?”tanya konsumen.”Kami menurutimu. Dan tentu saya mengenalmu. Kamu adalah Ustadz Muhammad, bukan begitu ?”tanya Faishal.”Ya,”jawab Muhammad. Faishal berkata lagi,”Penawaran terakhir, kulkas ini harganya 2.400 pound buat kamu.”Sambil melirik kepada sang Syaikh, Muhammad berkata,”Ya Syaikh, katakan sesuatu kepadanya supaya dia dapat menghormati kami walau pun hanya sedikit.”Syaikh pun berkata,”Ya Ustadz Faishal, kurangi seratus lagi buat kami hingga harganya menjadi 2,300 pound saja.”Faishal menjelaskan,”Ya Syaikh, kalau caranya seperti ini, kami akan rugi.”

“Tidak ada ruginya, tidak apa-apa. Kami akan memohon kepada Allah untuk memberikan keutamaan-nya kepadamu,”kata Syaikh. Faishal berkata,”Ya Syaikh, saya tidak dapat menolak ucapanmu walaupun hanya satu kalimat. Karena itu, sebagaimana yang kamu katakan, kulkas ini harganya 2.300 pound. Ya tuan Muhammad, baiklah, kulkas ini harganya dua 2.300 pound.”“Ya Ustadz Muhammad, tetapi kami juga mempunyai kulkas dengan ukuran delapan belas kaki dengan mereka yang sama dan mutunya bagus sekali. Namun harganya tidak bisa ditawar-tawar, yaitu sekitar 2900 pound”kata Ustadz Faishal.

Baca juga: Hukum Sumpah Palsu Dalam Jual Beli

Muhammad berkata,”Saya tidak membeli kulkas ini untuk diri saya sendiri, sebab alhamdulillah, saya sudah punya kulkas. Akan tetapi kulkas ini untuk teman saya, Sufyan, yang sedang mempersiapkan perkawinannya. Namun saat ini dia sedang berada di luar negeri. Oleh karena itu, dia mengirimkan saya 2.500 pound untuk membeli kulkas.”Muntashir meminta kejelasan,”Jadi, kita akan membagi rata harga yang selebihnya, untuk kamu seratus dan untuk saya seratus.”“Benar, dan ini menjadi uang yang halal buatku,”kata Muhammad.”Apakah bicaramu itu benar ?”tanya Syaikh.

Muhammad bertanya,”Ya demi Allah, kenapa ? Bukankah ini berkat usaha dan kesungguhanku ? Sahabatku tahu kalau harga kulkasnya dua ribu lima ratus pound. Oleh karena itu, dia mengirimkan 2.500 pound jaga kepadaku untuk membeli kulkas. Dan dengan pengalamanku, saya berusaha agar harganya tidak segitu. Dan saya dapat menghemat ( menguranginya ) 200 pound. Karena itu, lebihnya ini halal buatku.”

“Ulama siapa yang mengatakan hal seperti ini kepadamu ?”tanya Syaikh. Muhammad menjawab,”Dalam masalah seperti ini tidak memerlukan ulama ataupun yang lainnya. Simpan saja komentarmu. Gambaran seperti ini sudah sangat terang sekali bagaikan terangnya sinar matahari di siang bolong, Laki-laki yang memberikan kepercayaan kepadaku untuk membelinya mengetahui harganya dan tanpa diragukan sedikit pun, dia rela dengan harga tersebut. Lalu, saya yang membelikan kulkas itu buatnya dengan seluruh ciri-ciri yang dia inginkan.

Jadi, dia tidak dapat campur tangan dengan menanyakan berapa saya membeli kulkas tersebut, walaupun dengan harga 1.000 pound saja. Dia hanya berhak memperoleh kulkas itu saja. Syaikh berkata,”Semoga Allah memberkatimu. Ketahuilah bahwa sejumlah uang kelebihan yang ada padamu itu tidak halal bagimu. Sebab, kedudukanmu itu hanya sebagai wakilnya saja untuk membelikan kulkas ini. Dan kedudukan wakil, sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama, itu bertindak untuk kemaslahatan dan keuntungan yang mewakilkan. Maka dari ini, sang wakil ndak boleh mengambil sejumlah uang lebihan yang diperoleh dari selisih perbedaan harga barang.”“Ya Syaikh, kekerasan macam apa ini.

Saya sudah bilang kepadamu bahwa uang lebihan ini ada karena diperoleh dengan usaha dan itibad saya. Jikalau pemilik uang ini ada di sini sekarang, maka saya akan membeli kulkas ini dengan harga 2.500 pound. Kemudian apa dalil yang mengatakan bahwa uang lebihan ini haram bagi saya ?”tanya Muhammad.

