Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cara Berbakti kepada Kedua Orang Tua

Cara Berbakti kepada Kedua Orang Tua
Di antara bentuk bakti dan perbuatan baik kepada kedua orang tua adalah tidak mencela atau mendurhakainya, karena perbuatan tersebut termasuk dosa besar. Dan itu sudah pasti, dimana tidak ada perselisihan antar ulama di dalamnya. 

As-Sunnah secara tegas menyebutkannya melalui sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Sesungguhnya di antara dosa besar yang paling besar adalah tindakan seseorang yang melaknat kedua orangtuanya.” Kemudian ditanyakan, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang melaknat kedua orangtuanya ? " Beliau menjawab, “Seseorang mencela ayah orang lain sehingga ayahnya pun dicela. Dan dia mencela ibu orang itu sehingga orang itu mencela ibunya.” (HR. Al-Bukhari) 

Baca juga:

Apabila sebab yang menjadi jalan pencelaan kepada orangtua dikategorikan sebagai dosa yang paling besar, tentunya mencela langsung orang tua, lebih besar lagi dosanya. 

Pertanyaan, “Bagaimana seseorang melaknat kedua orangtuanya ? " merupakan bentuk pengingkaran dari penanya, karena karakter yang baik menolak hal tersebut. Dalam jawabannya, Nabi menjelaskan bahwa memang sangat jarang seorang anak memberikan celaan secara langsung kepada kedua orangtuanya. Namun demikian, celaan kepada orangtua bisa muncul karena dia saling mencela dengan temannya, dan itu sering terjadi. 

Di antara bentuk bakti seorang anak kepada kedua orangtuanya jika belum wajib baginya untuk berjihad, hendaknya dia tidak berjihad, kecuali seizin keduanya. Seorang laki-laki bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Apakah aku harus berjihad ? " Beliau menjawab, “Apakah engkau memiliki kedua orangtua ? " Dia menjawab, “Ya. Beliau pun bersabda, “Berjihadlah dengan berbakti kepada keduanya. (HR. Al-Bukhari) 

Bentuk lain dari bakti kedua orangtua adalah memberikan nafkah kepada keduanya jika keduanya memang membutuhkan. Seorang laki laki berkata kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta dan juga anak, lalu ayahku sendiri menghendaki hartaku.” Beliau menjawab, “Engkau dan hartamu adalah miliki ayahmu.” 

Di antara bentuk berbakti kepada kedua orangtua sepeninggal keduanya adalah menyalatkan keduanya, memohonkan ampunan untuk keduanya, menjalankan amanat keduanya, memuliakan teman temannya serta menyambung tali silaturrahim dengan teman-teman kedua orangtuanya. Yang demikian itu berlaku terhadap orangtua yang mukmin. Karena Al-Qur'an telah melarang untuk memohonkan ampunan bagi orang-orang musyrik yang sudah meninggal dunia sekalipun dari kalangan kaum kerabat. 

Seorang laki-laki yang ingin sukses dalam menjalin hubungan dengan kedua orangtuanya, sehingga bisa memperoleh kesuksesan dan keberuntungan di dunia dan akhirat serta mendapatkan pahala yang besar dari Allah Subhanahu wa Ta'ala, harus mengasihi keduanya serta merendahkan diri kepadanya seperti kerendahan seorang budak kepada majikannya.

Selain itu, dia juga harus mengasihi keduanya sekaligus mendoakannya, sebagaimana keduanya telah mengasihi dan menyayanginya pada waktu kecil. Orangtuanya telah membesarkan dan memeliharanya siang dan malam. Keduanya senantiasa mendahulukan kebutuhan anak-anaknya di atas kebutuhan mereka sendiri. 

Bahkan mereka rela menanggung lapar asal anaknya kenyang. Seorang anak tidak bisa membalas jasa kedua orangtuanya, kecuali jika keduanya telah berusia lanjut dan memiliki keadaan seperti ketika dia kecil dahulu. 

