Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Manfaat Kacang Hijau Perspektif Ilmu Gizi

Manfaat Kacang Hijau Perspektif Ilmu Gizi
Dalam pola makanan Indonesia, berbagai jenis kacang-kacangan digunakan sebagai lauk-pauk dan jajanan yaitu: kacang hijau atau kacang ijo, kacang merah, kacang bogor, kacang tunggak, koro dan lain-lain. Kandungan protein kacang-kacangan ini berkisar antara 20% sampai 30%.

Beberapa macam koro mengandung racun asam sianida. Dengan merendam dalam air dan memasaknya yang lama atau dengan mengolahnya menjadi tempe, racun itu akan hilang. Di antara kacang-kacangan ini kacang hijaulah yang paling banyak dikonsumsi.

Baca juga: Manfaat Kacang Tanah 

Hasil olahannya adalah taoge dan tepung hunkue. Taoge adalah kacang ijo yang ditumbuhkan sehingga menjadi kecambah putih yang dianggap sebagai sayuran dan sangat digemari oleh masyarakat. Tepung hunkue terbuat dari saripati kacang ijo. Seperti halnya tepung lainnya yang terbuat dari zat pati, tepung hunkue pun hampir tidak mengandung nutrien lainnya, kecuali karbohidrat. Sebagai sumber karbohidrat, tepung hunkue dapat dikonsumsi oleh bayi dengan dicampurkan dalam susu sapi atau dijadikan bubur susu, disamping menjadi bahan baku untuk kue-kue.

Baca juga: Manfaat Kacang Kedele

Banyak pula makanan kecil yang digemari oleh penduduk yang terbuat dari kacang-kacangan misalnya bubur kacang ijo, onde-onde, gandasturi, kue satu, bakpia dan lain-lain. Koro biasanya hanya dikonsumsi dan diperdagangkan di daerah produksi dan merupakan tanaman pekarangan. Kacang bogor merupakan makanan selingan yang direbus atau digoreng, sedangkan kacang merah dimakan sebagai lauk-pauk atau campuran sayur.

Kacang tunggak juga dikonsumsi sebagai lauk-pauk dan makanan selingan. Namun akhir-akhir ini kacang tunggak ternyata mempunyai nilai farmakologis disamping sebagai bahan makanan sumber protein nabati. Hasil penelitian mutakhir yang dilakukan oleh Hidayat dan timnya mengungkapkan bahwa kacang tunggak mengandung fitoestrogen, yaitu hormon estrogen yang dihasilkan oleh tanaman. Tanaman lain yang mengandung fitoestrogen adalah kacang kedele dan bangkuang dengan kadar yang lebih sedikit.

Baca juga: Makanan Sumber Protein Nabati

Sebagaimana kita ketahui, estrogen adalah hormon pada wanita, Pada saat menopause, yaitu saat berhentinya haid atau menstruasi, yang umumnya terjadi pada umur 50 tahunan, produksi estrogen berkurang secara berangsur-angsur, Karena kekurangan hormon estrogen dan hormon progesteron, sebagian wanita menopause mengalami "sindroma menopause" yakni keluhan kulit mengering, semburan panas (hot flushes), sakit kepala, mudah lupa dan kadang-kadang gangguan emosional. Namun tidak semua wanita menopause mengalami sindroma ini, sebagian merasa biasa-biasa saja.

Dalam jangka panjang, kekurangan hormon-hormon itu dapat pula mengakibatkan gangguan jantung koroner dan keropos tulang (osteoporosis). Untuk mengatasi keluhan dan gangguan kesehatan itu, pada wanita dengan sindroma menopause itu diberikan terapi sulih hormor (hormone replacement therapy) yaitu pengobatan dengan hormor estrogen dan progestron.

Namun terapi sulih hormon ini kadang-kadanç mempunyai efek samping yang merugikan yaitu dapat menimbulkar kanker payudara atau kanker rahim. Dengan penemuan baru dari Hidayat dan timnya itu, dapat diharap kan bahwa dengan mengkonsumsi kacang tunggak dan hasil olahannya yang mengandung fitoestrogen itu, keluhan menopause dapat dihilang kan atau dikurangi.

Upaya ini lebih aman daripada terapi sulih hormor karena bebas dari efek samping yang merugikan. Selanjutnya, berdasarkan penelitian epidemiologis, pola makanar Asia yang banyak mengkonsumsi kacang-kacangan dan kaya sera makanan-ternyata menyebabkan angka kejadian (prevalensi) jantun koroner, kanker dan keluhan menopause lebih rendah dibandingkai dengan pola makanan Barat. Dari sudut pertanian, penanaman kacang-kacangan ini umumny: telah dikenal oleh para petani, yaitu dapat ditumpang-sarikan denga tanaman palawija lainnya. Para petani mengenal tanaman kacang kacangan sebagai pupuk hijau, yang dapat memperbaiki kesuburan tanah.





Sumber:

Buku Makanan Dalam Perspektif Al-Qur’an dan Ilmu Gizi oleh Dr. Hj. Tien Ch. Tirtawinata Sp.GK