Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ilmu Qira'at dan Sejarah Perkembangannya

Ilmu Qira'at dan Sejarah Perkembangannya

Sebagaimana kita ketahui bahwa penduduk kota-kota besar (para tabi'in) membaca Al-Qur'an berdasar kepada mushhaf yang dikirimkan kepada mereka. Di samping itu mereka mempelajari Al-Qur'an dari para sahabat yang menerima Al-Qur'an dari Rasul. Kemudian mereka mengem bangkannya ke dalam masyarakat sebagai ganti para sahabat.

Sahabat-sahabat Nabi terdiri dari beberapa golongan. Tiap-tiap golongan itu mempunyai lahjah (bunyi suara atau sebutan) yang ber lainan satu sama lainnya. Memaksa mereka menyebut pembacaan atau membunyikannya dengan lahjah yang tidak mereka biasakan, suatu hal yang menyukarkan. Maka untuk mewujudkan kemudahan, Allah yang Maha Bijaksana menurunkan Al-Qur'an dengan lahjah-lahjah yang biasa dipakai oleh golongan Quraisy dan oleh golongan-golongan yang lain di tanah Arab.

Oleh karena demikian, Al-Qur'an mempunyai beberapa (macam) dialek. Dialek yang biasa dipakai di tanah Arab, ada tujuh. Di samping itu ada beberapa dialek lagi. Sahabat-sahabat Nabi menerima Al-Qur'an dari Nabi menurut dialek bahasa golongannya. Dan masing masing mereka meriwayatkan Al-Qur'an menurut dialek mereka sendiri.

Demikian kata sebagian ahli ilmu yang berpendapat bahwa ber lainan qira'at diterima dari wahyu. Sebagian ahli tahqiq berpendapat bahwa berlainan qira'at itu bukan diterima dari wahyu tetapi akibat per bedaan lahjah (dialek) yang disebut oleh masing-masing golongan Arab. Para ahli di Madinah ialah Ibnu Musayyab, Urwah, Salim, Umar ibn Abd al-Aziz, Sulaiman ibn Yassar, Atha ' ibn Yassar, Mu'adz ibn al Harits yang terkenal dengan nama Mu'adz al-Qari, Abd ar-Rahman ibn Hurmuz ibn Al-A'raj, Ibnu Syihab az-Zuhry, Muslim ibn Jundub dan Zaid ibn Aslam.

Pemuka-pemuka qira'at yang terkenal di Makkah ialah Ubaid ibn Umar, Atha ', Thaus, Mujahid, Ikrimah dan Ibnu Abi Mulaikah. Pemuka-pemuka qira'at yang terkenal di Kufah ialah Alqamah, Al Aswad, Ubaidah, Amer ibn Syurahbil, Al-Harits ibn Qais, Ar-Rabi ' ibn Khatsam (Khutsaim), Amer ibn Maimum, Abu Abd ar-Rahman as Sulaimiy, Zirr ibn Hubaisy, Ubaid ibn Nudhailah, Abu Zur'ah ibn Amer ibn Jarit, Sa'id ibn Jubair, Ibrahim an-Nakha'y dan Asy-Sya'by.

Dan yang terkenal di Bashrah ialah Amir ibn Abd al-Qais, Abd al Aliyah, Abu Raja, Nashar ibn Ashim, Yahya ibn Ya'mura, Mu'adz, Jabir ibn Zaid, Al-Hasan, Ibnu Sirin dan Qatadah. Yang terkemuka di Syam ialah Al-Mughirah ibn Abi Syihab al Makhzumy, seorang murid Utsman ibn Affan dalam soal qira'at dan Khulaid ibn Sya'ab teman Abu Darda '.

Sesudah itu bangunlah segolongan ulama yang membulatkan tenaganya untuk mempelajari qira'at sehingga mereka menjadi pemuka pemuka gira'at yang dianggap dan dipercayai. Oleh karena mereka hanya kepada mereka. semata-mata membulatkan tenaganya untuk qira'at dihubungkan qira'at ibn Nashah dan Nafi ibn Abi Nu'aim. Ahli qira'at di Madinah ialah Abu Ja'far Yazid ibn Al-Qa'qa, Syaiban ibn Qais al-A'raj dan Muhammad ibn Muhaishin.

