Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Penjualan Najasy dan Musharah

Hukum Penjualan Najasy dan Musharah

Setelah melakukan perjalanan panjang, Syaikh kembali dari Kairo dengan selamat dan pada waktu yang telah ditentukan Ammar pun tiba. Ammar meminta izin tiga kali, lalu Syaikh pun memberi izin kepadanya dan menyambutnya. Setelah mengambil hidangan untuk tamu secara lengkap, Ammar berkata,”Alham duillah, Syaikh telah kembali.”

“Semoga Allah menyelamatkan dan memberkatimu,”jawab Syaikh.

Ammar berkata,”Apa yang Syaikh niatkan untuk hari ini ?”

Syaikh menjawab,”Ketika kita berada di pasar biji-bijian pada hari Sabtu yang lalu, aku telah berniat untuk mengunjungi pasar hewan, ter lebih kedua pasar ini berdekatan. Selain itu, juga karena di pasar ini ba nyak terjadi penyelewengan-penyelewengan. Namun, Allah tidak meng hendaki pada hari itu. Itu adalah takdir Allah dan apa yang dia kehendaki pasti Dia lakukan. Bagaimana pendapatmu bila hari ini kita mulai di pasar hewan ?”.

”Ya, terserah Anda,”jawab Ammar.

”Mari kita menuju keberkahan Allah,”kata Syaikh.

Baca juga: Hukum Menjual Emas Dengan Kredit

Hukum Menjual Hewan Ternak Secara Musharah

Syaikh dan muridnya berangkat menuju pasar hewan yang terletak di daerah pinggiran. Seperti biasa, keduanya berkeliling pasar sampai akhirnya berhenti di dekat seorang lelaki penjual sapi. Susu sapi itu telah menggelembung sedemikian rupa sehingga kedua kakinya menjadi merenggang. Syaikh menghampiri lelaki itu dan bertanya kepadanya,”Apa dalam susu sapi yang menggelembung ini ada sesuatu ?”

“Tidak, tidak ada apa-apa, melainkan hanya susu,”jawab lelaki itu.”Menurut perkiraanku, tidak semua itu susu. Aku minta kamu ber sumpah demi Allah, apakah kamu telah memerah susu sapi ini ?”kata Syaikh kepada lelaki itu.

”Ya Fattab, Ya ' Alim, Ya Razzaq, Ya Karim, La Haula wala Quwwata illa billah (Tidak ada daya dan kekuatan kecuali karena Allah), apakah kamu memintaku untuk bersumpah ? Aku katakan padamu bahwa ini adalah susu ?”jawab lelaki itu.

”Aku hanya bertanya padamu,”kata Syaikh.

”Apa kamu akan beli ?”tanya lelaki itu.

”Tidak demi Allah. Aku tidak akan membeli. Hanya saja, susu itu menarik perhatianku,”jawab Syaikh.”Sepanjang kamu tidak membeli, sesungguhnya aku belum memerah susu sapi itu. Ya, sejak kemarin. Jangan beritahukan kepada seorang pun tentang hal ini. Sebab, aku ingin menjual sapi itu,”kata lelaki itu.

Syaikh menoleh ke arah Ammar agar mendatangi lelaki pemilik sapi itu seraya berkata,”Ini penjualan secara masbarab, ya Ammar.”

“Apa pengertian wasbarab itu ya Syaikh,”kata Ammar balik bertanya.

Syaikh menjawab,”Tashriyab atau musharah adalah mengikat kantong susu unta, kambing, sapi atau hewan yang lainnya, dan membiarkan air susu hewan tersebut berkumpul dan banyak dalam kantong susunya. Bahkan, meskipun hal ini dilakukan dengan tanpa mengikat kantong susu hewan tersebut. Akibatnya, pembeli menduga bahwa pemandangan ter sebut (banyak air susu sapi) merupakan kebiasaan hewan itu, sehingga ia menjadi tertipu dan membelinya. Perbuatan ini adalah haram dan ti dak boleh. Sebab, merupakan penipuan yang digunakan untuk menipu dan mengelabui pembeli. Perbuatan ini termasuk memakan harta manusia secara batil. Ini adalah haram dan menghilangkan keberkahan, na'uzubillah.

Rasulullah bersabda : Janganlah kamu mengikat (kantong susu) unta dan kambing.. . .(Muttafaq ' alaih (disepakati oleh Al-Bukhari dan Muslim). Yakni, janganlah kamu mengumpulkan air susu hewan tersebut dalam kantong susunya, ketika ingin menjualnya. Sehingga, kan tong susu hewan itu menjadi besar yang mengakibatkan pembeli menduga bahwa banyaknya air susu dalam kantong susunya akan kontinu.

