Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pentingnya Berbakti kepada Kedua Orang Tua

Pentingnya Berbakti kepada Kedua Orang Tua
Berbakti kepada Kedua Orangtua Merupakan Amal yang Paling Disukai Allah. Islam telah memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orangtua, dan menjadikannya sebagai amal yang paling disukai Allah Ta'ala setelah shalat yang merupakan pilar Islam yang paling utama setelah dua kalimat syahadat. Abdullah bin Mas'ud Radhiyallahu Anhu berkata: " Aku pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, apakah amal yang paling disukai Allah Azza wa Jalla ? Beliau menjawab, " Shalat pada waktunya.” Aku bertanya lagi, " Lalu apa lagi ? " Beliau menjawab, " Kemudian Birrul walidain ( berbakti kepada kedua orangtua ).” Dalam Al-Qur'an sendiri, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menyandingkan perintah berbakti kepada kedua orangtua dengan perintah untuk beribadah dan bertauhid kepada-Nya. 

Baca juga:

Sebagaimana Islam telah memerintahkan untuk berbakti kepada kedua orangtua dan menyandingkannya dengan ibadah kepada Allah, Islam juga telah mengharamkan kedurhakaan kepada kedua orangtua serta menjadikannya sebagai dosa yang paling besar dan menyandingkannya dengan syirik kepada Allah. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

 ألا أنبئكم بأكبر الكبائر... الإشراك بالله وعقوق الوالدين...” 

Maukah aku beritahu kalian mengenal dosa yang paling besar ?... syirik kepada Allah dan durhaka kepada kedua orangtua... (HR. Al-Bukhari)

Oleh karenanya, orang yang ingin sukses dalam menjalin hubungan dengan kedua orangtuanya, harus mau mengikuti apa yang diperintahkan Allah Ta'ala dan Rasul-Nya yaitu berbakti kepada keduanya dan menghindari apa yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, yaitu durhaka kepada keduanya. Allah Azza wa jalla dan Rasul-Nya telah memberikan bimbingan ke jalan yang dapat mengatarkan kaum laki-laki menuju kesuksesan dalam berinteraksi dengan kedua orangtua dan berbakti kepada keduanya. Allah Ta'ala berfirman:

 وقضى ربك ألا تعبدوا إلا إياه وبالوالدين إحسانا إما يبلغن عندك الكبر أحدهما أو كلاهما فلا تقل لهما أف ولا تنهرهما وقل لهما قولا كريما. واخفض لهما جناح الذل من الرحمة وقل رب ارحمهما كما ربياني صغيرا   الاسراء: ٢٣-٢٤  

"Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pad a ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu berkata kepada keduanya perkataan " ah " dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ' Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil. (QS. Al-Isra' ayat 23 dan 24)

Firman Allah Ta'ala, " Wa Qadha Robbuka, " yakni, Allah telah menyuruh, mengharuskan dan mewajibkan. Maksudnya, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan agar menyembah dan mentauhidkan diri-Nya serta menjadikan bakti kepada kedua orangtua sebagai sandingannya, sebagaimana Dia telah menyandingkan syukur kepada keduanya dengan syukur kepada-Nya. Allah berfirman, " Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” Artinya, Kami katakan kepadanya, bersyukurlah kepada-Ku dan juga kepada kedua orangtua. Ada yang mengatakan bahwa bersyukur kepada Allah dilakukan atas nikmat iman, dan kepada kedua orangtua atas nikmat pendidikan. 

Sufyan bin Uyainah berkata, " Barangsiapa mengerjakan shalat lima waktu, berarti dia telah bersyukur kepada Allah Ta'ala. Dan barangsiapa mendoakan kedua orangtuanya setelah selesai shalat berarti dia telah bersyukur kepada keduanya.” 

Para ulama berkata, " Orang yang paling berhak untuk dipanjatkan rasa syukur setelah syukur kepada Allah, sang Khaliq, dan juga diperlakukan dengan baik serta ditaati adalah kedua orangtua.” Sedangkan dalam firman-Nya, "Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu," Allah Azza wa Jalla mengkhususkan keadaan tua, karena masa tua merupakan keadaan di mana keduanya membutuhkan bakti anak-anaknya karena keadaan yang telah berubah, yaitu dimana mereka telah lemah dan menua. Allah Ta'ala mengharuskan dalam keadaan ini untuk memelihara keadaan keduanya lebih banyak daripada keadaan sebelumnya. Sebab, keduanya pada keadaan tersebut cepat lelah, sehingga keduanya lebih banyak memerlukan bantuan daripada ketika mereka masih muda. 

