Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Menunda Gaji Buruh

Hukum Menunda Gaji Buruh

Abdul Khaliq berkata,”Siapa yang datang di ujung sana ya Bahansa ?”“Itu Tuan Abdul Jawad Zantut,”jawab Bahansa.”Akan ada masalah sekarang,”ujar Abdul Khaliq.”Semoga baik, masalah apa ya Abdul Khaliq,”tanya Athiya.”Aku menyewa Abdul Jawab Zantut, Shaqr Al-Barda'i, Bakhit Al Far, Abdus Shabur Al-Jahsy, dan Farhat Al-Buthlan untuk memanen padi pada Sabtu yang lalu. Lalu kami pun memanen padi itu.

Baca juga: Penyelewengan di Tempat Kerja

Upah tiap tiap orang dari mereka adalah sebesar lima belas pound. Tapi, aku belum memberikan hak mereka sampai sekarang,”kata Abdul Khaliq menjelaskan.”Mengapa kamu tidak memberi upah untuk mereka ? Apa kamu dalam kesulitan ?”tanya Syaikh kepada Abdul Khaliq.”Tidak, demi Allah. Pemberian Allah melimpah kepada kami, alhamdulillah,”jawab Abdul Khaliq.”Apabila pemberian Allah itu banyak, lalu mengapa kamu tidak memberikan upah mereka, terlebih mereka sudah melaksanakan pekerjaan itu dengan sangat sempurna.

Apa ini karena kamu kikir atau karena tamak untuk memakan upah buruh yang miskin, yang sepanjang hari terjemur di bawah matahari yang membakar demi sejumlah uang yang tak banyak itu.” “Aku akan memberikan hak mereka wahai Syaikh,”jawab Abdul Khaliq. ”Setelah apa ? Setelah satu minggu menunda-nunda dan menyiksa mereka. Padahal kamu tahu Nabi mendorong untuk lekas memberikan hak buruh. Rasulullah bersabda: Berikanlah ( olehmu ) kepada buruh ( itu ) sebelum mengering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah)

Baca juga: Bahaya Kesaksian Palsu

Sampai di sini, Abdul Jawad sudah tiba dan air muka yang terlihat marah. Ia menatap kepada Abdul Khaliq dan berkata,”Ya Syaikh, terlebih dulu, As-Salamu'alaikum warahmatullah.”

Syaikh menjawab,”Wa'alaikum salam warahmatullah. Tenang Abdul Jawad, duduklah ! Kamu akan mendapat hakmu sepenuhnya. Aku sekarang sedang berbicara dengannya tentang kamu dan teman-temanmu. Dengan izin Allah, hatimu akan menjadi ridha.”Abdul Jawad kemudian duduk. Dengan sigap, Athiya kemudian menuangkan teh hangat untuknya. Maka, Abdul Jawad pun meminumnya sambil mendengarkan Syaikh berkata kepada Abdul Khaliq.”Wahai Abdul Khaliq, bahwa di antara jenis kezaliman yang terdapat dalam masyarakat muslim adalah tidak memberikan hak para pekerja, buruh, dan pegawai.

Di antara mereka ada yang mengingkari hak buruh itu secara keseluruhan, sedangkan si buruh tidak mempunyai saksi. Peristiwa seperti ini, meskipun hak buruh itu hilang di dunia, namun haknya tidak akan hilang di sisi Allah pada hari kiamat. Si zalim itu akan datang setelah memakan harta orang yang dizalimi, kemudian orang yang dizalimi akan diberikan kebaikan si pezalim. Sebab, pada hari itu tidak ada harta dan hanya ada kebaikan dengan keburukan. Jika kebaikan si pezalim telah habis, maka keburukan orang yang dizalimi akan diambil darinya kemudian dibebankan kepada si pezalim. Setelah itu si pezalim dilemparkan ke dalam neraka. Rasulullah bersabda: 
Apa kalian tahu siapakah orang yang bangkrut ? Para sahabat menjawab, 'Orang yang bangkrut dari kami adalah orang yang tidak mempunyai dirham atau harta benda.”Nabi menjawab: Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa salat, puasa, dan zakat. Dan dia datang dengan mencaci si ini, menuduh berzina si ini, memakan harta si ini, menumpahkan darah ( si ) ini, dan memukul ( si ) ini. Lalu, ( si ) ini diberi dari kebaikannya ( orang yang bangkrut ), dan ( si ) ini ( diberi ) dari kebaikannya. Maka, bila kebaikannya ( orang yang bangkrut ) telah hilang ( habis ) sebelum diputus kewajiban yang ada padanya, maka diambillah kesalahan mereka kemudian diberikan kepadanya. Lalu, dia ( orang yang bangkrut ) dilemparkan keneraka. (HR. Al-Bukhari).

