Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits Tentang Tidur Dulu Bila Mengantuk Jika Ingin Shalat

Hadits Tentang Tidur Dulu Bila Mengantuk Jika Ingin Shalat

Rasul menganjurkan untuk tidur terlebih dahulu bagi orang yang ingin melaksanakan shalat akan tetapi diserang rasa kantuk. Ini sebagaimana sabda Nabi dalam hadits riwayat dari Anas ibn Malik ra berkata:

 دخل النبي فإذا حبل ممدود بين الساريتين ، فقال: ما هـذا الحبل ؟ قالوا: هذا حبل لزينب فإذا فترت تعلقت فقال النبي: لا,حلوه ، ليصل أحدكم نشاطه فإذا فترفليقعد " 

Nabi saw. masuk ke dalam masjid, lalu Nabi melihat ada tali yang terentang antara dua tiang besar. Maka Nabi berkata: Tali apakah ini ? Pada sahabat menjawab: Ini tali kepunyaan Zainab. Apabila Zainab merasa letih, ia berpegang kepada tali itu. Maka Nabi bersabda: Tidak boleh ada tali ini. Lepaskan tali ini. Hendaklah kamu bershalat semasih merasa segar. Apabila ia telah merasa lemah, hendaklah ia duduk. " ( Al Bukhary dan Muslim ). 

Artikel Terkait:

Juga Aisyah ra. memberitakan:

 أن النبي دخل عائشة وعندها إمرأة ، قال: من هذه ؟: قالت فلانة تذكر من صلاتها ، قال: مه ! عليكم بما تطيقون ، فوالله لا يمل الله حتى تملوا ، وكان أحب الدين إليه ماداوم عليه صاحبه. 

"Bahwasanya Nabi masuk ke biliknya ( Aisyah ) sedang di sisinya ada seorang perempuan. Nabi saw. bertanya: Siapakah ini ? Aisyah menjawab: Si fulanah. Aisyah menceritakan tentang shalat perempuan itu. Nabi berkata: Jangan berbuat demikian, hendaklah kamu mengerjakan apa yang sanggup kamu kerjakan secara tetap Demi Allah. Allah tidak jemu sehingga kamu jemu. Dan adalah ta'at ( ibadah ) yang sangat disukai Allah, ulah yang kekal dikerjakan " ( Al Bukhary dan Muslim ). 

Aisyah ra. berkata:

 قال النبي إذا نعس أحدكم وهو يصلي فليرقد حتى يذهب عنه النوم فإن أحدكم إذا صلى وهو ناعس لايدري لعله يستغفر فيسب نفسه 

" Rasulullah bersabda: Apabila seorang kamu mengantuk saat melaksanakan shalat, maka hendaklah ia tidur sehingga hilang perasaan mengantuknya. Karena sesungguhnya apabila dia bershalat dalam keadaan mengantuk, tentulah ia tidak dapat mengetahui benar-benar ucapan ucapannya, boleh jadi ia ingin memohon ampun, lalu memaki dirinya. " ( Al Bukhary 4: 53 ; Muslim 6: 31 ; Al Lu'l-u wal Marjan 1: 168 ). 

Penjelasan Hadits

Sebagian ulama mengatakan, bahwa maksud perkataan ini ialah supaya kita bershalat dalam keadaan masih sempurna iradat dan perasaan ( masih segar ), karena orang-orang yang bershalat itu, adalah orang-orang yang sedang bermunajat dengan Allah. 

Berdasarkan hadits tersebut maka kita tidak dibenarkan bermunajat kepada Allah dalam keadaan mengantuk dan dalam kondisi memaksakan diri secara berlebihan. Apabila seseorang merasa letih / lesu dalam shalat, tidak kuat berdiri lama-lama lagi, maka hendaklah dia meneruskan shalat sambil duduk, atau hendaklah dia tinggalkan sisa sunnatnya sehingga dia memperoleh kesegaran atau hendaklah dia putuskan shalat itu. 

Makna yang akhir ini berlawanan dengan pendapat golongan Hanafiyah dan Malikiyah yang tidak membolehkan kita memutuskan shalat sunnat sebelum selesai, apabila shalat itu telah mulai kita kerjakan. 

Pada suatu hari Nabi masuk ke dalam bilik Aisyah sedang di situ ada seorang perempuan. Aisyah menj elaskan nama perempuan itu yaitu Khaulah binti Tawait, seperti yang diterangkan dalam riwayat lain. Kemudian Aisyah menerangkan kepada Nabi bahwa Khaulah bershalat sepanjang malam.

Mendengar keterangan Aisyah itu kemudian Nabi menegurnya dan rasul mengatakan agar dia jangan berbuat seperti itu, akan tetapi ketika ia hendak mengerjakan ibadah dan bermunajat kepada Allah maka hendaklah sesuai dengan dalam mengerjakannya secara terus menerus baik shalat ataupun ibadah-ibadah yang lain. Karena Alah tidak meneruskan pemberian-Nya, atau keutamaan-Nya untuk seseorang yang sudah jemu menerima pemberian Allah tersebut."

Demikianlah makna: “Allah tidak jemu sehingga kamu sendiri jemu." Perbuatan taat yang paling disukai Allah ialah taat yang dapat dikerjakan terus-menerus walaupun sedikit. Karena dengan terus-menerus mengerjakan yang sedikit itu, terus-meneruslah berwujudnya taat Dan kerapkali yang sedikit itu menjadi subur lantaran terus-menerus dikerjakan sehingga melebihi banyak yang tidak dapat dikerjakan. 

