Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sifat Adil Shahabat Nabi

Sifat Adil Shahabat Nabi

Definisi Sahabat

Sahabat secara etimologis merupakan kata bentukan dari kata " ash-Shuhbah " ( persahabatan ), yang tidak mengandung pengertian persahabatan dalam ukuran tertentu. Persahabatan juga berlaku untuk orang yang menyertai orang lain. Baik yang jumlahnya sedikit ataupun banyak.

Sama seperti kata "Mukallim", "Mukhathib" dan "Dharib" berasal dari bentuk "Mukalamah" ( pembicaraan ), "Mukhathabah" ( ceramah ) dan " Dharb " ( pukulan ), dan berlaku untuk siapa saja yang melakukan hal-hal itu, sedikit atau banyak.

Imam Ahmad menyebut Ahli Badar termasuk sahabat, kemudian berkata: Manusia paling utama setelah mereka adalah sahabat-sahabat Rasulullah SAW., generasi di mana beliau diutus di kalangan mereka. Ia memiliki status sahabat sesuai dengan kadar kesertaan yang dilakukannya, dan sebelumnya pernah bersama, mendengar dari dan memperhatikan beliau.

Ibn Hazm rahimahullah berkata, adapun yang dimaksud sahabat adalah setiap orang yang pernah bermujalasah dengan Nabi SAW. meski hanya sesaat, mendengar dari beliau meski hanya satu kata, menyaksikan beliau menangani suatu masalah dan tidak termasuk orang-orang munafik yang kemunafikkannya berlanjut sampai populer dan meninggal dalam keadaan seperti itu. Dan tidak ada toleransi bagi orang yang menafikan kenabian dari beliau dan mengaku mendapatkannya dan orang-orang yang seperti itu.

Orang yang memiliki ciri-ciri yang telah kami sebutkan berarti merupakan sahabat. Ibn ash-Shalah mengatakan, kami mendengar dari Abu al-Mudhaffar as-Sam'aniy al-Marwaziy, bahwa beliau mengatakan: " Para pakar hadits menyebut terma sahabat untuk orang yang meriwayatkan dari Nabi SAW. satu hadits atau satu kata.

Yang lain mengatakan: " Tidak boleh tidak, untuk bisa disebut sahabat harus ada ru'yah ( melihat Nabi SAW. ), di samping meriwayatkan satu atau dua hadits. Al-Waqidiy mengatakan, saya menyaksikan para ahli ilmu berkata: " Setiap orang yang pernah melihat Rasulullah SAW. dan telah baligh, lalu masuk Islam dan memahami persoalan agama serta rela kepada beliau, maka menurut kami termasuk sahabat Nabi SAW., meski hanya sesaat di siang hari.

Oleh karena itu, al-Iraqiy mengatakan: Pembatasan baligh tampaknya janggal. Imamut Tabi'in, Sa'id ibn al-Musayyab mengatakan: Tidak kami anggap sahabat kecuali orang yang bermukim bersama Rasulullah saw. selama satu atau dua tahun dan berperang bersama beliau satu atau dua kali peperangan.10 -- Ibn ash-Shalah berkomentar: " Tampaknya yang dimaksud-seandainya pernyataan itu valid dari beliau sejalur dengan yang diriwayatkan dari para ahli ushul. Akan tetapi, redaksi yang beliau gunakan terlalu sempit sehingga harus tidak memasukkan Jarir ibn Abdullah al- Bajali dan kawan-kawan ke dalam kelompok sahabat. Al-Iraqiy mengatakan, ini jelas tidak valid bila dikatakan bersumber dari al-Musayyab. Karena di dalam jalumnya terdapat Muhammad ibr ' Umar al Waqidiy, yang berstatus dha'if dalam hadits." 

