Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits Tata Cara Memandikan Jenazah

Hadits Tata Cara Memandikan Jenazah
Agama Islam mengatur metode meniti hidup dengan baik agar selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat nantinya. Oleh karena itu syariat menetapkan cara hidup itu sesuai dengan keteladanan nabi. Dengan cara itu itu membaut hidup manusia menjadi terhormat dan mulia. 

Begitu juga berkenaan dengan orang yang telah wafat, Rasul mensyariatkan aturan yang dengan aturan itu maka mayitpun akan diperlakukan secara mulia. Sebagai contoh adalah bagimana Rasul mencontohkan cara memperlakukan Jenazah pada saat memandikannya. 

Baca juga:

Sebagaimana Hadits dari Ummu Athiyah Al Anshariyah ra. berkata:

  دخل علينارسول الله حين توفيت ابنته فقال: « إغسلها ثلاثا أوخمسا وأكثر من ذلك إن رأيتن ذلك بماء وسدر, واجعلن في الأخرة كافورا أو  شيئا من كافور, فإذا فرغتن فاذنني.فلما فرغناه فأعطينا حقوه فقال: « اشعرنها إياه يعني إزاره  

"Rasulullah masuk ke tempat kami ketika seorang anak perempuan meninggal, maka beliau berkata: Mandikanlah dia tiga atau lima kali atau lebih dari itu. Jika kamu berpendapat demikian, dengan air yang dicampurkan daun bidara yang sudah ditumbuk. Dan letakkanlah di kali yang penghabisan, kafur barus atau sedikit kafur barus, kemudian apabila kamu telah selesai, beritahukanlah kepadaku. Maka ketika telah selesai, kami pun memberitahukan kepada Nabi, lalu Nabi memberikan kepada kami kain sarung beliau. Nabi berkata: Pakaikan kain itu pada tubuhnya. Ummu Athiyah menghendaki sarung Nabi. " ( Al Bukhary 23: 8; Muslim 11: 12; Al Lulu-u wal Marjan 1: 213-214 ). 

Begitu juga dengan Hadits dari Ummu Athiyah Al Anshariyah ra. berkata: "Rasulullah masuk ke tempat kami, saat kami sedang memandikan seorang putrinya. Maku Nabi bersabda: Mandikanlah dia tiga atau lima kali atau lebih dari itu dengan air dan daun bidara dan letakkanlah kamfer pada kali yang penghabisan. Apabila kamu telah selesai, beritahukanlah kepadaku. Setelah kami selesai, kami pun memberitahukan kepadanya. Maka Nabi melemparkan kepada kami kain sarungnya serta mengatakan: Pakaikanlah kain ini pada tubuhnya. Berkata Ayub salah seorang perawi: Hafshah telah menceritakan kepadaku, seperti hadits Muhammad ini. Dalam hadits Hafshah terdapat: Ighsilmaha witran Mandikanlah dia dengan hitungan yang ganjil. Dan terdapat pula di dalam hadits itu: tiga, lima, atau tujuh kali. Dan di dalamnya terdapat lagi bahwa Nabi bersabda: Mulailah dengan bagian kanannya dan tempat-tempat wudhunya. Dan di dalam hadits ini terdapat pula bahwa Ummu Athiyah berkat a: Dan kami pintal rambutnya menjadi tiga pintalan. " ( Al Bukhary 23: 9; Muslim 11: 12; Al Lulu-u wal Marjan 1: 214-215 ).

Ummu Athiyah Al Anshariyah ra. berkata:

 لماغسلنا بنت النبي ﷺ قال لنا ، ونحن نغسلها: « ابدأن بميامنها ومواضع الوضوء منها. 

" Ketika kami memandikan seorang anak perempuan Nabi, berkatalah Nabi kepada kami yang sedang memandikan anaknya: Mulailah dengan bagian kanan dan tempat tempat wudhunya. " ( Al Bukhary 23: 11; Muslim 11: 12; Al Lu'lu-u wal Marjan 1: 215 ). 

Pada waktu salah seorang putri Rasulullah wafat bernama Zainab. Zaenab adalah isteri Abi Ash. Rasulullah saw. masuk ke tempat memandikan jenazah. Zainab ini adalah ibu Umamah. Ini sebagaimana yang diterangkan oleh Imam Muslim. 

Menurut Abu Daud, putri Nabi yang meninggal ini adalah Ummu Kaltsum. Al Hafizh Al Mundziry mengatkan bahwa: "Riwayat Imam Muslimlah yang benar. Ini  dikarenakan Ummu Kaltsum wafat ketika Nabi sedang melakukan perang Badar." 

Dalam pada itu ada yang mengatakan bahwa yang meninggal di waktu Nabi berada dalam peperangan Badar adalah Ruqayyah, bukan Ummu Kaltsum. 