”Dengarlah pendapat Imam An-Nawawi -semoga Allah merahmatinya.”

“Apa yang dikatakan oleh Imam An-Nawawi tentang hal itu ?”tanya lelaki itu memotong Syaikh berkata,”Imam An-Nawawi berkata : Ketahuilah bahwa tasb riyab adalah haram, baik tashriyab unta, sapi, kambing, budak perempuan, kuda,... dan yang lainnya adalah haram. Sebab, itu merupakan penipuan dan pengkhianatan.

Sabda Rasulullah : Janganlah kamu mengikat (kantong susu) merupakan larangan yang tegas dan absolut, sehingga menunjukkan keharaman. Selanjutnya, menjual hewan ternak secara masharab adalah haram dari . dua hal:

Pertama, sebab ia merupakan penipuan, pemalsuan, dan pengkhianatan terhadap kaum muslim dan mengembangkan sesuatu yang tidak diberikan kepadanya. Sementara Rasulullah telah bersabda : Orang yang mengembangkan sesuatu yang tidak diberikan, (itu) seperti orang yang mengenakan dua baju (bagian atas dan bawab) desa. Ini merupakan pengembangan sesuatu yang tidak diberikan kepadanya, di mana kamu menipu orang lain dengan menahan air sapimu dan kantong susunya, sehingga pembeli mengira bahwa tradisi sapi tersebut adalah banyak menyimpan susu, padahal tidak demikian.

Kedua, menahan air susu hewan ternak selama dua hari penuh meru pakan tindakan menyakiti terhadap dirinya. Sebab, jika air susu seorang di tahan dalam putingnya selama satu hari saja, maka perem perempuan puan itu akan mengalami sakit yang parah akibat tindakan tersebut. Jika melebihi dari satu hari, kadang perempuan itu meninggal akibat perbuatan itu. Hanya saja, perempuan bisa berbicara sedangkan hewan ternak tidak. Sehingga, ia tidak dapat mengeluh kepadamu dan hanya mengadu kepada Allah yang akan meng-qisbasb-mu pada hari kiamat, sebagai balasan atas tindakan menyakiti yang kamu lakukan terhadapnya.”

“Jadi, bagaimana solusinya ?”tanya lelaki itu.

Syaikh menjawab,”Solusinya mudah, satu dari dua alternatif di ba wah ini.
  1. Hari ini kamu kembali dengan membawa sapi kemudian memerah susunya. Setelah itu, kamu kembali lagi ke pasar dengan membawa sapi itu sebagaimana adanya tanpa pemalsuan.
  2. Kamu harus menerangkan perbuatan harammu kepada pembeli sehingga ia benar-benar mendapatkan penjelasan tentangnya.”

Lelaki itu berkata,”Aku akan bertaubat kepada Allah dari perbuatan itu.”Ketika mereka sedang berbincang-bincang, tiba-tiba datang seorang pembeli yang ingin membeli sapi tersebut. Pembeli itu berkata,”Masya Allah, apakah kamu akan menjual sapi yang berkantong susu besar lagi berisi penuh, wahai tuan pemilik sapi ?”

“Berapa kamu akan membelinya ?”tanya pemilik sapi itu.”Sebutkan yang kamu minta. Uang bukan masalah untukku. Aku menginginkan sapi yang bisa sering diperah seperti ini,”jawab lelaki itu. Syaikh menatap lelaki pemilik sapi itu sambil terkagum-kagum. Syaikh berkata,”Bukankah telah aku katakan padamu ?”Sambil menatap si pembeli, lelaki pemilik sapi itu berkata,”Wahai saudaraku yang terhormat, sapi ini tidak seperti ini kebiasaannya. Sejak kemarin, aku menahan air susu sapi ini di kantong susunya, sehingga menggelembung seperti yang kamu lihat.”

Pembeli itu berkata,”Masya Allab, aku tidak pernah melihat penjual yang jujur sepertimu. Sebagai balasan atas kejujuranmu, aku tetap akan membeli sapi itu. Semoga Allah memberi keberkahan kepada kita pada sapi itu, sebagai balasan atas bantuanmu untuk bertaubat dari perbuatan dosa itu.”