Ibn al-Jauziy mengatakan: Umumnya ulama' mengemuakakan pendapat yang berbeda dengan yang dikatakan oleh Ibn al- Musayyab. Sebab mereka menganggap Jarir ibn Abdillah ( al-Bajaliy ) sebagai sahabat. Ia masuk Islam pada tahun sepuluh Hijriah. Mereka juga memasukkan ke dalam kelompok sahabat orang yang berperang bersama Nabi. Juga termasuk shahabat adalah orang yang pada waktu beliau wafat masih kecil, walaupun belum pernah bermujalasah dan belum pernah berjalan bersama beliau.

Mereka benar-benar memasukkan orang seperti itu ke dalam kelompok sahabat, meski hakekat kesahabatan tidak ada pada dirinya. Ibn Hajar mengatakan, definisi paling shahih menurut saya, adalah bahwa sahabat merupakan orang yang pernah bertemu dengan Nabi saw. dalam keadaan beriman kepada beliau dan meninggal dalam keadaan iman pula.

Masuk dalam kategori orang yang pernah bertemu dengan Nabi SAW., orang yang lama bermujalasah atau hanya sebentar saja bersama beliau, orang yang turut berperang ataupun tidak, orang yang pernah melihat beliau karena alasan tertentu, seperti buta.

Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Melihat saja menurut Anas bin Malik belum cukup menjadikan se seorang masuk dalam kategori sahabat. Syu'bah meriwayatkan dari Musa as-Subulani dan memujinya, katanya, saya bertanya kepada Anas ibn Malik: " Apakah masih ada sahabat Rasul SAW. selain Tuan " ? Beliau menjawab: " Orang-orang pedalaman melihat beliau. " Tetapi yang berstatus sahabat tidak ada lagi. Diriwayatkan oleh Imam Muslim di hadapan Abu Zur'ah.

Abu Bakar al-Baqillaniy ( 338-403 H ), setelah mendefinisikan sahabat secara etimologis mengatakan: " Saya bersahabat dengan Fulan sepanjang umur saya, satu tahun, satu bulan, satu hari dan satu jam. " Ini mengharuskan penger tian itu diberlakukan untuk orang yang pernah bersama Nabi walau sesaat di siang hari.

Inilah makna asal kata itu menurut konjugasinya. Namun demikian, ada definisi yang telah baku bagi umat¹5 bahwa mereka tidak menggunakan sebutan sahabat kecuali untuk orang yang banyak bergaul dan sering bertemu dengan orang lain. Mereka tidak menggunakan itu untuk orang yang bertemu hanya sesaat dengan orang lain atau berjalan satu langkah dengannya serta mendengar satu pembicaraan saja darinya.

Dengan demikian, wajiblah tidak memberlakukan sebutan tersebut kecuali untuk orang-orang yang keadaannya seperti yang telah disebutkan. Namun demikian, khabar yang dibawa oleh seorang tsiqat dapat diterima dan diamalkan, meski keber samaan yang dilakukannya tidak lama, dan tidak mendengar dari Nabi SAW. kecuali satu hadits saja. Pernyataan Anas tidak menyimpang dari pengertian yang umum dikenal di masyarakat. Yang tak syak lagi adalah bahwa sahabat bertingkat-tingkat, tergantung keterdahuluan mereka dalam memeluk Islam.

Dan kepada pendapat mayoritas ulama itulah saya condong dan me meganginya. Sebab pada hakekatnya, seorang sahabat tidak akan meriwayatkan satu hadits pun kecuali keadilannya telah diakui menurut para pakar ilmu ini sejalan dengan kaidah-kaidah kritik yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah yang dipraktekkan oleh perawi-perawinya. Sahabat menurut ulama ' ushul atau sebagian mereka adalah setiap orang yang lama bermujalasah dengan Rasululah SAW. secara terus-menerus dan

Stratifikasi Sahabat

Tepat sekali bila para pakar hadits menyebut terma sahabat untuk setiap orang yang meriwayatkan satu hadits atau satu kata dari Nabi SAW., kemudian mereka melonggarkan pengertiannya. Bahkan mereka menganggap setiap orang yang pernah melihat beliau sebagai sahabat.

