Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits Wasiat Nabi Menjelang Wafat

Hadits Wasiat Nabi Menjelang Wafat
Para Ulama mencatat tentang periswa yang yang terjadi menjelang Nabi Wafat. Termasuk berkenaan dengan Wasiat NAbi menjelang kewafatan beliau. Ini berdasarkan hadits dari Thalhah ibn Musarrif berkata:

سألت عبداللہ ابن أبي أوفى  هل كان النبي أوصى ؟ قال: لا ، فقلت: كيف كتب على الناس الوصية أو أمروا بالوصية ؟ قال: أوصى بكتاب الله

" Aku bertanya kepada Abdullah ibn Abu Aufa: Apakah Nabi saw telah berwasiat ? Dia menjawab: Tidak, Aku bertanya lagi: Bagaimanakah difardhukan berwasiat atas para umat atau diperintahkan mereka berwasiat ? Dia menjawab: Nabi berwasiat kepada umatnya supaya berpegang teguh dengan Kitabullah. " ( Al Bukhary 55: 1; Muslim 25; 5; Al Lu'lu-u wal Marjan 2: 191 ). 1061 )

Al Aswad berkata:

ذكروا عند عائشة أن عليا كان وصيا ، فقالت: متى أوصى إليه ؟ وقد كنت مسندته إلى صدري ، أوقالت: حجري ، فدعا بالطست فلقد انخنث في حجرى فماشعرت أنه قد مات ، فمتى أوصى إليه ؟

" Ada beberapa orang yang menerangkan di sisi Aisyah, bahwasanya Ali ra adalah orang yang mengurus wasiat Nabi, karena itu Aisyah berkata: Kapan Nabi berwasiat kepadanya ? Padahal aku adalah orang yang menyandarkan Nabi ke dadaku tak pangkuanku, Beliau meminta kendi air, beliau telah begitu letih dalam pangkuanku Aku tidak salar bahwa beliau telah wafat, maka kapan beliau berniat kepada Ali ? ( Al Bukhary 55, 1, Muslim 25: 5, Al Lulu w wal Marjan 2: 191 ) 1062 ) 

Baca juga:

Thalhah ibn Musarrif ra berkata: "Bahwasanya Ibnu Abbas berkata: Hari Kamis adalah hari Kamis, apa hari Kamis itu ? Kemudian dia menangis hingga air matanya membasahi batu, dia berkata: Rasulullah menderita sakit payah di hari Kamis. Rasulullah berkata Bawalah kepalaku selembar kertas, aku tulis untuk kamu sebuah kitab yang kamu sekali-kali tidak akan menjadi sesat sesudahnya Para sahabat berbeda-beda pendapat, padahal tidak pantas timbul perbedaan pendapat di sisi Nabi. Mereka berkata: Apakah Rasulullah mengigau ? Nabi berkata Biarkanlah aku, karena keadaanku sekarang ini adalah lebih baik daripada yang kamu katakan tentang hal itu. Dan beliau berwasiat pada waktu wafatnya, tiga perkara pertama, keluarkanlah segala orang musyrik dari jazirah Arab; kedua. benarkanlah para utusan yang datang sebagaimana aku telah membenarkan mereka datang, dan yang ketiganya aku telah lupa " ( Al Bukhary 56: 176; Muslim 25: 5; 1063 )

Ibnu Abbas ra berkata: " Manakala Rasulullah telah hampir wafat, sedang di dalam biliknya ada beberapa orang laki-laki, maka berkatalah Nabi kepada para sahabat: Kemarilah kamu, aku tulis untukmu sebuah surat yang kamu tidak akan menjadi sesat sesudahnya. Sebagian yang hadir berkata: Rasulullah telah dipengaruhi oleh sakit payahnya dan di sisi kita ada Al Qur'an, kitab Allah cukup bagi kita. Karena itu para ahlul bait berselisih paham dan bertengkar. Ada di antara mereka yang berkata: Dekatkan kepada Nabi supaya beliau menulis untuk kamu sebuah kitab yang kamu tidak menjadi sesat lagi sesudahnya Di antara mereka ada yang mengatakan lain dari itu. Sesudah mereka banyak mengeluarkan kata-kata yang sia-sia dan berselisih, maka Rasulullah pun bersabda: Bangunlah kamu dari sini. Kata Ubaidillah, perawi hadits ini Ibnu Abbas sering berkata: Segala bencana timbul karena tidak jadi Rasulullah menulis Kitab untuk mereka, lantaran mereka berselisih dan hiruk-pikuk. " ( Al Bukhary 64: 83, Muslim 25: 5, Al Lulu-u wal Marjan 2: 193 ). 

Thalhah ibn Musarrif bertanya kepada Abdullah ibn Al Qamah ( Abi Aufa ) tentang apakah Nabi saw. telah berwasiat sebelum beliau wafat ataukah tidak.

