Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bahaya Kesaksian Palsu

Bahaya Kesaksian Palsu

Jabir bertanya,”Ya Syaikh, bagaimana hukumnya perbuatan yang dilakukan oleh sejumlah pegawai untuk teman mereka ? Mereka menandatangani absen teman mereka yang terlambat atau tidak datang ke tempat kerja, seolah mereka itu ada ?“ Syaikh menjawab,”Pertama, kita akan menamakan perbuatan ini dengan nama syar'i yang telah diberikan oleh Allah ? ““Jadi, apa namanya,”tanya Jabir. Syaikh menjawab,”Namanya secara syar'i adalah kesaksian palsu.“


“Aneh, kesaksian palsu ? Apa peran kesaksian palsu dalam hal ini ? “tanya Jabir kembali. Syaikh menjawab,”Ya, kesaksian palsu. Sebab, dengan membubuhkan tanda tangan untuk teman yang terlambat atau tidak hadir, pegawai tersebut telah memberi kesaksian bahwa temannya datang.

Padahal, sebenarnya teman tersebut belum datang. Dengan demikian, ia telah melakukan empat hal yang berbahaya:
  1. Dengan tindakan itu dia telah memberikan kesaksian palsu. Sebab, ia bersaksi bahwa seseorang telah datang, padahal sama sekali ia belum datang.
  2. Dia membantu temannya untuk memakan yang haram dan menarik nya atas hal itu. Dengan demikian, ia termasuk mereka yang melaku kan kerja sama dan berbuat dosa dan pelanggaran.
  3. Dia mengacaukan kerja. Hal itu terjadi karena dia membantu teman nya tidak hadir bekerja, sehingga mengacaukan kepentingan kaum muslimin.
  4. Dia telah membiasakan temannya untuk bermalas-malasan, mening galkan dan meremehkan pekerjaan. Padahal Allah telah berfirman: “Dan jauhilah perkataan perkataan dusta. ( QS. Al-Hajj ( 22 ): 30 )
Baca juga: Hukum Menjual Khamar

Allah juga berfirman: “Dan tolong menolonglah kamu dalam ( mengerjakan kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” ( QS. Al-Ma'idah ( 5 ): 2 )

Rasulullah bersabda:

“Maukah kamu aku tunjukkan kepada dosa besar yang paling besar ? Rasulullah mengucapkan itu tiga kali. Para sahabar menjawab, Baiklah ya Rasulullah. Rasulullah bersabda: Menyekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua. Saat itu Rasul bersandar dan kemudian duduk. Rasul meneruskan: Ingatlah, perkataan dusta dan kesaksian palsu. Rasul terus-menerus mengulang-ulangnya sampai kami berkata,”Seandainya beliau berhenti. (HR. Bukhari dan Muslim)

Berulang-ulangnya peringatan dari kesaksian palsu dalam hadis ter sebut dikarenakan manusia menyepelekannya, selain juga disebabkan karena banyaknya motif yang mengarah ke sana, berupa permusuhan dan iri hati. Juga karena dampak yang ditimbulkannya yaitu kerusakan yang besar. Berapa banyak hak yang hilang karena kesaksian palsu. Berapa banyak seorang manusia mendapatkan sesuatu yang bukan haknya dari orang lain diakibatkan oleh kesaksian palsu itu ?

Semua itu tidak boleh. Sebab, termasuk tolong-menolong dalam mengerjakan dosa dan pelanggaran. Bahkan, perbuatan itu diharamkan, dan keharamannya pun semakin bertambah seiring dengan besarnya maslahat yang tergantung padanya. Pasalnya, tindakan seperti itu mempersulit kaum muslimin karena banyak ketidakhadiran si pegawai.

“Jabir berkata,”Ustadz Said, tolong perhatikan hal ini dan jangan malu kepada seorang pun. Sebab, perbuatan itu diharamkan sebagaimana yang telah Syaikh sampaikan kepadamu.“ Said berkata,”Permasalahannya, manusia itu sering merasa malu kepada temannya. Pasalnya mereka kira bahwa hal seperti itu terlalu, congkak, tidak mendukung kemaslahatan mereka, dan membenci mereka. “Syaikh berkata,”Kamu tidak perlu malu kepada seseorang, sepanjang kamu terus mengawasi Allah dalam perbuatanmu.

Sebab, dalam suatu kebenaran, tidak sepatutnya seorang muslim merasa takut kepada celaan orang yang mencela atau malu kepada orang lain, padahal orang lain itu berada dalam kebatilan. Maka, takutlah kamu kepada Allah dan jangan berikan toleransi kepada seorang pun untuk terlambat. Jika orang itu terlambat, maka ia harus menetapkan keterlambatannya. Sebab, itu meru pakan amanat. Sementara menyia-nyiakan amanat adalah pengkhianatan. “Sayyid berkata,”Peringatkan teman-teman Jabir. Dengan izin Allah, kita akan memastikan hal ini besok. Kerjakanlah apa yang ingin dikerjakan.“

Kutipan Dari Buku Tahzdir Al-Kiram Min Mi'ah Bab Min Abwabil Haram yang ditulis oleh Ibrahim bin Fathi bin Abdul Al-Muqtadir