Menurut riwayat An Nasa-y, falyansharif maka hendaklah dia meng akhiri shalat dan pergi tidur. Maksudnya: hendaklah dia hentikan shalatnya sesudah dia menyelesaikan shalat yang tengah dia kerjakan itu. Bukan memutuskan begitu saja lantaran mengantuk. Dalam pada itu Al Muhallab memegangi zhahir perkataan ini, yakni terus menghentikan shalat, tanpa menyempurnakannya lebih dahulu.

Orang yang melaksanakan shalat dalam kondisi mengantuk, maka ada kemungkinan dengan secara tidak sadar mengucapkan perkataan yang tidak pantas diucapkannya dalam shalat. Sebagai contoh ketika Dia ingin menyebut lafal doa maka dengan tidak sengaja ia menyebutkan yang lainnya. Inilah illat larangan meneruskan shalat kalau sudah mengantuk, menurut Ibnu Abi Jamrah. 

Menurut mazhab Asy Syafi'y dan segolongan ulama, makruh kita shalat semalam suntuk. Dalam pada itu sebagian ulama tidak memakruhkannya, asal saja kita tidak tertidur di waktu Shubuh. Pendapat ini diriwayatkan juga dari Malik. 

Menurut pendapat jumhur, anjuran menghentikan shalat kalau sudah mengantuk menyangkut shalat fardhu dan shalat sunnat, siang dan malam, asal saja tidak sampai luar waktu. Malik dan segolongan ulama merujuk anjuran ini kepada sunnat malam saja. 

Kata Al Qashthalany: “Para ulama berbeda pendapat tentang tidur. Apakah tidur itu hadas, atau mungkin timbulnya hadas. " Ibnu Mundzir dan lainnya mengutip perkataan dari sebagian sahabat dan tabi'in dan pandangan itu dipegang oleh Ishak, Al Hasan, Al Muzany dan yang lainnya, bahwasanya dengan tidur itu dengan sendirinya membatalkan wudhu. Walaupun betapa keadaan kita tidur dan betapa pun kelakuannya, mengingat hadits Shafwan dalam hadits itu terdapat perkataan:

الا من غائط أوبول أونوم

 “Kecuali membuang air besar, atau air kecil, atau tidur. " 

Segolongan ulama berpendapat bahwa tidur itu memungkinkan timbulnya hadas mengingat hadits Abu Daud dan lain-lain, bahwa Nabi bersabda: 

العينان وكاء السة فمن نام فليتوضاء

 " Dua mata itu pembuka dubur, maka barangsiapa telah tidur, hendaklah dia berwudhu"

Golongan ini berselisih pula. Segolongan mereka berkata: “Orang yang tidur sebentar, tidak batal wudhunya." 

Demikian pendapat Az Zuhry, Malik dan Ahmad dalam salah satu riwayatnya. Di antara mereka ada yang berkata: “Tidur itu membatalkan wudhu, terkecuali tidur yang buah punggung melekat dengan tempat duduknya." 

Mengingat hadits yang diriwayatkan Muslim dari Anas ra. yang berhubungan dengan para sahabat sesudah tidur dan kemudian bangun dan langsung menlaksanakan shalat tanpa berwudhu terlebih dahulu. Tidur yang dimaksudkan di sini, ialah tidur yang melekat buah punggung dengan tempat duduk.

Sekiranya seseorang tidur sambil duduk, kedua buah punggungnya renggang dari tempat duduk, maka jika renggangnya itu sebelum dia jaga, dipandang telah gugur wudhunya. Jika renggang itu di waktu dia sadar, atau tidak diketahuinya, mana yang lebih dahulu, maka tidak batal wudhunya, mengingat bahwa hukum asal tetap suci, baik terlepas tangannya dari tempat pegangannya atau tidak. 

Demikianlah mazhab Asy Syafi'y dan Abu Hanifah. Malik berkata: “Jika yang demikian ini lama, gugurlah wudhunya. Jika tidak, tidak gugur." Segolongan ulama berkata pula: “Tidur itu sama sekali tidak mem batalkan wudhu." 

Pendapat ini dihikayatkan dari Abu Musa Al Asy'ary, Ibnu Umar dan Makhul. Para ulama mengqiaskannya kepada tidur, hilang akal karena gila atau pingsan ataupun mabuk. 

Kesimpulan 

Hadits pertama, menggerakkan kita untuk berlaku sederhana dalam beribadah, melarang kita terlalu memberatkan diri. Hadits ini juga menyuruh kita melaksanakan ibadah dalam keadaan badan masih segar, tidak merasa suntuk atau jemu. Juga pemahaman ini menunjukkan kebolehan memegang dengan tangan apabila kita sanggup untuk melakukannya. Selain itu memberi pengertian bahwa shalat sunnat boleh dikerjakan di dalam masjid.

Hadits kedua, melarang kita bershalat sepanjang malam. Demikianlah mazhab Asy Syafi'y dan segolongan ulama. Dalam pada itu sebagian ulama salaf tidak memakruhkan, asal saja kita tidak tertidur di waktu Shubuh. Pendapat ini diriwayatkan juga dari Malik.

Hadits ketiga, menggerakkan kita untuk menghadapi shalat dengan khusyuk dan tenang dan menyuruh orang yang mengantuk menghilangkan lebih dahulu rasa kantuknya. Hal ini mengenai shalat fardhu dan sunnat, malam dan siang."

Kutipan Dari Buku Mutiara Hadits Jilid 3 Oleh Hasbi Ash-Shiddieqy