Kata An Nawawy: "Yang diwajibkan dalam memandikan jenazah hanyalah sekali yang meliputi seluruh badan, sesudah menghilangkan najis di badan jika ada. Kedua dan ketiga kalinya adalah sunnatز

Kata Al Mazary: "Ada yang berkata, mandi itu sunnat." Kata Al Hafizh: "Tidak ada sesuatu riwayat yang menyebutkan lebih dari tujuh kali, terkecuali pada riwayat Abu Daud. Adapun Ahmad memakruhkan lebih dari tujuh kali."

Kata Al Mawardy: "Melebihkan dari tujuh kali, berarti memboroskan air. Abu Hanifah tidak membolehkan kita melebihkan dari tiga kali. Namun jika ijtihad seseorang untuk memandikannya sampai tujuh kali, buatlah tujuh kali. Jika dengan membasuh bersih dengan tiga kali saja, maka tidaklah lagi disyariatkan kita menambah basuhan. Kalau tidak, hendaklah ditambah lagi dengan mengganjilkan bilangan sampai bersih. Masukkanlah ke dalam air sedikit kafur barus pada kali yang akhir saat dimandikan. Hal ini menyangkut perempuan yang meninggal tidak dalam keadaan ihram. 

Nabi melepaskan kain sarung dari tubuhnya dan memberikan kepada Ummu Athiyah, dan menyuruh agar itu dipakaikan ke tubuh jenazah. Ummu Athiyah bermaksud agar Zainab memperoleh keberkatannya. Dan Nabi tidak segera memberikannya adalah supaya begitu dilepaskan dari badan, langsung dipakaikan ke badan Zainab. 

Kata An Nawawy: "Memandikan jenazah asal hukumnya fardhu kifayah. Demikian pula mengusungnya, mengafani, menshalatinya, dan menguburnya." 

Nabi menghadapkan pembicaraan kepada Ummu Athiyah, dia seorang yang selalu memandikan jenazah. Dan Nabi juga menyuruh memakai daun bidara dalam memandikan jenazah. Sebagaimana memakai sedikit kafur barus pada kali terakhir. Demikian pendapat Asy Syafi'y, Malik, Ahmad, dan jumhur yang ulama. Kata Abu Hanifah: " Perbuatan itu tidak disukai. " 

Hadits-hadits ini juga menunjukkan bahwa kita dianjurkan mengambil berkah dengan pakaian-pakaian orang yang shalih dan membolehkan kita mengafani perempuan dengan kain laki-laki. Dan menyatakan pula bahwa kita disukai menyisir rambut jenazah dan r menganyamnya. Demikianlah pendapat Asy Syafi'y, Ahmad dan Ishak. 

Kata Al Auza-y dan lain-lain ulama Kufah: "Tidak disukai kita menyisir rambut orang mati dan menganyamnya, tetapi hendaklah dibiarkan tetap ke sampingnya." 

Abu Hanifah tidak menyukai yang demikian Menurut mazhab Asy Syafi'y, Malik, dan jumhur bahwa suami lebih berhak memandikan jenazah isterinya. 

Kata Asy Sya'by, Ats Tsaury dan Abu Hanifah: "Tidak boleh seorang suami memandikan isterinya." 

Kemudian mereka sependapat, bahwa isteri lebih berhak memandikan jenazah suaminya. Kata An Nawawy: " Hadits ini dipergunakan juga untuk menetapkan bahwa tidak wajib mandi atas orang yang memandikan jenazah. Sekiranya wajib, tentulah Nabi menerangkan kepada mereka yang memandikan jenazah ini. Menurut pendapat jumhur, hanya disukai orang yang memandikan jenazah, mandi sesudahnya. 

Kata Al Khaththaby: "Aku tidak mengetahui ada orang yang mewajibkannya." Ahmad dan Ishak hanya mewajibkan wudhu atas orang yang memandikan jenazah. 

Kesimpulan 

Hadits pertama, menunjukkan kepada disukai kita memandikan jenazah dengan bilangan yang ganjil, yaitu tiga kali. Jika perlu, ditambah sampai lima kali, dan sampai tujuh kali. Kalau sudah cukup bersih dengan tiga kali, tidak lagi disyariatkan kali yang keempatnya. 

Hadits yang kedua, menyatakan bahwa kita disukai mendahulukan bagian kanan dalam memandikan jenazah dan dalam segala urusan bersuci. Juga hadits ini dipergunakan untuk dalil bahwa para perempuan lebih berhak memandikan jenazah orang perempuan daripada suaminya. 

Hadits ketiga, menyatakan bahwa kita disukai mendahulukan bagian kanan dalam memandikan jenazah. 

Kutipan Dari Buku Mutiara Hadits Hasbi Ash-Shiddieqy