Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Penyelewengan di Tempat Kerja

Penyelewengan di Tempat Kerja

Sambil menarik napas panjang, Abdul Wahab berkata,”Ya Syaikh, permasalahan semakin kritis, tidak teratur dan kurang terkontrol. Di sini terjadi apa yang lebih besar daripada perbuatan itu. Perbuatan ini pun dianggap sebagai kesaksian palsu yang diharamkan. ““Apa itu, semoga Allah memberkatimu,”kata Ammar. Abdul Wahab berkata,”Banyak pegawai yang baru keluar dari rumahnya untuk bekerja pada jam sepuluh. Tidak hanya itu. Bahkan, di perjalanan menuju tempat bekerja pun mereka berpikir tentang suatu cara, dan bukan untuk meminta maaf karena keterlambatan.

Baca juga: Kecurangan di Pasar Buah

Mereka memikirkan cara bagaimana cepat keluar dari tempat kerja dan duduk di sana tidak lebih dari setengah jam. Jika mereka menemukan cara itu, maka ia akan merasa senang dan mempraktikkannya. Namun jika mereka tidak menemukan cara itu, maka mereka menulis rute perjalanan fiktif yang pada kenyataannya itu sama sekali tidak benar.

Mereka menulis garis perjalanan ke tempat seseorang, kemudian keluar dari kantor, namun sama sekali tidak pergi ke tempat itu. Kalaupun dia pergi ke tempat tersebut, maka dia berada di sana selama sepuluh menit, kemudian keluar untuk kembali ke rumah atau untuk kepentingan pribadinya. Adapun yang penting ia bisa keluar melalui media apa pun. Apa pendapat Anda tentang hal ini ?“

Syaikh menjawab,”Perbuatan ini sama dengan perbuatan seorang pegawai yang memberikan tanda tangannya untuk temannya. Perbuatan ini termasuk ke dalam kesaksian palsu secara hukum. Aku telah menyebutkan firman Allah: “Dan jauhilah perkataan-perkataan dusta. Juga sabda Rasulullah: Ingatlah, dan perkataan dusta.

Pelaku perbuatan ini telah memberikan kesaksian palsu secara sengaja dan terencana. Caranya adalah melalui pengajuan rute perjalanan fiktif atau keluar dari waktu kerja yang resmi dengan beberapa alasan palsu. Maka, takutkah kamu yang melakukan perbuatan ini kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya dari kesaksian palsu. Sebab, sebagaimana sabda Rasulullah:

. وإن الكذب يهدي إلى الفجور ، وإن الفجور يهدي إلى النار وإن الرجل ليكذب حتى يكتب عند الله كذابا
Sesungguhnya dusta itu menunjukkan pada kedurbakaan, dan kedurhakaan itu menunjukkan pada neraka. Sesungguhnya seorang lelaki itu pasti berdusta, sehingga dicatat di sini Allah sebagai orang yang banyak dustanya (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dengan demikian, pelaku perbuatan ini telah memberikan kesaksian palsu, dan dengannya ia seorang pendusta. Sementara dusta itu akan menyampaikan dirinya pada kedurhakaan dan dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang banyak berdusta.

Maka, bersegeralah untuk bertaubat guna menghapus bekas-bekas dosa yang berbahaya ini. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita dan kepadanya. Kamu Sayyid, kamu harus memastikan kebenaran rute perjalanan secara langsung, sebelum mengizinkan pemiliknya keluar dari tempat kerja.“

“Sayyid berkata,”Ya Syaikh, mengecek kebenaran dan kevalidan rute perjalanan bukanlah tugasku ? ““Jadi, tugas siapa ? “tanya Syaikh. Sayyid menjawab,”Pertama, ini merupakan tanggung jawab pemiliknya di hadapan Allah. Kedua, tanggung jawab pemimpin secara langsung, dan secara umum adalah tanggung jawab setiap devisi pemerintahan.

Baca juga: Kecurangan Dalam Pengepakan Barang

Alhamdulillah, dalam hal ini adalah panitia khusus yang bertugas mengawasi para pegawai di tempatnya, di mana mereka mengam bil rute perjalanan ke tempat tersebut dan memastikan apakah mereka berada di sana atau tidak.

Barang siapa yang rute perjalanannya telah diajukan, namun dia tidak berangkat ke tempat yang karenanya rute perjalanan dikeluarkan, atau dia berangkat ke sana tapi tidak menetap, maka dia berhak diajukan ke divisi perundang-undangan untuk diproses dan disanksi sesuai dengan haknya. “Syaikh berkata,”Jadi, tanggung jawab di sini adalah tanggung jawab yang mempunyai urusan, yaitu pegawai, tanggung jawab pemimpinnya secara langsung, dan panitia yang mengawasi hal itu.

Mereka semua harus bahu-membahu untuk mencegah kemungkaran ini. Itu merupakan tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa, dan menyebarkan semangat kejujuran dalam suasana kerja. “Abdul Wahab berkata,”Semoga Allah membalasmu dengan kebaikan. ““Juga kepada kalian,”jawab Syaikh.

Baca juga: Hukum Jual Beli Setelah Azan Jum'at

Rangkuman Penyelewengan Para Pegawai

Syaikh kemudian menoleh kepada Athif dan berkata,”Hari ini, kami menyibukkanmu ya Ustadz Athif -semoga Allah melindungimu dan memberikan balasan kebaikan untukmu agar menyelesaikan urusan kami dan semoga Allah memberkatimu dalam usahamu. “

“Wahai Syaikh yang mulia, hari ini kami merasa sangat bahagia karena pertemuan baik ini. Anda telah mengarahkan dan mengajari kami. Maka, kami harap hal ini akan sering sehingga kami dapat selalu melihatmu. Maafkan kami atas kecerobohan kami,”jawab Athif. “Semoga Allah mengampuni kalian. Kalian telah berlaku baik terhadap kami. Semoga Allah membalas kalian dengan kebaikan, wassalamu'alaikum warahmatullah,”kata Syaikh, mengakhiri. “Semoga berada dalam lindungan Allah, wa'alaikum salam warahmatullah,”jawab Athif.

Syaikh dan Ammar kemudian keluar. Ammar berkata,”Masya Allah, dengan karunia Allah, itu merupakan interaksi yang penuh berkah. Semoga Allah membalas Syaikh dengan balasan yang terbaik. “Syaikh menjawab,”Juga kepadamu. Tapi, tampaknya kita berada di sana terlalu lama. Aku juga banyak bicara sampai aku tidak sadar apa yang telah aku katakan. “Ammar berkata,”Semoga Allah membalasmu dengan balasan yang terbaik. Hari ini, Syaikh menerangkan tentang hukum:
  1. Suap sebagai imbalan menyelesaikan pekerjaan. Syaikh juga menjelaskan tentang dalil-dalil yang memastikan tentang keharamannya.
  2. Menyimpang dari pekerjaan. Syaikh juga menerangkan tentang keharamannya.
  3. Kesaksian palsu dalam penandatanganan absen yang dilakukan seorang pegawai untuk temannya.
  4. Rute perjalanan fiktif. Syaikh berkata,”Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya berbagai kebaikan bisa selesai.”

Kutipan Dari Buku Tahzdir Al-Kiram Min Mi'ah Bab Min Abwabil Haram yang ditulis oleh Ibrahim bin Fathi bin Abdul Al-Muqtadir