Ahli qira'at di Makkah ialah Abdullah ibn Katsir al-Makky, Humaid Ahli qira'at di Kufah ialah Yahya ibn Watshab, Ashim ibn Abi An Nujud al-Asady, Sulaiman al-Amasy, Hamzah ibn Habib az-Zauyat, Ali ibn Hamzah al-Kisa'y, seorang yang terkenal pula dalam ilmu nahwu.

Dan ahli qira'at di Bashrah ialah Abdullah ibn Ishaq, As-Sail ibn Umar, Abu Amer ibn Al-Ala, Ashim al-Jahar Ya'qub ibn Ishaq al-Hadhramy. Ahli qira'at di Syam (Damascus) ialah Abdullah ibn Amir al-Yahshaby, Athiyah ibn Qais al-Kilaby dan Syuraih ibn Yazid al-Hadhramy.

Sesudah para qurra ini berlalu timbullah qurra-qurra yang lain yang kian hari kian banyak. Maka ada di antara mereka yang mempunyai keteguhan tilawahnya, masyhur, mempunyai riwayat dan dirayah dan ada di antara mereka yang hanya mempunyai sesuatu sifat saja dari sifat-sifat tersebut. Karena itu timbullah perselisihan yang banyak dan hampir-hampir kebathilan mempengaruhi kebenaran.

Untuk menghindarkan umat dari kekeliruan, ulama-ulama besar berusaha menerangkan mana yang hak, mana yang batal, mengumpul kan haraf dan qira'at dan membedakan antara riwayat yang masyhur dan riwayat yang syadz, antara yang shahih dan yang tidak.

Maka segala qira'at yang dapat disesuaikan dengan bahasa Arab dan dapat disesuaikan dengan salah satu Mushhaf Utsmany, serta sah pula sanadnya, dipandang qira'at yang benar masuk ke dalam qira'at tujuh. Baik diterimanya dari imam yang tujuh, maupun diterimanya dari imam yang sepuluh, ataupun dari yang lain.

Qari Tujuh dan Qari Sepuluh

Dan yang dipandang ahli qira'at tujuh di antara nama-nama yang telah tersebut ialah :
  1. Nafi ibn Nu'aim al-Madany, maha guru qira'at di Madinah.
  2. Abdulah ibn Katsir al-Makky, maha guru qira'at di Makkah.
  3. Abu Amer ibn Al-Ala, maha guru qira'at di Basrah.
  4. Abdullah ibn Amir al-Yashaby, maha guru qira'at di Damascus.
  5. Ashim al-Asady, maha guru qira'at di Kufah.
  6. Hamzah ibn Habib az-Zayyat, maha guru qira'at di Kufah.
  7. Ali ibn Hamzah al-Kisa'y, maha guru qira'at di Kufah.

Di samping itu ada lagi tiga ahli qira'at, yaitu :
  1. Abu Ja'far Yazid ibn Qa'qa al-Madany.
  2. Ya'qub ibn Ishaq al-Hadhramy.
  3. Khalaf ibn Hisyam ibn Thalib al-Makky.
Riwayat tujuh lebih kuat sanadnya dari pada yang tiga ini. Selain daripada itu, dipandang syadz seperti qira'at Muhammad ibn Abd ar Rahman, Yahya ibn Al-Mubarak, Hasan ibn Abi Al-Hasan dan Al-A'masy. Sebab-sebabnya maha guru yang tujuh itu lebih populer qira'at-nya, karena qira'at-nya dapat disesuaikan dengan mushhaf Utsman.

Kesemua beliau ini adalah dari ahli abad kedua Hijrah. Dan timbul nya kekacauan dalam qira'at adalah di permulaan abad ketiga. Imam qira'at yang mula-mula menyaring, menapis dan memeriksa jalan-jalan qira'at ialah Abu Ubaid al-Qasim ibn Salam, wafat tahun 224 H. Sesudah itu Ahmad ibn Jubair ibn Muhammad al-Kufy, wafat pada tahun 258 H. Sesudah itu Isma'il ibn Ishaq al-Maliky teman Qalun, wafat pada tahun 282 H. Sesudah itu Ibnu Jarir ath-Thabary, wafat pada tahun 310 H. Sesudah itu bangunlah beberapa ahli lagi.