Abdullah ibn Abi Aufa menerangkan bahwa Nabi tidak berwasiat secara khusus, yang berkaitan dengan harta benda. Beliau hanya berwasiat supaya umat teguh berpegang kepada Kitabullah dan kepada perintah-perintah beliau. Karena jawaban Abdullah ibn Abi Aufa demikian, maka Thalhah berkata: Kalau demikian, mengapa wasiat itu diwajibkan atas manusia dengan firman Allah:

كتب عليكم إذا حضر أحدكم الموت إن ترك خيرا الوصية
" Telah difadhukan atas kamu apabila salah seorang kamu menghadapi kematian supaya berwasiat, "

Perkataan kutiba 'alan nasil washiyyatu atau umiru hil washiyyati keraguan ini adalah dari perawi sendiri. Karena tidak ingat, Thalhah mengatakan kutiba 'alan nasil washiyyah atau umiru bil washiyyah.

Nabi berwasiat supaya kita umatnya berpegang teguh kepada Kitabullah, mengerjakan tuntunan-tuntunannya. Abdullah meniadakan segala macam wasiat yang mengenai harta. 

Nabi mencukupkan dengan Al Qur-an saja, tidak menambah lagi dengan sunnahnya adalah karena Al Qur-an, pedoman hidup yang sempurna. Al Qur-an menerangkan segala hukum yang kita butuhkan dengan jalan nash ataupun dengan jalan isyarat yang dapat kita istinbathkan darinya. 

Dalam pada itu, Abdullah tentu tidak bermaksud meniadakan segala wasiat Nabi yang lain, seperti yang telah diriwayatkan olch Muslim, bahwasanya Rasul berwasiat supaya jangan dibiarkan di jazirah Arab hidup dua agama dan menyuruh memberi hadiah kepada utusan-utusan dengan hadiah-hadiah yang Nabi berikan dan memberangkatkan pasukan Usamah. 

Dalam riwayat lain, Nabi berwasiat supaya orang-orang Yahudi dikeluarkan dari negeri Arab dan kubur beliau tidak dijadikan tempat pujaan. Beberapa sahabat membicarakan di majelis Aisyah bahwa Ali itu telah ditugaskan oleh Nabi untuk menyelesaikan segala wasiat-wasiatnya. 

Aisyah membantah perkataan sahabat itu dan bertanya: “Kapan Nabi berwasiat yang demikian kepada Ali." Di saat menghadapi sakaratul maut, Nabi menyandarkan kepalanya ke dada Aisyah dan Aisyah tidak mendengar sesuatu wasiat dari Nabi, dan tidak menyadari bahwa Rasulullah telah berpulang ke rahmatullah, maka kapankah Rasul berwasiat kepada Ali supaya Ali itu menjadi khalifahnya ? 

Kata Al Qurthuby: “Orang-orang Syiah telah memasukkan banyak hadits untuk menetapkan bahwa Nabi telah berwasiat dalam masa sakitnya kepada Ali bahwa Ali ditunjuk menjadi khalifahnya." 

Para sahabat membantah hadits itu. Ali sendiri tidak pernah mengakui adanya wasiat itu, baik sebelum atau sesudah menjadi khalifah. Tidak ada seorang sahabat pun yang mengemukakan hadits itu di hari pertemuan para sahabat di Tsaqifah Bani Saidah. 

Wasiat yang tidak mengenai khalifah, memang terdapat dalam beberapa hadits. Nabi berwasiat supaya Aisyah menafkahkan dzahbiyah yang ada padanya dan meminta Ali menyedekahkan serta menyuruh supaya umat memperhatikan shalat, budak sahaya, mengeluarkan zakat, mengusir kaum musyrik dan jazirah Arab, memberangkatkan pasukan Usamah yang telah beliau persiapkan sebelum wafat, tetap bersama jamaah di dalam taat, supaya para sahabat menghormati sabiqinal awwalin supaya beliau dimandikan dengan air sebanyak tujuh kendi dari air yang diambil dari Quba', supaya jenazah beliau dishalatkan dengan tidak beriman.

Akan tetapi sebagian dari hadits-hadits yang menerangkan wasiat wasiat ini, tidak shahih sanadnya Hari Kamis adalah hari kesedihan yang mendalam. Pada hari itu, Rasulullah jatuh sakit berat, dan pada hari Kamis pula Rasul wafat. 

Dalam keadaan sakit berat, beliau meminta dibawakan kertas dan kalam ( pena ) karena beliau hendak menyuruh orang menulis pada kertas itu suatu kitab yang akan menjadi pegangan bagi para umat di samping Al Qur-an. 

Ibnu Abbas mengenang hari Kamis, di mana Rasulullah jatuh sakit pada hari itu dan menyesali para penulis yang tidak mau menulis apa yang Rasul kehendaki pada hari itu. 