Karena itulah, Allah Ta'ala menyebutkan masa tua ini secara khusus. Para orangtua telah menanggung beban anak-anak mereka ketika masih kecil dengan harapan anaknya akan tetap bertahan hidup, namun sayangnya banyak anak yang menanggung beban kedua orangtuanya pada masa tua, mereka berharap agar keduanya segera mati.

Apabila kedua orangtuanya lebih lama lagi hidup, mereka akan akan merasa keberatan, cepat bosan dan menunjukkan ketidaksukaan, malah terkadang ada anak yang memperlihatkan amarah kepada kedua orangtuanya. 

Dalam ayat tersebut di atas, selanjutnya seorang anak diperintahkan untuk menyambut kedua orangtuanya dengan kata-kata yang baik, yang penuh dengan kemuliaan, yaitu ucapan yang terlepas dari segala aib, sebagaimana firman-Nya, " Maka janganlah engkau berkata, " Ah, ' kepada keduanya.” 

Inilah tingkatan pertama dari pemeliharaan, dan adab yang harus dijaga oleh seorang anak, agar tidak ada kata-kata buruk yang t kepada orangtuanya yang menunjukkan sikap tidak suka atau membuat sedih keduanya. Atau berisikan hinaan dan akhlak yang buruk. 

Maksudnya, jangan sampai terlontar kepada keduanya kata-kata yang paling minim unsur menyakitkannya, bahkan kata-kata " ah " sekalipun, yang merupakan tingkatan terendah dari kata-kata buruk. Ada juga yang berkata bahwa seandainya Allah mengetahui sesuatu dari kedurhakaan itu yang lebih rendah dari kata-kata " ah " pasti Dia akan menyebutkannya. 

Disebutkannya kata " ah " dalam ayat ini, karena ia merupakan kata-kata yang mencerminkan penolakan kedua orangtua dan kufur nikmat serta pengingkaran terhadap pendidikan yang telah diberikan keduanya. Kata " ah " merupakan kata yang dilontarkan untuk segala sesuatu yang ditolak. Nabi Ibrahim Alaihissalam pernah berkata kepada kaumnya, " Celaka ( uffin ) bagi kalian dan apa yang kalian sembah selain Allah.” Artinya, aku menolak terhadap tindakan kalian dan juga terhadap patung-patung yang ada bersama kalian dan kalian sembah.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Celaka dia, celaka dia, kemudian celaka dia.” Ditanyakan, " Siapakah dia itu, wahai Rasulullah ?" Beliau menjawab, "Orang yang sempat menjumpai kedua orangtuanya pada masa tua, salah satu atau keduanya, lalu dia tidak masuk surga. 

Anak yang berbahagia adalah yang segera memanfaatkan kesempatan untuk berbakti kepada keduanya selagi ada, agar tidak kehilangan kesempatan tersebut setelah keduanya meninggal, sehingga dia akan menyesal selamanya. Anak yang sengsara adalah yang durhaka kepada keduanya apalagi telah sampai kepadanya perintah untuk berbakti kepada keduanya.” 

Dan janganlah kamu membentak keduanya.” Kata An-Nahr berarti bentakan dan kata-kata kasar. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, " Sesungguhnya Allah mengharamkan kalian durhaka kepada para ibu.” 

Ada yang berkata, "Dikhususkannya penyebutan ibu meskipun durhaka kepada bapak juga termasuk dosa besar, karena durhaka kepada ibu lebih buruk atau lebih cepat daripada kepada bapak, karena kelemahan kaum wanita. 

Disamping untuk menjelaskan bahwa bakti kepada ibu lebih didahulukan atas bakti kepada bapak dalam hal kelembutan dan kasih sayang dan lain-lainnya. Hal itu termasuk pengkhususan penyebutan sesuatu untuk memperlihatkan ketinggian posisinya, dalam hal ini mulianya kedudukan seorang ibu. 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah ( pula ). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila ia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa, ' Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan ( memberi kebaikan ) kepada anak cucuku Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." (QS. Al-Ahqaf ayat 15)

Ketika mengandung, seorang ibu mengalami banyak kesusahan, lelah, letih, berat, dan mengalami berbagai perubahan psikologis dan fisik serta yang lain-lainnya yang biasa dialami oleh wanita yang sedang hamil. Belum lagi, saat ia melahirkan anaknya, dimana ia harus menahan rasa sakit yang sangat dan tidak terkira. Setelah itu, dia juga harus menyusuinya selama masa penyusuan, kemudian mendidik, menjaga dan memeliharanya, bahkan harus begadang sepanjang malam demi anaknya. 

Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam seraya berkata, " Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk aku perlakukan dengan baik ? " Beliau menjawab, " Ibumu.” Orang itu bertanya, " Lalu siapa lagi ? " beliau menjawab, " Ibumu.” " Kemudian siapa lagi ? ". Beliau menjawab, " Ibumu.” Orang bertanya, " Setelah itu siapa ? " Beliau menjawab, " Baru kemudian ayahmu.” (HR. Al Bukhari)

Dalam hadits yang lain, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

 رضى الرب في رضى الوالد وسخط الرب في سخط الوالد.

” Keridhaan Rabb itu berada pada keridhaan orangtua. Dan kemurkaan Allah berada pada kemurkaan orangtua.” (Ashabus Sunan)

Karena Allah Ta'ala memerintahkan agar orangtua itu ditaati dan dimuliakan, maka barangsiapa mengikuti perintah Allah dengan menaati orangtuanya seraya memuliakannya, berarti dia telah menaati Allah, sehingga Dia pun meridhainya. Sebaliknya, barangsiapa menentang perintah Allah dan marah kepada orangtuanya bahkan menghinanya, berarti dia telah murka kepada Allah, sehingga Dia pun marah kepadanya. Ketaatan kepada orangtua yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah menyangkut hal-hal di luar kemaksiatan kepada Allah, sang Khaliq Hadits ini merupakan ancaman yang keras yang menunjukkan bahwa durhaka kepada orangtua itu termasuk dosa besar. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah bersabda, " Ada tiga kelompok orang yang tidak akan dilihat oleh Allah pada Hari Kiamat kelak, yaitu: orang yang durhaka kepada kedua orangtua. dan tiga orang yang tidak akan masuk surga, yaitu orang yang durhaka kepada kedua orangtua...”

Firman Allah, "Dan katakanlah kepada keduanya dengan kata kata yang mulia.” Hal ini merupakan tingkatan yang paling tinggi dan merupakan hak keduanya untuk mendapatkan penghormatan dan pemuliaan dari anak-anaknya. Artinya, ucapkanlah kata-kata yang lemah lagi lembut. Misalnya dengan berkata, " Wahai bapakku, " atau " Wahai ibuku, " tanpa menyebut nama atau gelarnya. 

Atha ' berkata, " Ibnu Al-Bidah At-Tujai bercerita, ' Aku pernah berkata kepada Sa'id bin Al-Musayyib, " Semua yang menyangkut bakti kepada kedua orangtua di dalam Al-Qur'an telah aku pahami, kecuali firman-Nya, ' Dan katakanlah kepada keduanya dengan kata-kata yang mulia. Apakah yang dimaksud dengan kata-kata yang mulia itu ? " Ibnu Al-Musayyib menjawab, " Layaknya ucapan seorang hamba yang berdosa kepada seorang majikan yang galak lagi kasar. 

Firman Allah, " Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan.” Ini merupakan ungkapan yang lembut yang menyentuh kedalaman hati dan juga perasaan. Itulah kasih sayang yang sangat lembut sehingga kehinaan seolah-olah tidak ditoleh oleh mata. Dalam ayat tersebut, kerendahan diri seorang anak seakan-akan memiliki sayap yang harus dikepakkan sebagai tanda ucapan salam dan berserah diri. Berdasarkan ayat ini, hendaknya seorang anak merendahkan diri kepada kedua orangtuanya dengan sikap yang sebaik-baiknya, baik dalam ucapan, sikap diam, maupun pandangannya. Dia tidak boleh menatap mata keduanya secara langsung, karena hal tersebut seperti pandangan orang yang sedang marah. 

Firman-Nya, " Dan ucapkanlah, Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” Ini adalah kenangan masa lalu yang penuh kasih sayang Kenangan seorang anak kecil yang masih lemah di bawah pemeliharaan orangtua, dimana keduanya sekarang sama seperti dirinya dulu ketika masih kecil; lemah dan membutuhkan bimbingan dan kasih sayang. 

Dalam doa yang terkandung dalam ayat di atas, terdapat harapan yang besar kepada Allah agar Dia mengasihi keduanya. Agar merahmati keduanya. Allah-lah yang Mahaluas rahmat-Nya. Mahalengkap Pemeliharaan-Nya. Mahabanyak kasih sayang-Nya. Hanya Allah yang mampu memberikan balasan atas apa yang dulu pernah dilakukan oleh orangtua, baik itu berupa darah, hati, maupun yang lainnya yang tidak dapat dibalas oleh seorang anak pun. Demikianlah, Allah Ta'ala memerintahkan hamba hamba-Nya untuk mengasihi orangtua mereka sekaligus mendoakannya.

Kutipan Dari Buku Menjadi Pria Sukses Dan dicintai