Di antaranya yang terkenal Abu Amer Utsman ibn Sa'id ad-Dany, wafat pada tahun 444 H. dan Asy-Syathiby yang meninggal pada tahun 590 H. di Kairo.
  • Qira'at Nafi ' diriwayatkan oleh Qalun dan Warasy.
  • Qira'at Ibnu Katsir diriwayatkan oleh Al-Bazzy dan Qumbul.
  • Qira'at Abi Amer diriwayatkan oleh Ad-Daury dan oleh As-Susy.
  • Qira'at Ibnu Amir diriwayatkan oleh Hisyam dan oleh Ibnu Zakwan.
  • Qira'at Ashim diriwayatkan oleh Khalaf dan Khallad.
  • Qira'at Kisa'y diriwayatkan oleh Abd al-Harits dan Ad-Daury.
  • Qira'at Abu Ja'far diriwayatkan oleh Isa ibn Wardan dan Ibnu Jammaz.
  • Qira'at Ya'qub diriwayatkan oleh Ruwais dan Rauh.
  • Qira'at Khalal diriwayatkan oleh Ishaq al-Warraq dan Idris.

Sejarah telah mencatat bahwa pada permulaan abad yang kedua Hijrah mulailah qira'at ini menjadi suatu ilmu yang berdiri sendiri.

Contoh Perbedaan Qira'at dalam Surat Al-Fatihah

Diterangkan oleh Abu Muhammad Makky dalam kitab Ibtanah tentang perselisihan imam-iman yang masyhur yang selain dari iman tujuh dalam membaca surat Al-Fatihah:
  • Ibrahim ibn Abi Abalah membaca alhamdu lullahi (dengan mendepankan lam pertama).
  • Al-Hasan al-Bisry membaca alhamdilillah (dengan mengkasrah kan dal).
  • Abu Shaleh membaca malika yaumiddin (dengan memanjang kan mim pada kalimat ma dan menashabkan kalimat mahika atas dasar munada).
  • Abu Haiwah membaca malika (dengan tidak memanjangkan mim dan menashabkan malika atas dasar munada).
  • Al-Khalil ibn Ahmad membaca ghairal maghdhubi (di ataskan baris ra).
  • Ayyub as-Sakhatayany membaca waladhdha allin (Alif sesudah dha dijadikan hamzah berbaris di atas).
Baca juga: Sejarah Perkembangan Tafsir

Dalam kitab Al-Lawamih susunan Abu Fadhel ar-Razy terdapat :
  • Zaid membaca alhamda lillahi.
  • Al-Hasan membaca alhamda lallahi.
  • Abu Zaid ibn Said membaca rabbal ' alamin dan rabbul ' alamin.
  • Al-Kisa'y membaca maliki dengan imalah.
  • Ashim membaca malikun yaumaddin.
  • Aun ibn Abi Thalib membaca mallaku yaumiddin,
  • Ali ibn Abd al-Aziz membaca malki (mematikan lam).
  • Ali bin Abi Thalib membaca malaka yaumaddin, menjadikannya fi'il madhi.
  • Umar ibn Abd al-Aziz membaca malki (mematikan lam).
  • Amar ibn Faid membaca iyaka na'budu wa iyaka nasta'in (dengan tidak mentasdidkan ya).
  • Yahya ibn Watstsab membaca nista'in (dengan mengkasrah kan nun).
  • Ali ibn Abi Thalib membaca mallaki yaumiddin. Al-Yamany membaca malieki (dengan ya mati sesudah lam).
  • Al-Fadhel ibn Ar-Raqqasy membaca ayyaka na'budu wa ayyaka nasta'in.
  • Abu Amir me-imalah-kan iyaka. Sebagian ahli Makkah membaca na'bud (dengan mematikan dal). Abu Amer membaca az-zirath. Umar membaca ghairul maghdhubi.
  • Abdullah ibn Yazid membaca ' alaihimi (dengan memanjang kan mim).
  • Al-Hasan membaca ' alaihimi (dengan memanjangkan mim).
Tulisan ini adalah kutipan dari buku Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-qur'an dan Tafsir yang ditulis oleh teungku M. Hasbi ash-shiddieqy