”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan,”jawab lelaki itu.”Segala puji bagi Allah yang telah melepaskanmu dari keharaman,”kata Syaikh, menengahi.”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan ya Syaikh. Maafkan aku, aku tidak akan pernah mengulangi perbuatan itu lagi,”kata lelaki itu.”Mengapa kamu minta maaf kepadaku, sementara aku adalah seorang hamba sepertimu. Bertaubatlah kepada Tuhanmu,”kata Syaikh.”Aku bertaubat kepada Allah dari perbuatan itu,”kata lelaki itu.

Syaikh berkata,”Semoga Allah memberkati kalian berdua dalam jual beli kalian sebagai balasan atas kepatuhan kalian yang melaksanakan perintah Rasulullah, yang memberitahukan bahwa : Penjual dan pembeli itu memiliki khiyar (pilihan) sepanjang keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan menerangkan, maka diberkati bagi keduanya dalam jual belinya. Dan jika keduanya menyembunyikan dan berdusta, maka dibapus keberkahan jual belinya. Semoga Allah memberkati kalian berdua, wassalamu'alaikum warah matullah.”“Wa'alaikum salam warahmatullah wabarakatuh,”jawab lelaki itu.

Baca juga: Penipuan Pada Timbangan Emas

Hukum Penjualan Najasy

Pejualan Najasy

Ketika Syaikh dan Ammar sedang berkeliling di pasar hewan dengan langkah yang santai, tiba-tiba dari kejauhan Syaikh melihat dua orang lelaki datang ke arah pasar sambil menggiring seekor unta. Saat keduanya telah dekat dari tempat jual beli unta, lelaki yang menggiring unta mendekati temannya dan seolah berbisik kepadanya. Setelah itu keduanya berpisah ke arah masing-masing di pasar itu. Lelaki yang menggiring unta masuk ke dalam pasar unta, sementara temannya menghilang dari pandangan Syaikh.

Baru saja pemilik unta itu datang ke pasar unta, orang-orang sudah berkerumun di sekitarnya dan hendak membeli unta tersebut. Mereka saling melebihi harga tawaran untuk unta itu. Tiba-tiba seorang lelaki yang ada di sebelah kiri Syaikh berkata,”Seribu lima ratus pound.”Kemudian lelaki yang lain yang ada di depan Syaikh berkata,”Seribu lima ratus lima puluh pound.”Lalu ada lelaki lain yang ada di sebelah kanan Syaikh berkata,”Seribu enam ratus pound.”

Syaikh memandang lelaki ketiga yang berada di sebelah kanannya, yang menawar lebih serta meninggikan harga hingga mencapai seribu enam ratus pound. Syaikh terkejut karena lelaki itu adalah lelaki yang datang bersama lelaki pemilik unta dan berjalan bersamanya kemudian berpisah. Kini, Syaikh mendapati lelaki itu berdiri bersama sekelompok teman-temannya yang sedang tawar-menawar. Setiap kalinya lelaki itu selalu menambahkan harga, sementara ia sendiri sibuk melakukan jual beli dengan temannya dan tidak peduli.

Sampai di sini, Syaikh menarik lelaki itu seraya berkata kepadanya,”Bukankah kamu orang yang tadi datang bersama pemilik unta itu,kemudian berbisik kepadanya dan berpisah ?”

“Apa yang kamu inginkan,”kata lelaki itu dengan bingung dan gelisah,”Aku hanya bertanya padamu,”jawab Syaikh.

”Ya, aku,”jawab lelaki itu.

”Mengapa kamu lakukan ini,”tanya Syaikh kepadanya.

”Tunggu Syaikh sampai kami selesai,”jawab lelaki itu.”Aku akan menunggu. Tapi, beritahukan padaku apakah kamu akan membeli unta ini ?”kata Syaikh.

”Tidak,”jawab lelaki itu, polos.

”Lalu, mengapa kamu melakukan ini ?”tanya Syaikh lagi.

”Bukankah telah aku katakan, tunggu,”jawab lelaki itu.

”Aku harus tahu mengapa kamu melakukan ini sekarang ?”tanya Syaikh mendesak.

”Mencari rezeki ya Syaikh,”jawab lelaki itu.

”Bagaimana itu kamu lakukan ?”tanya Syaikh penasaran.

”Aku telah sepakat dengan pemilik unta itu untuk meninggikan harga unta itu. Sebagai kompensasinya ia memberikan sejumlah uang kepadaku, sementara aku sendiri tidak ingin membeli unta itu,”jawabnya menjelaskan.

