Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Teungku Haji Ismail Yakub Ulama besar penerus Dayah Pantee Geulima

Teungku Haji Ismail Yakub

Jenderal K van der Heijden, panglima agresor, terhadap benteng Aceh, Kuta Batee lliek, harus menyerahkan matanya kepada pelor pahlawan-pahlawan Aceh hingga buta, namun Kuta Batee liek, salah satu benteng Aceh yang hebat. Benteng ini tidak dapat direbutnya. Sehingga Jenderal K van der Heijden dicopot dari jabatannya dan diserahkan kepada Jenderal Mayor Y.B van Heutsz. 

Salah seorang di antara pahlawan Kuta Batee Iliek yang terkenal itu ialah Teungku Haji Ismail bin Yakub.

Teungku Haji Ismail bin Yakub adalah Turunan dari Saiyidil Mukammil Salah seorang sultan Aceh yang pernah memimpin dan memenangkan pertempuran laut antara Armada Aceh dan Armada Portugis di Teluk Haru, yaitu Sultan Alaiddin Ri'ayat Syah IV Saiyidil Mukammil (997-1011 Hijriah, atau 1589-1604). yang sebelum menjadi sultan pernah menjadi panglima sebuah armada dengan gelar Laksamana Raja Maharaja Pidie, kakeknya Sultan Iskandar Muda Darmawangsa Perkasa Alam Syah (1016-1045 Hijriah, atau 1607-1636).

Baca juga: Biografi Teungku Amir Husin Al-Mujahid

Benih yang berasal dari Sultan Pahlawan Teluk Haru inilah yang kemudian tumbuh menjadi seorang pahlawan Kuta Batee lliek, yang terkenal dengan lakab Teungku Cik Pantee Geulima. Silsilahnya demikian:

Teungku Haji Ismail bin Teungku Cik Pantee Geulima Yakub bin Teungku Di Bale Abdurrahman bin Teungku Muhammad Said bin Teungku Darah Puteh bin Teungku Tok Seutia bin Teungku Yakub bin Meurah Puteh bin Meurah Abdullah bin Saiyiddil Mukammil.

Turunan Sultan Saiyidil Mukammil lewat putranya Meurah Abdullah, Meurah Puteh dan Teungku Yakub, yang masa "cicit" Saiyidil Mukammil yang bernama Yakub ini menyimpang dari jalan datunya, dia tidak duduk dalam pemerintahan, tetapi membangun sebuah pusat pendidikan, yang kemudian terkenal dengan nama Dayah Pantee Geulima.

Pusat pendidikan Dayah Pantee Geulima yang semakin berkembang Setelah Teungku Cik Pantee Geulima Yakub wafat, berturut-turut dipimpin anak, cucu dan cicit-cicitnya: Teungku Pantee Geulima Tek Seutia, Teungku Pantee Geulima Darah Puteh, Teungku Cik Pantee Geulima Muhammad Said, Teungku Pantee Geulima Abdurrahman, Teungku Cik Pantee Geulima Yakub, dan Teungku Cik Pantee Geulima Haji Ismail Yakub yang sedang kita bicarakan.

Belajar Dan Mengajar

Ismail yang lahir dalam tahun 1838 (1253/1254 Hijriah) di Pantee Geulima, Meureudu, pada usia belajar dia mendapat pendidikan pada pusat pendidikan Islam Dayah Pantee Geulima, yang dipimpin ayahnya.

Seperti biasanya, anak-anak seusia dia tidak terus langsung belajar pada teungku cik, demikian pula belia Ismail harus belajar terlebih dahulu pada teungku dirangkang (asisten teungku cik) sekalipun dia putra kandung Teungku Cik Pantee Gculima Yakub sendiri. Kemudian, setelah mendapat pendidikan/pengetahuan dasar Islam dan bahasa Arab, bersama-sama teman-temannya yang lain barulah dia belajar pada ayahnya yang teungku cik, sehingga menguasai betul bahasa Arab dan pengetahuan-pengetahuan Islam lainnya, seperti fikih, tauhid/ilmu kalam, tafsir, hadis, mantik/filsafat, tasawuf, sejarah, dan sebagainya.

Setelah berusia 18 tahun, telah muda remaja, dalam tahun 1856 pemuda yang di Dayah Pantee Geulima telah menjadi teungku dirangkang, berangkat ke Negeri Arab, melanjutkan studinya di Mekkah dan Madinah selama tujuh tahun. Banyak ilmu yang didapatinya di dua Kota Suci/Tanah Haram tersebut, sehingga sebelum kembali ke Aceh dia dipercayakan mengajar dalam Masjidil Haram, Mekkah, menjadi asisten salah seorang syekh Masjidil Haram, yang merupakan perguruan tinggi Islam waktu itu.

Setelah menyandang titel kesarjanaan "syekh", dalam tahun 1863, Syekh Ismail bin Yakub kembali ke Aceh, dan Kerajaan Aceh Darussalam pada waktu itu berada di hawah pimpinan Sultan Alaiddin Mansur Syah (1273-1286 Hijriah, atau 1857-1870), pada waktu masa hubungan Aceh dengan Belanda sudah tidak manis lagi, karena beberapa wilayah perlindungan Aceh telah dicaplok Belanda.

Pusat pendidikan Islam Dayah Pantee Geulima yang jumlah pelajarnya sudah mendekati seribu orang, memang sangat membutuhkan seorang Teungku cik yang alumni Mekkah/Madinah. Karena itu, pulangnya Syekh Ismail bin Yakub seperti maksud Hadih Maja: Pucuk dicinta ulam tiba. Dalam beberapa tahun di bawah pimpinan Syekh Ismail, Dayah Pantee Geulima telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Para pelajar tidak saja datang dari daerah-daerah dalam Tanah Aceh sendiri, tetapi juga dari wilayah- wilayah Kerajaan Aceh Darussalam di luar Tanah Aceh asli, seperti Minang- kabau, Deli/Serdang, Siak Sri Indrapura, Semenanjung Tanah Melayu, Pattani dan sebagainya.

la tumbuh cepat menjadi salah satu pusat pendidikan Islam terpenting dalam Kerajaan Aceh Darussalam. Ancaman-ancaman penjajahan dari kolonial Belanda, sangat mencemaskan Syekh Ismail. Dari pihak para pejabat tinggi negara dan ulama-ulama terkemuka beliau mendapat informasi bahwa penyerangan Belanda terhadap Aceh hanya menanti waktu saja lagi. Syekh Ismail merasa berkewajiban ikut aktif dalam pembelaan tanah air yang sedang dipersiapkan kerajaan.

                                           Bersambung >>>>>>

Sumber:

Dari Buku Ulama Aceh (Mujahid Pejuang Kemerdekaan Dan Tamadun Bangsa) yang dikumpulkan oleh A.Hasjmy