Syaikh menjawab,”Semoga Allah memberkatimu. Ketahuilah bahwa hukum-hukum gara ' tidak bisa dikiaskan dengan akal dan pendapat-pendapat orang. Sebab, jika kita melihat hukum para dari perspektif akal kita yang mempunyai kemampuan terbatas, tentu kita sudah banyak menolak hukum-hukum yang berada dalam kitabullah dan hukum yang ada dalam sunah Rasul-Nya.

Sunah Rasul sudah mene tapkan bahwa jika seorang wakil berusaha membeli barang dengan harga yang lebih rendah dengan harga yang telah ditentukan sebelumnya oleh orang yang mewakilkan, maka sang wakil tersebut tidak berhak untuk mengambil sejumlah uang dari kelebihan harga tersebut. Adapun dalil dari sunah Nabi tentang hal tersebut adalah:

”Bahwasanya Rasulullah memberikan uang satu dinar kepada Urwah bin Al-Ju'di Al-Bariqi. Beliau berkata: Belikan untuk kami satu kambing dengan uang itu. Urwah berkata: Lalu saya menerima uang tersebut dan membeli dua kambing dengan uang satu dinar itu. Kemudian saya membawa kedua kambing tersebut dengan menariknya. Di tengah jalan, saya bertemu dengan seorang laki-laki. Dia menawar kambing yang saya bawa. Maka saya menjual satu kambing itu kepadanya dengan harga satu dinar. Lalu saya memberikan satu dinar dan satu kambing tersebut kepada Rasulullah. Saya berkata:”Ya Rasulullah, ini satu dinar kamu dan ini satu kambing kamu.”Rasulullah bertanya: Bagaimana kamu bisa membuatnya menjadi seperti ini ? Maka saya menceritakan kejadian tersebut kepada beliau. Lalu beliau bersabda: Ya Allah, berkahilah dia dalam transaksi dengan tangan kanannya. (HR. Al-Bukhari )

Nah kamu lihat ijtihad Urwah di atas yang membeli dua kambing dengan uang satu dinar yang diberikan Rasulullah kepadanya. Kemudian dia menjual salah satu kambing tersebut dengan harga satu dinar lalu memberikan uang satu dinar dan satu kambing itu kepada Rasulullah. Di sini, Urwah tidak memperbolehkan dirinya untuk mengambil satu dinar hasil penjualan kambing itu, karena dia tahu kalau dia bertindak untuk keuntungan dan kemaslahatan orang yang mewakilkannya.”

Muhammad berkata,”Ya Syaikh, Urwah tidak mengambil uang satu dinar itu karena ke-waraan-nya ( ketulusannya ). Akan tetapi, bagaimana pun juga, uang itu adalah menjadi haknya.”Syaikh menegaskan,”Tumbuhkanlah rasa takwa dalam dirimu. Apakah boleh bagi utusan Rasulullah melakukan penyimpangan dengan menurunkan kekayaan dan mengurangi hak makhluk Allah yang adil, yaitu Rasulullah, untuk kemudian menghalalkan harta yang bukan miliknya bagi dirinya, padahal orang lain menjauhi perbuatan seperti itu.

Subhanallah, ini adalah kedustaan besar yang dapat mencela keimanan sahabat Rasulullah jika dia masih tetap bersikeras melaku kannya setelah diterangkan kalau perbuatan seperti itu adalah salah. Kemudian, dalam kaidah ushul fikih dijelaskan bahwa tidak boleh mengakhirkan penjelasan suatu hukum ketika hukum itu diperlukan oleh manusia.

Dengan alasan inilah Rasulullah, yang dalam kehidupan ini tidak mempunyai kepentingan apa-apa selain untuk mengajari manusia apa yang diperbolehkan dan apa yang tidak diperbolehkan bagi mereka, diutus.”

“Ya Syaikh, maksud kamu jumlah uang kelebihan itu tidak halal bagi saya ?”tanya Muhammad. Syaikh menjawab,”Tentu, keadaan ini tidak halal bagi kamu kecuali dengan ridha pemilik kulkas karena sabda Rasulullah:

Tidak halal barta seorang muslim kecuali dengan tindakan yang baik darinya. (HR. Abu Daud).

Jika pemilik uang tersebut dengan rela memberikan sejumlah uang lebihan itu kepadamu, maka itu halal bagimu. Jika tidak rela, maka kamu tidak boleh mengambil uang itu.”Muhammad berkata,”Segala masalahnya saya serahkan kepada Allah, insya Allah.”“Semoga Allah memberkatimu,”kata Syaikh menanggapi.

Tulisan ini adalah kutipan Dari Buku Tahzdir Al-Kiram Min Mi'ah Bab Min Abwabil Haram (Terj. Uang Haram) yang ditulis oleh Ibrahim bin Fathi bin Abdul Al-Muqtadir