Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Puasa Tasu'a Dan Keutamaannya

 

Puasa Tasu'a Dan Keutamaannya

Puasa Asyura dan Tasu'a sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Daud dari Ibn Abbas, ujarnya: "Manakala Rasulullah SAW. berpuasa pada hari 'Asyu- ra dan menyuruh berpuasa para shahabat padanya, para Sha- habat berkata: "Ya Rasulullah, bahwasanya hari 'Asyura itu," hari dibesarkan orang Yahudi dan Nashrani. Maka bersabdalah Rasulullah SAW.:

إِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ - إِنْ شَاءَ اللهُ - صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ 

"Apabila tahun muka menjelma, insya Allah kita berpuasa juga pada hari yang kesembilan."

Kata Ibn Abbas: "Tetapi sebelum datang tahun yang dimuka, yang dijanjikan Rasulullah SAW., Rasulullah wafat." Para ulama menerangkan, bahwa puasa 'asyura itu, ada tiga martabat.

Pertama: Berpuasa tiga hari, yaitu tanggal: 9, 10 dan 11.
Kedua:    Berpuasa tanggal 9 dan 10.
Ketiga:    Berpuasa tanggal 10 saja.

Tidak ada satu Haditspun yang shahih yang khusus menerangkan keutamaan puasa di bulan Rajab baik berpuasa di hari 27 nya, maupun di hari-hari yang lain yang terkhusus bagi bulan Rajab itu.

Kata Al Hafidh Ibn Hajar: "Tak ada Hadits yang menerangkan keutamaan bulan Rajab, berpuasa pada sesuatu hari yang tertentu, tak ada Hadits yang dapat dijadikan hujjah. Hanya yang ada didapati Hadits shahih yang menerangkan keutamaan berpuasa di bulan Haram, yaitu: bulan Muharram, Rajab, Dzul Qa'idah dan Dzulhijjah.

Seorang lelaki dari Bahllah datang kepada Nabi SAW. lalu berkata: "Ya Rasulullah, sayalah orang yang telah datang kepada anda tahun yang telah lalu." Maka Nabi SAW. bertanya: "Apakah yang telah merubah keadaan dan sikapmu? Dahulu kulihat engkau seorang yang tampan dan gagah. Dia menjawab: "Saya terus menerus berpuasa di siang hari, sejak kembali dari anda." Rasulullah bertanya "Mengapa engkau menyiksa diri? Kemudian Nabi berkata: "Shum syahrash shab- ri wayauman minkulli syahrin = Berpuasalah kamu pada bulan shabar dan sehari pada tiap-tiap bulan." Orang itu berkata : beri tambahlah ya Rasulullah kekuatan. Nabi menjawab: "Puasalah dua hari." Dia minta lagi. Nabi berkata: "Berpuasalah di bulan Haram dan tinggalkanlah, berpuasalah di bulan Haram dan tinggalkanlah; Nabi mengisyaratkan dengan tiga anak jarinya. Nabi menggenggamnya dan melepaskannya.

Maksud Nabi supaya orang itu berpuasa tiga hari berturut-turut. Kemudian berbuka tiga hari. Kemudian berpuasa kembali. Demikianlah seterusnya di bulan-bulan Haram. Dan sangatlah disukai kita membanyakkan puasa di bulan Sya'ban. Diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari 'Aisyah r.a. ujarnya:

لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ يَصُومُ أَكْثَرُ مِنْ شَعْبَانَ فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُهُ كُلَهُ . كَانَ يَصُومُهُ إِِلَّا قَلِيْلًا

"Rasulullah SAW. tidak berpuasa lebih banyak dari puasa bulan Sya' ban, Rasulullah berpuasa seluruhnya dan terkadang-kadang berpuasa sebahagian besarnya."

Dalam suatu lafadh :

مَا رَأَيْتُ رَسُولَ الله اِسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرِِ قَطُّ إِلَّا رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ في شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَا مََا مِنْ شَعْبَانَ 

"Saya tak pernah melihat Rasulullah berpuasa sebulan penuh selain Ramadlan dan saya tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa selain dari Sya'ban."

Lafadh pertama, memberi pengertian bahwa Nabi terkadang- kadang berpuasa seluruh bulan Sya'ban, terkadang-kadang sebahagiannya.

Lafadh kedua, memberi pengertian bahwa Nabi banyak berpuasa dalam bulan Sya'ban tetapi tidak pernah penuh satu bulan. Maka sebahagian ulama mengumpulkan kedua lafadh ini dengan jalan menetapkan bahwa kedua macam itu pernah dilakukan Nabi SAW. Sebahagian yang lain menetapkan bahwa Hadits yang kedua menafsirkan Hadits yang pertama. Maka makna "Nabi berpuasa seluruhnya," ialah Nabi berpuasa sebahagian besarnya.

Menurut Al Gazali dalam Al Ihya, boleh kita menyambung Sya'ban dengan Ramadlan; karena Nabi pernah berbuat demikian.

Ibn Ruslan berkata: "Kalau orang berkata: "Bagaimana Nabi mengkhususkan bulan Sya'ban dengan puasa sunat, padahal Nabi mengatakan: "Seutama-utama puasa sesudah Ramadlan, ialah puasa di bulan Allah yang bernama Muharram. Maka kita menjawab: "Puasa yang paling utama sesudah bulan Ramadlan, ialah puasa di bulan Sya'ban, mengingat Nabi tetap berpuasa di bulan itu. Dan makna: seutama-utama puasa sesudah Ramadlan puasa di bulan Al Muharram," ialah: seutama-utama puasa sunat yang muthlaq, ialah puasa di bulan-bulan Haram; seutama-utama bulan Haram, ialah bulan Muharram, sesudahnya Rajab.

An Nawawi berkata: "Nabi menyabdakan Hadits yang demikian, di akhir hayatnya dan mungkin Nabi kurang berpuasa pada bulan Muharram, karena ada sesuatu keadaan.

Akan tetapi sebagian ulama berpendapat bahwa apabila telah lewat separuh bulan dari bulan Sya'ban (telah masuk ke pertengahan yang akhir), maka janganlah kita berpuasa lagi, terkecuali jika kita dapati hari-hari yang telah biasa kita berpuasa padanya.

Diriwayatkan Ahmad dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

 إِِذَا اِنْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلَا تَصُومُوا 

"Apabila telah separoh bulan Sya'ban, maka janganlah kamu berpuasa lagi" Hadits ini, lemah.

Kata Ibn Hazam. "Yang dilarang oleh Hadits ini, ialah berpuasa pada hari enambelas Sya'ban saja."

Dalam pada itu menentukan hari nishfu Sya'ban untuk berpuasa, karena menyangka bahwa hari itu mempunyai sesuatu keistimewaan, adalah hal yang tidak ditunjuki oleh sesuatu dalil yang shahih.

Referensi Berdasarkan Buku Pedoman Puasa Karangan Hasbi Ash-Shiddieqy