Mereka beralasan bahwa hal itu karena kemuliaan posisi Nabi SAW. Hanya saja, sahabat bertingkat-tingkat. Ada yang tergolong " as-Sabiqun " dalam Islam yang sangat lama bersama dengan Nabi SAW., dan mengorbankan harta dan darah mereka demi dakwah Islam. Ada juga yang hanya sekali melihat Nabi SAW. pada kesempatan haji wada '.

Di antara mereka yang disebut pertama dan mereka yang disebut terdapat banyak tingkatan. Ada juga sahabat yang sanantiasa bersama Nabi SAW. siang dan malam, saat berada di rumah maupun saat bepergian, saat puasa maupun saat tidak berpuasa, saat senang maupun saat susah dan saat jihad maupun saat ibadah beliau, serta mengetahui banyak amal yang pelik dan sunnah-sunnah mulia. Sehingga bagaimana bisa dianggap logis, bila semua sahabat berada pada satu tingkat. Ini jelas tidak bisa dibayangkan menurut kaca mata neraca keadilan dan logika.

Oleh karena itu, sahabat memang bertingkat tingkat, seperti disepakati ulama. Ibn Sa'd menjadikan mereka ke dalam lima tingkat. Al-Hakim menjadikan mereka ke dalam dua belas tingkat. Sebagian ulama menjadikan mereka lebih dari itu.

Namun yang populer adalah yang dikemukakan oleh al-Hakim yaitu:
  1. Mereka yang mula-mula masuk Islam, seperti keempat khalifah.
  2. Mereka yang masuk Islam sebelum musyawarah ahli Makkah di Dar an-Nadwah.
  3. Mereka yang berhijrah ke Habasyah.
  4. Mereka yang mengikuti al-' Aqabah al-Ula
  5. Mereka yang mengikuti al-'Aqabah al-Tsaniah, yang mayoritas adalah kaum Anshar.
  6. Kaum muhajirin yang mula-mula bertemu dengan Nabi SAW. di Quba sebelum beliau memasuki Madinah. Ahli Badar.
  7. Mereka yang berhijrah di antara Badar dan al-Hudaibiyyah.
  8. Para peserta Bai'at ar-Ridhwan di Hudaibiyyah.
  9. Mereka yang berhijrah antara Hudaibiyyah dan Fath Makkah, seperti Khalid ibn al-Walid, Ibn al-' Ash dan Abu Hurairah
  10. Orang-orang yang masuk Islam saat Fath Makkah.
  11. Kalangan anak-anak yang menyaksikan Nabi SAW, saat Fath Makah, haji wada ' dan lain-lain.

Baca juga: Kajian Hadits Penyabab Bencana

Ahlus Sunnah sependapat bahwa sahabat paling utama adalah Abu Bakar, lalu Umar. Tak seorang sahabat maupun tabi'in yang berbeda pendapat mengenai keutamaan mereka atas sahabat-sahabat yang lain.

Setelah itu Utsman ibn Affan, lalu Ali. Al-Khaththabiy menceritakan bahwa Ahlus Sunnah Kufah mendahulukan Ali atas Utsman. Dan inilah yang diikuti oleh Ibn Khuzaimah. Selanjutnya, sahabat-sahabat lain yang masuk dalam kelompok sepuluh sahabat yang mendapat jaminan surga secara tegas.

lalu Ahli Badar, lalu Ahli Uhud, lalu para peserta Ba'iah ar-Ridhwan dan kaum Anshar yang memiliki keistimewaan dengan pernah mengikuti dua ' aqabah, as-Sabiqun al-Awwalun, yaitu mereka yang pernah melakukan salat menghadap dua kiblat menurut Ibn al-Musayyab, Muhammad ibn Sirin dan Qatadah, dan menurut pendapat asy Sya'biy peserta bai'ah ar-Ridwan, serta menurut pendapat Muhammad ibn Ka'b dan ' Atha ' ibn Yassar adalah ahli Badar.

Ada juga yang mengatakan, bahwa mereka itu adalah orang-orang yang masuk Islam sebelum Fath Makkah. Ini merupakan pendapat al-Hasan al-Bashriy.