Hendaknya dia memelihara dan menjaga kedua orangtuanya serta mendahulukan kepentingan keduanya, karena itu adalah hak mereka. Hendaknya ia selalu mengingat kasih sayang kedua orangtuanya dan jerih payah keduanya dalam mendidik dan membesarkannya, sehingga dengan demikian ia semakin sayang kepada keduanya.

Hakim Rahimahullah berkata, “Peliharalah ayahmu, niscaya engkau akan dipelihara anakmu.” Ketika Allah Azza wa Jalla telah memerintahkan untuk berbakti dan berbuat baik kepada kedua orangtua, maka pada saat yang sama Allah melarang untuk menaati keduanya jika keduanya termasuk orang musyrik dan memerintahkan anaknya untuk berbuat syirik atau berbuat maksiat kepada Allah.

Allah Ta'ala berfirman, 

 وإن جهداك على أن تشرك بي ما ليس لك به علم ، فلا تطعهما وصاحبهما في الدنيا معـروفـا واتبع سبيل من أناب إلى ثم إلى مرجعكم فأنبئكم بما كنتم تعملون ( لقمان:15 ) 

" Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” 

Ketaatan kepada kedua orangtua tidak boleh dilakukan jika untuk mengerjakan suatu dosa besar atau meninggalkan suatu kewajiban. Ketaatan kepada orang tua hanya berlaku dalam hal-hal yang dibolehkan. Ayat di atas merupakan dalil yang menunjukkan adanya hubungan kedua orangtua yang kafir dengan anak yang beriman, di mana dimungkinkan baginya untuk memberi harta jika keduanya miskin dan membutuhkan bantuan. 

Selain itu, ayat di atas menganjurkan untuk berkata secara lembut dan menyeru keduanya kepada Islam dengan penuh kasih sayang serta menggaulinya di dunia dengan sebaik baiknya. 

Demikian juga jika kedua orangtua berasal dari kalangan orang orang yang beriman dan memerintahkan untuk bermaksiat kepada Allah, maka tidak ada ketaatan kepadanya. Jika harus memberikan contoh untuk lebih mudah memahami maksud yang ingin saya sampaikan, akan saya beri contoh. 

Dalam banyak keadaan, kedua orangtua rutin mengerjakan shalat serta mengerjakan rukun-rukun Islam lainnya, namun demikian keduanya atau salah seorang dari keduanya memerintahkan putrinya untuk tidak memakai hijab atau melepasnya jika dia telah memakainya. 

Dalam keadaan demikian, tidak boleh seorang anak untuk menaati keduanya, karena keduanya memerintahkan untuk berbuat maksiat. Sesungguhnya tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam berbuat maksiat kepada Allah. Demikian juga dalam hal-hal lainnya. 

Seorang anak tidak boleh mengerjakan apa yang diharamkan Allah Ta'ala untuk mencari keridhaan kedua orangtua sekaligus menaati keduanya. Ketaatan kepada orang tua hanya berlaku pada hal-hal yang baik saja, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam atau dalam hal-hal yang dibolehkan yang tidak mengandung kemaksiatan kepada Allah Azza wa Jalla. 

Setiap laki-laki harus mengetahui bahwa Allah Ta'ala mengetahui apa yang ada di dalam jiwanya. Allah Ta'ala berfirman, “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kalian orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat, “ (Al-Isra' ayat 21)

Dengan demikian, Allah Azza wa Jalla mengetahui apa yang ada di dalam din seorang anak, berupa kasih sayang kepada kedua orangtua serta kelembutan kepada keduanya, atau kebalikan dari itu berupa kedurhakaan atau memperlihatkan bakti kepada keduanya sebagai riya. 

Ibnu Jubair berkata, “Jika kalian orang-orang yang baik.” Yakni, jujur dan benar dalam berniat untuk berbakti kepada kedua orangtua. Jika demikian, maka sesungguhnya Allah Azza wa Jalla akan memberikan ampunan. Dan Allah Ta'ala telah menjanjikan pengampunan dengan syarat kebaikan dan niat kembali untuk berbuat taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.