Namun para sahabat yang hadir pada waktu itu di rumah Nabi tidak sependapat untuk memenuhi permintaan Rasul. Mereka berdebat satu sama lain, padahal tidaklah pantas mereka berbantah di hadapan Rasul. Oleh karenanya, Rasul meminta mereka pergi dari sisinya. 

Menurut Al Bukhary dalam kitab Al Ilmu, Nabi sendiri yang berkata bahwa para sahabat berbantah di sisinya. Menurut riwayat ini, Ibnu Abbas yang berkata demikian. 

Mereka saling bertanya di antara sesamanya, "Apakah Rasulullah mengigau karena sakit ?" Asal kalimat ini adalah "Apakah Rasulullah telah mengigau ?" 

Menurut riwayat bahwa yang mengatakan demikian adalah Umar Beliau berkata: “Rasulullah telah berat sakitnya, Al Qur-an yang telah ada itu telah mencukupi, tidak perlu kepada Kitab yang lain lagi." 

Sikap Umar ini menunjukkan bahwa dia takut Nabi akan menetapkan beberapa ketentuan yang kemudian sukar dipikul umat, karenanya Umar mengatakan bahwa Al Qur-an telah cukup bagi kita, atau Umar bersikap demikian untuk menghindari Nabi letih supaya Nabi cukup beristirahat. 

Nabi menerangkan bahwa beliau waktu itu bersiap-siap untuk berjumpa dengan Allah adalah lebih baik daripada menulis wasiat itu dan beliau meminta agar para sahabat membiarkannya.

Ada tiga wasiat Nabi ketika akan wafat:

Pertama, supaya para sahabat mengeluarkan orang musyrik dari jazirah Arab, yaitu dan Aden sampai ke dusun Irak dan Jeddah sampai ke tepi negent Syam.

Kedua, memberi hadiah dan jamuan kepada para utusan sebagaimana Nabi telah melakukannya. Ini adalah dasar bagi kita memuliakan utusan dan memben hadiah kepada mereka Menurut keterangan Al Qadhi Iyadh bahwa hadiah dan jamuan itu diberikan kepada para utusan, baik dia itu Islam ataupun kafir. 

Dan riwayat yang lain, dapat kita tetapkan bahwa wasiat yang ketiga adalah memberangkatkan pasukan Usamah Para sahabat ada yang tidak menyetujui diberangkatkan pasukan Usamah, maka Abu Bakar menerangkan kepada mereka bahwa Nabi telah mewasiatkan hal itu menjelang beliau wafat. 

Para ulama berselisih pendapat tentang apa yang hendak Nabi tulis Ada yang mengatakan tentang penunjukan Abu Bakar sebagai khalifah, ada yang menegaskan pokok-pokok dan dasar-dasar agama untuk menjadi pegangan Menurut zhahir, surat yang hendak beliau buatkan itu adalah surat yang menegaskan tentang kekhalifahan Abu Bakar. Demikian kata sebagian ulama. 

Salah seorang di antara sahabat yaitu Umar yang lebih paham daripada Ibnu Abbas, menganjurkan kepada sahabat supaya mereka tidak memenuhi keinginan Rasul karena Rasul pada saat itu telah sangat payah dan cukuplah bagi para umat berpegang pada Al Qur-an saja. Jangan ada lagi ketentuan yang akan dibuat. 

Ibnu Abbas menyesali sikap Umar sehingga Nabi tidak jadi menulis suratnya itu. Sebenarnya Umar adalah lebih paham daripada Ibnu Abbas. Umar mengetahui bahwa kitab yang hendak ditulis oleh Nabi itu adalah untuk menerangkan hukum-hukum agama dan menghindari perselisihan. Hal itu telah dicakup olch Al Qur-an Allah berfirman: 

اليوم أكملت لكم دينكم 

“Pada hari ini, telah Aku sempurnakan bagimu agamamu

Umar mengetahui bahwa tidak ada satu kejadian hingga hari kiamat yang tidak mungkin tidak diperoleh hukumnya dalam Al Qur-an dan As Sunnah yang telah ada, baik secara nash ataupun secara dalalah. 

Membiarkan Nabi mendiktekan surat dalam keadaan beliau yang sangat payah itu berarti membiarkan beliau menderita. Karena itu, Umar mencegahnya agar tidak tertutup pintu ijtihad bagi ahli ilmu dan ahli ijtihad. Pendapat Umar ini dibenarkan oleh Nabi. Beliau tidak terus mendesak supaya ditulis juga surat yang beliau inginkan itu. 

Kesimpulan 

Hadits-hadits ini memberi pengertian bahwa orang yang tidak mempunyai harta untuk diwasiatkan, tidak perlu berwasiat. Nabi tidak mewasiatkan sesuatu mengenai hartanya.

Referensi Dari Buku Mutiara Hadits Jilid 5 Tulisan Hasbi Ash-Shiddieqy