Cara Mengetahui Sahabat

Sahabat Rasulullah dapat kita ketahui dengan indikasi berikut ini:
  1. Khabar mutawatir, seperti Abu Bakar dan sahabat sahabat lain yang mendapat jaminan surga berdasarkan hadits.
  2. Salah seorang sahabat memberikan khabar bahwa seseorang berstatus sahabat. Misalnya Hamamah ibn Abu Hamamah ad-Dausiy yang me ninggal di Ashbahan karena sakit perut, lalu Abu Musa al-Asy'ari memberikan kesaksian bahwa ia mendengar dari Nabi SAW.
  3. Seseorang mengkhabarkan diri sebagai sahabat setelah diakui keadilan dan kesejamanannya dengan Nabi SAW.
  4. Seorang tabai'iy mengkhabarkan bahwa seseorang berstatus sebagai sahabat. Ini didasarkan pada diterimanya " tazkiyah " dari satu orang. Dan inilah yang kuat. Sebenarnya bisa saja memadukan yang ketiga dengan yang kelima, yaitu berdasarkan khabar dari orang yang bisa diterima kesaksiannya.
Sifat Adil Sahabat

Kesahabatan merupakan status mulia yang memberikan keistimewaan kepada pemiliknya, yaitu bahwa seluruh sahabat menurut Ahlus Sunnah bersi fat adil, baik yang mengalami masa terjadinya fitnah maupun tidak.

Ini merupakan pendapat mayoritas ulama. Sebagaian ulama mengatakan, status keadilan mereka sama dengan orang-orang sesudah mereka dalam hal sama-sama harus dilakukan penelitian. Ada yang mengatakan, mereka senantiasa bersifat adil, sampai terjadinya silang pendapat dan pertikaian di antara mereka. Maka setelah itu, keadilan mereka harus diteliti. Ada yang mengatakan, semuanya tertolak riwayat dan kesaksiannya, karena salah satunya pasti fasik, namun mana yang fasik tidaklah jelas dan terketahui. 

Ada juga yang mengatakan bahwa semuanya diterima periwayatan dan kesaksiannya, bila meriwayatkan sendirian. Karena asalnya adalah adanya sifat adil bagi mereka. Dan kita juga meragukan kefasikannya. Namun hal itu tidaklah diterima manakala ia bersama lawannya, karena jelasnya kefasikan salah satunya, meski tidak tegas mana yang fasik. Yang terpilih adalah pendapat mayoritas ulama. 

Hal itu tentu saja ber dasarkan dalil-dalil yang menunjukkan keadilan, keberhasilan dan keistimewaan mereka atas orang-orang sesudah merekaIbn Hazm mengatakan, Kami menyatakan keutamaan kaum muhajirin awal setelah Umar ibn al-Khaththab, lalu Ahlul ' Aqabah -- kaum Anshar yang mengikuti bai'ah ' aqabah lalu Ahli Badar, lalu Ahli masyhad satu demi satu di mana peserta masyhad yang lebih dulu lebih utama daripada peserta masyhad berikutnya, sampai peristiwa Hudaibaiyyah. 

Semuanya merupakan penghuni surga, dan tak seorang pun di antara mereka yang masuk neraka.29 Dari pernyataan Ibn Hazm itu jelaslah bagi kita, bahwa sahabat Rasul SAW. sampai Bai'ah ar-Ridhawan pada perang Hudaibiyyah semuanya meru pakan penghuni surga. Tentu saja ini berdasarkan teks-teks al-Qur'an dan as-Sunnah. Adapun orang-orang sesudah mereka, maka belum bisa dipastikan sebagai penghuni surga. Syarih Muslim al-Tsabut mengatakan bahwa keadilan para sahabat adalah sesuatu yang pasti, lebih-lebih bagi para peserta perang Badar dan Ba'iah

Referensi Tulisan ini dari buku Ushul Al-hadits yang ditulis oleh DR. Muhammad 'Ajaj Al-Khathib