Syaikh berkata,”Ini tidak boleh dalam syara '. Ini adalah penjualan najar, yaitu kamu meninggikan harga barang sementara kamu tidak ingin membelinya. Perbuatan itu kamu lakukan dengan maksud untuk menipu orang lain. Perbuatan itu haram berdasarkan nash-nash yang ada dalam hal ini. Orang yang meninggikan harga barang dinamakan ' majiny, karena dia adalah orang yang menimbulkan hasrat terh baran tersebut serta meninggikan harganya. Najisy adalah orang yang maksiat dengan perbuatannya, sementara jual beli itu sendiri fasid. Rasulullah bersabda : (لاتنا جشوا) Janganlah kamu saling meninggikan harga.( Munafiq ' alaih (disepakati oleh Al-Bukhari dan Muslim).

Imam An-Nawawi berkata,”Perbuatan itu haram berdasarkan ja (konsensus), sementara dosa itu dikhususkan kepada najisy jika si penjual tidak mengajarinya. Jika si penjual mengajarinya untuk itu, maka keduanya berdosa secara bersama-sama.”Sebagian ahli ilmu berkata, Najary adalah seorang lelaki melihat barang yang dipamerkan untuk dijual, di mana orang-orang menawar barang tersebut dan berbicara dengan penjual untuk membelinya, kemudian kamu mendatangi barang itu dan memuji-mujinya, lalu meninggikan harganya bukan untuk membeli, melainkan untuk mengelabui orang orang dan menipu mereka.

Perbuatan ini banyak terjadi melalui kesepa katan dengan penjual. Sangat meyakinkan bahwa ini merupakan bentuk penipuan. Semen tara Rasulullah telah bersabda :

المكر والخديعة في النار

Tipu muslibat dan penipuan itu di neraka. (Hadis riwayat Al-Baihaqi )

Sangat disayangkan banyak sekali para calo yang berkeliaran di pasar, tempat pelelangan, dan showroom mobil, di mana pekerjaan mereka begitu menjijikkan akibat berbagai keharaman yang mereka lakukan. Di antara keharaman tersebut adalah mereka sepakat dalam penjualan majary dan penipuan terhadap pembeli, atau penjual yang baru datang di mana mereka sepakat untuk menjatuhkan harga barangnya. Tapi bila barang itu memberikan keuntungan bagi mereka atau salah seorang dari mereka, apa yang mereka lakukan justru sebaliknya. Mereka menyulut para pem beli dan meninggikan harga di pelelangan, dengan maksud untuk menge labui hamba Allah dan memudaratkan mereka.”

Dengarlah nasihat ahli ilmu pengetahuan tentang perbuatanmu ini.”

“Apa yang mereka katakan,”tanya lelaki itu.

Syaikh menjawab,”Imam Al-Bukhari berkata,”Dia (penjualan majary) adalah penipuan yang batil dan tidak halal.”

Ibnu Bathal berkata, Para ulama sepakat bahwa najisy adalah orang yang bermaksiat dengan perbuatannya

Ibnu Awfa berkata,”Najisy adalah pemakan riba dan pengkhianat.”

Lelaki itu berkata,”Bagaimana keluar dari persoalan itu ya Syaikh.

Syaikh berkata,”Dengan taubat dan meninggalkan maksiat yang berbahaya ini, serta berusaha keras untuk memberi makan anak-anakmu dengan rezeki yang halal. Sebab, usaha dengan cara yang tidak legal ini adalah haram. Sementara hadis Nabi yang berbunyi : Setiap tubuh yang tumbuh dari keharaman, maka neraka lebih berbak terhadapnya. Maka, takut. lah kepada Allah dan janganlah memberi makan anak-anakmu dengan rezeki yang haram, sehingga Allah akan memberi keberkahan kepadamu pada mereka. Ketahuilah bahwa hasil halal yang sedikit itu lebih berkah dan lebih utama daripada banyak tapi haram.”

Sambil berniat untuk pergi dari tempat jual beli, lelaki itu berkata,”Aku akan bertaubat kepada Allah dan memohon ampunan kepada Nya. Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan atas apa yang telah Anda sampaikan, ya Syaikh. Aku berjanji kepadamu untuk meninggalkan perbuatan ini, insya Allah.”

Syaikh menjawab,”Semoga Allah memberkatimu dan menyiapkan untuk kita dan kalian sebab-sebab usaha yang halal, wassalamu'alaikum warahmatullah.”“Wa'alaikum salam warahmatullah,”jawab lelaki itu.


Kutipan Dari Buku Tahdzir Al-kiram min Mi'ah Bab min Abwa Al-haram oleh Ibrahim bin Fathi bin Abd Al-Muqtadir