Di antara mereka pun ada yang menyembunyikan hak buruh, kemudian memberikan kepadanya dengan tidak sepenuhnya, melainkan dengan, dikurangi haknya. Padahal Allah telah berfirman:

Kecelakaan besarlah bagi orang yang curang ( yaitu ) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. ( QS. Al-Muthaffifin ( 83 ): 1-3 )

Di antara mereka juga ada orang yang menyewa para buruh dan membuat kesepakatan dengan mereka atas upah tertentu. Tatkala para buruh itu sudah menyelesaikan pekerjaannya, orang itu justru mengubah kontrak kerja mereka dengan upah yang lebih kecil. Akibatnya, buruh menjadi tidak senang.

Namun sayang, kadang mereka tidak dapat mengokohkan haknya sehingga mereka hanya dapat mengadukan hal itu kepada Allah. Bencana akan menjadi semakin besar bila majikannya muslim, sementara buruhnya orang kafir. Si buruh akan melihat perilaku yang buruk itu dan itu akan memalingkannya dari jalan Allah, sehingga kembali dengan membawa dosa-dosanya.

Di antara mereka juga ada yang menambah pekerjaan dengan pekerjaan tambahan atau memperlama jam kerja. Namun demikian, mereka hanya memberikan upah dasar dan tidak memberikan upah tambahan. Di antara mereka ada yang menunda-nunda pembayaran sehingga baru akan memberikan upah si buruh setelah ada usaha yang kerja, pertemuan-pertemuan, pengaduan-pengaduan, dan pengajuan perkara ke pengadilan.

Tujuan si majikan melakukan hal seperti itu agar si buruh menjadi bosan hingga akhirnya melepas haknya dan berhenti memintanya, padahal si pekerja yang malang itu tidak memiliki kebutuhan hidup sehari-hari dan tidak pula mempunyai uang yang dikirim untuk keluarga dan anak-anaknya yang membutuhkan, yang karena mereka para buruh itu rela bersusah payah.

Maka, kecelakaanlah bagi para majikan yang zalim dengan siksaan di hari yang agung. Wahai Abdul Khaliq, dengarlah sabda Nabi dalam sebuah hadis qudsi. Tiga ( kelompok ) yang Aku adalah musuh mereka pada hari kiamat: lelaki yang memberi karena Ku kemudian berkhianat, lelaki yang menjual orang merdeka kemudian memakan harganya, dan lelaki yang menyewa buruh kemudian si buruh memenuhi pekerjaan darinya, dan dia tidak memberikan upahnya kepadanya. (HR. Al-Bukhari)

Maka, cukuplah bagimu Allah sebagai musuhmu pada hari kiamat, jika kamu berbuat demikian. Apakah kamu merasa akan menang dan berhasil bila bermusuhan dengan Allah ? Takutlah kamu kepada Allah pada dirimu dan para buruh yang lemah nan miskin itu. Berikanlah hak mereka secara penuh tanpa ada pengurangan dan langsung, tanpa menunda-nunda, mengakhirkan, atau menangguhkan.”

Abdul Khaliq berkata,”Ya Abdul Jawad, kalian berlima dan upah masing-masing kalian adalah lima belas pound. Ini ada tujuh puluh lima pound. Ambillah hakmu dan berikanlah hak teman-temanmu. Maafkan aku atas kecerobohan ini.”Abdul Jawad berkata,”Semoga Allah mengampunimu. Terima kasih ya Syaikh, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, wassalamu'alaikum warahmatullah.”“Juga kepadamu, wa'alaikum salam warahmatullah,”jawab Syaikh.

Referensi Tulisan ini adalah dari Buku Tahzdir Al-Kiram Min Mi'ah Bab Min Abwabil Haram yang ditulis oleh Ibrahim bin Fathi bin Abdul Al-Muqtadir