Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits Tentang Hubungan Suami Istri

Hadits Tentang Hubungan Suami Istri
Di antara hal-hal yang penting diperhatikan berkenaan dengan aktifitas suami istri yang sesuai dengan sunnah Nabi adalah sebagai berikut:

Yang pertama adalah berkenaan dengan do'a yang diucapkan ketika aktifitas suami istri ditempat tidur

Ini berdasarkan riwayat dari Ibnu Abbas ra berkata:

  قال النبي ﷺ أما لوان أحدهم يقول حين يأتي اهله باسم الله اللهم جنبني الشيطان وجنب الشيطان مارزقتنا ، ثم قدر بينهما في  ذلك ، أوقضى ولد لم يضره شيطن أبدا  

"Nabi saw bersabda: Ketahuilah, sekiranya seseorang kamu di kala mendatangi isterinya membaca: Bismillahi Allahumma jannibmisy syaithana wa jannibisy syaithana ma razaqtana" dengan nama Allah, Tuhanku jauhkanlah aku dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau rezekikan kepada kami, kemudian ditakdirkan anak atau diberikan anak niscaya setan sekali-kali tidak bisa menyakiti anak itu. " ( Imam Al Bukhary dan Muslim ). 

Mudah-mudahan kiranya kita suka membaca doa ini di ketika menyetubuhi isteri: “Bismillahi Allahumma jannibnisy syaithana wa jannibisy syaithana ma razaqtana Dengan nama Allah, Tuhanku jauhkanlah aku dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau rezekikan kepada kami.", jika Tuhan mentakdirkan dari persetubuhan itu seorang anak, niscaya setan tidak dapat memberi mudarat sedikitpun kepada anak itu dalam hal keagamaannya, tidak dapat menyesatkan anak itu.

Kesimpulan 

Hadits ini menerangkan apa yang sebaiknya diucapkan di waktu akan bersetubuh untuk mengharapkan perlindungan terhadap anak dari gangguan setan. 

Baca juga:
Adapun yang kedua perlu diperhatikan adalah berkenaan dengan posisi yang benar ketika aktifitas suami istri berdasarkan sunnah dari Nabi adalah sebagaimana riwayat dari Jabir ibn Abdullah berkata:

 كانت اليهود تقول: إذا جامعها من ورائها جاء الولد احول , فنزلت-نساؤكم حرث لكم فأتوا حرثكم أنى شئتم 

" Orang Yahudi selalu berkata: Apabila seseorang menyetubuhi isterinya dari belakang. pastilah anaknya juling. Karena itu turunlah ayat: nisa-ukum hartsu lakum fatu hartsakum anna syi tum-isteri merupakan sawah ladang bagimu, karena itu datangilah sawah ladangmu menurut posisi yang kamu kehendaki. " ( Al Bukhary 65: 2: 39; Muslim 16 18, Al Lu'lu-u wal Marjan 2: 112 ). 

Orang-orang Yahudi di Madinah selalu berkata: “Apabila seseorang menyetubuhi isterinya dari belakang, niscaya anaknya yang lahir dari posisi persetubuhan semacam itu akan juling matanya." 

Untuk membantah pendapat orang-orang Yahudi, Allah menurunkan ayat ini. Ayat ini menegaskan bahwa kita boleh memilih posisi persetubuhan yang nyaman, bagi pasangan suami isteri. Namun demikian, dalam posisi apapun yang dipilih, penetrasi penis haruslah melalui vagina. 

Jumhur ulama memberikan komentar bahwasanya penetrasi yang dilakukan oleh suami lewat dubur isteri yang dilakukan selama istri dalam kondisi sedang berhaid ataupun dalan kondisi suci dari haid dan nifas maka haram hukumnya.

Sedikit saja di antara ulama yang membolehkan kita menyetubuhi dubur isteri. Akan tetapi dalil-dalil yang dikemukakan oleh pihak yang mengharamkannya hampir seluruhnya lemah. 

Kesimpulan 

Hadits ini membolehkan seseorang menyetubuhi isteri dalam posisi apapun di tempat yang menyalurkan mani ke dalam rahim.

Adapun yang ketiga yang perlu diperhatikan agar terjadinya keharmonisan dalam rumah tangga adalah seyokgianya istri tidak menolak ajakan suami untuk tidur seranjang. Ini sebagaimana hadits dari Abu Hurairah ra, berkata:

 قال النبی ﷺ إذا باتت المرأة مهاجرة فراش زوجها لعنتها الملائكة حتى ترجع 

" Nabi bersabda: Apabila di malam hari sang isteri tidak tidur seranjang dengan suaminya, maka malaikat mengutuk istri tersebut sehingga sang istri tidur kembali seranjang dengan suaminya. " ( Al Bukhary dan Muslim ). 

Apabila seseorang isteri tidak mau tidur di ranjang suaminya untuk menghindari persetubuhan padahal si suami menginginkannya, maka malaikat hafazhah terus-menerus mengutuk isteri itu sehingga dia kembali tidur bersama suaminya. 

Kesimpulan 

Hadits ini mengharamkan si isteri tidur sendiri tanpa ada sesuatu uzur. Dan haid itu tidak menjadi alasan untuk tidur terpisah karena bercumbu tidak terbatas dalam persetubuhan saja. 

Referensi Berdasarkan Buku mutiara Hadits Jilid 5 Hasbi Ash-Shiddieqy