Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HAK WARIS DAN URUTANNYA

HAK WARIS DAN URUTANNYA
Dalam persoalan warisan (Tarikah), Masalah yang Perlu Lebih Dahulu Dibahas adalah sebagai berikut:

Pertama: Apa yang dimiliki oleh seseorang di masa hidupnya ? Kedua: Apakah segala yang dimiliki oleh seseorang semasa hidupnya, berpindah semuanya kepada para warisnya ataukah hanya sebagian saja ? 

Yang dimiliki oleh seseorang di masa hidupnya dan ditinggal kan sesudah dia meninggal dapat berbentuk benda bergerak, tidak bergerak dan dapat merupakan hak. Hak yang bersifat harta, seperti hutang-hutang yang belum dibayar, diat sebagai pengganti jiwa, atau irsy sebagai pengganti anggota. Hak yang mengandung makna harta, seperti hak menetap di suatu bidang tanah yang dikhususkan untuk membangun dan menanam. 

Baca juga:

Hak yang melekat pada benda, seperti hak-hak mem pergunakan jalan dan memanfaatkannya. Hak yang tidak mengandung unsur harta, seperti hak memelihara anak kecil, wewenang terhadap diri dan harta dan seperti hak mentalak istri dan hak qishash.

Ada pula hak yang mirip hak atas benda dan mirip hak-hak kepribadian yakni: bukan semata-mata hak yang bersifat harta dan bukan pula hak yang semata-mata bersifat pribadi, seperti hak menangguhkan hutang yang masih dalam tanggung jawabnya. Dan seperti hak syuf'ah, khiyar syarath dan khiyar ru'yah. 

Semua ulama sependapat menetapkan, bahwa segala yang dimiliki oleh muwaris (orang mati yang meninggalkan harta pusaka) di masa hidupnya, baik harta yang bergerak, ataupun yang tidak demikian pula hak-hak kehartaan, diwariskan kepada para ahli waris sesudah dia meninggal dan harta tersebut beralih kepada para waris dengan jalan pusaka.

Sebagian mereka sepakat pula menetapkan bahwa yang dimiliki oleh muwaris di masa hidupnya yang merupakan hak-hak pribadi, tidaklah diwariskan dan tidaklah beralih kepada orang lain dengan jalan pusaka. 

Para ulama berbeda pendapat tentang hak-hak yang mem punyai dua syabah (yang mirip di antara dua hati). Maka ulama yang menguatkan unsur harta terhadap unsur pribadi menetapkan bahwa hak-hak itu diwariskan dan berpindah kepada para waris. 

Ulama yang menguatkan segi pribadi atas unsur harta, berpendapat bahwa hak-hak itu tidak diwariskan dan tidak berpindah kepada waris. Jumhur ulama berpendapat dengan pen dapat yang pertama. Golongan Hanafiyah dan Ibnu Hazm meng ambil paham yang kedua. Karenanya hak syuf ah, khiyar syarath dan khiyar ru'yah, tidak berpindah kepada waris. 

Mengenai manfaat-manfaat yang menjadi hak dari yang meninggal, maka jumhur fuqaha mewariskannya kepada para waris, karena dihitung harta, sedang golongan Hanafiyah, tidak me wariskannya, baik manfaat-manfaat itu dimiliki dengan jalan iwadh. seperti rumah yang disewa, ataupun bukan dengan jalan iwadh, seperti sesuatu yang diwasiatkan. 

Pendapat jumhur fuqaha dalam masalah ini, adalah pendapat yang kuat dan layak diamalkan, karena sesuai dengan 'uruf manusia dan adat istiadat. 

Hak-hak yang Berpautan dengan Tarikah

Berpautan dengan tarikah beberapa hak yang harus dipenuhi secara tertib (berurutan) sehingga apabila hak yang pertama, atau yang kedua menghabiskan segala tarikah, tidaklah lagi berpindah kepada hak-hak yang lain. 

Hak-hak yang berpautan dengan tarikah selain dari hak pusaka, adalah: 

Pertama: Hak-hak yang harus didahulukan sebelum para waris menerima bagiannya. 

Kedua: Hak-hak yang harus dikemudiankan dari pembagian harta pusaka apabila ada waris.

Kutipan Dari Buku Teungku M. Hasbi ash-Shiddieqy dalam buku Figh Mawaris