Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

ADAB-ADAB PUASA DALAM ISLAM

ADAB-ADAB PUASA DALAM ISLAM

ADAB-ADAB PUASA

Segala rahasia dan segala hikmah puasa yang telah kita perbincangkan, tiadalah diperoleh orang-orang yang berpuasa, sekiranya mereka tiada memelihara adab puasa dengan sebaik-baiknya dan sesempurna-sempurnanya.

Maka adab-adab puasa itu, ialah: 

Pertama, Menjauhkan diri dari segala rupa yang merusakkan puasa; menjauhkan diri dari mengumpat, menggunjing, mencela, mencaci, memaki, menista dan sebagainya.

1. Diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW. bersabda:

 مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ وَالْجَهْلَ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

"Barang siapa tidak meninggalkan perkataan "zur" (dusta, empat, fitnah, segenap perkataan yang mendatangkan kemarahan Allah dan bersengketa membuat onar) dan tiada meninggalkan pekerjaan itu dan bersikap jahil, maka tak ada hajat bagi Allah ia meninggalkan makanannya dan minumannya."

2. Diberitakan oleh Ath Thabrani dari Abu Ubaidah, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:

الصِّيَامُ جُنَّةٌ مَالَمْ يُخْرِقْهَا بِكَذِبٍ أَو غَيْبَةٍ 

"Puasa itu Junnah (perisai) selama ia (shaim) tiada merobekkannya dengan dusta atau umpat."

3. Diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW. bersabda:

 لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشُّرْبِ إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ 

"Bukanlah puasa itu, hanya dari makan dan minum saja. Hanya saja puasa itu, dari perkataan kotor caci maki."

4. Diriwayatkan oleh Ibn Khuzaimah dari Abu Hurairah dan Ath Thabrani dari Ibn Umar, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:

رُبَّ صَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ صِيَامِهِ الجُوْعُ وَالْعَطَشُ . وَرُبَّ قَائِمٍ حَظُّهُ مِنْ قِيَامِهِ السَّهَرُ 

"Berapa banyak orang yang berpuasa, hasil yang diperoleh dari puasanya, hanyalah lapar dan hausnya sahaja. Dan berapa banyak orang yang shalat malam, hasil yang diperoleh daripadanya, hanyalah berjaga malam saja."

5. Kata seorang ahli Sya'ir:

إِذَا لَمْ يَكُن فِي السَّمَع مِنِّى تَصَاوُنُ 
 وَفِي بَصَرِى عَضٌّ وَفِي مَنْطِقِى صُمْتٌ
 فَحَظِّى إِذَنْ مِنْ صَوْمِي الْجُوْعُ وَالظَّمَا 
 فَإِن قُلْتُ إِنِّى صُمْتُ يَوْمََا فَمَا صُمْتُ 
"Apabila pendengaranku tidak terpelihara dari mendengar yang keji,
mataku tidak terpelihara dari melihat yang tiada dibolehkan, 
lidahku tidak sedemikian juga, 
maka peruntunganku dari puasaku itu, hanyalah lapar dan dahaga saja, 
walaupun aku mengatakan: "Aku berpuasa hari ini, tetapi sesungguhhya aku tidak berpuasa."

Kedua Mengurangkan makan dan minum dikala berbuka dan bersahur:

Tiadalah orang yang berpuasa mendapat faedah dari puasanya, jika orang-orang yang berpuasa itu bertabiat rakus dikala berbuka dan bertabi'at loba dikala bersahur, sebagaimana yang lazim dikerjakan orang dimasa ini.

Sungguh menakjubkan, kalau kita memandang kerakusan ummat kita yang berpuasa, di bulan Ramadlan. Mereka rakus dan loba kepada korma, minyak sapi, susu, strop dan sebagainya.

Kita lihat kebanyakan kaum muslimin menyediakan makanan-makanan di bulan puasa sungguh jauh benar bedanya dari bulan-bulan yang lain. Dibulan puasa mereka mengumpulkan berbagai rupa makanan. Makanan yang kadang-kadang tak pernah sebulan sekali mereka makan di bulan-bulan yang lain, saban petang mereka menyediakannya di bulan puasa.

Dengan karena demikian, puasanya bulan menjadi pisau pemotong hawa nafsu, atau alat untuk mematah syahwat yang berlebih-lebihan, malahan menjadi bahan penambah selera dalam memenuhi nafsu dan keinginan.

Kita dapati sebahagian besar umat Islam, tak sanggup bangun dari tempat tidurnya sesudah berbuka puasa untuk shalat, lantaran tekanan berat perutnya, terkadang-kadang pula perutnya penuh dengan beraneka macam makanan, memaksanya untuk tidur sampai jauh malam.

Benar, bahwa kita disukai meluaskan nafkah di bulan Ramadan atau di hari-hari puasa, tetapi tidaklah seperti cara yang demikian. Hanya yang dimaksudkan dengan meluaskan nafkah, ialah membanyakkan pemberian kepada ahli kerabat yang kekurangan dan kepada fakir miskin dengan jalan mempersilahkan mereka kerumah kita untuk kita jamukan dan dengan jalan mengeluarkan sadaqah di jalan Allah. Tidaklah dan bukanlah sekalikali dengan banyaknya makanan-makanan untuk memenuh sesakkan perut sendiri.

Ketiga: Menyedikitkan tidur, istimewa di siang hari. Banyak benar umat kita yang mencari-cari jalan tidur, agar tidak keletihan puasa. Hal ini menghilangkan rahasia dan hikmah puasa yang sebenarnya. Keletihan dan kesusahan berpuasalah yang harus kita selami dan kita harungi. 

Keempat: Menahan hati dari memikiri keinginan-keinginan, yang rendah-rendah dan urusan-urusan yang hina. Ingatlah bahwa kita mendekatkan diri kepada Allah dengan kita meninggalkan syahawat-syahawat yang dibolehkan, tiadalah berarti, jika kita tiada mendekatkan diri kepada Allah dengan meninggalkan segala pekerjaan yang dicegah.

Kelima: Mengenangkan bencana akhirat. Hendaklah kelaparan dan kahausan itu, mengingatkan kita kepada kelaparan dan kehausan ahlul mahsyar di hari akhir yang sangat dahsyat.

Keenam: Menumbuhkan rasa cemas dan harap sesudah berbuat, Kita tidak mengetahui sama sekali, apakah kita berpuasa itu puasa yang diterima Allah, atau yang ditolak?.

Referensi Berdasarkan Buku Pedoman Puasa Karangan Hasbi Ash-Shiddieqy