Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Biografi Amir Husin Al-Mujahid

Biografi Ulama Aceh, Amir Husin Al-Mujahid

Dalam Seminar Sejarah Islam yang berlangsung dalam Pekan Kebudaaan Aceh pada tahun 1973, waktu menanggapi sebuah makalah antara lain Teungku Amir Husin Al Mujahid mengemukakan sebuah ungkapan falsafati yang berbunyi "Tidak ada yang kekal di dunia ini kecuali perubahan”

Karena ungkapan falsafi di atas maka tanggapan Al Mujahid mendapat perhatian khusus dari tokoh-tokoh seminar. seperti Dr. Oemar Kayam, Prof Ismail Hussen, Haji Mohammad Said dan lainnya pada saat itu.

Pada pertengahan pertama tahun 1942, setelah dua bulan pendaratan tentara pendudukan Jepang di Tanah Aceh, Teungku Amir Husin Al Mujahid sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Pemuda PUSA, mengedarkan sebuah "kursus politik" kepada cabang-cabang Pemuda PUSA di seluruh Aceh. Kursus politik tersebut didiktekan oleh Al Mujahid sendiri kepada salah seorang Wakil Sekretaris Umum Pemuda PUSA, yaitu Aldul Manaf, yang kemudian diperbanyak dan disampaikan kepada cabang-cabang Pemuda PUSA untuk dikursuskan kepada para anggota.

Kursus politik tersebut berisi satu segi dari "hukum tata negara", yaitu tentang bentuk dan sistem pemerintahan negara dalam dunia, yang di antaranya disebut ada "pemerintahan demokrasi". "pemerintahan diktator" dan Pemerintahan militer". Yang baik dan sesuai dengan ajaran Islam, yaitu pemerintahan demokrasi" kata kursus politik tersebut.

Malangnya, beberapa lembar dari kursus politik Pemuda PUSA jatuh ke tangan Kempetai (Polisi Militer) Jepang. Setelah dipelajari lembaran kursus politik Pemuda PUSA tersebut, pihak Kempetai berkesimpulan bahwa PUSA/Pemuda PUSA akan memberontak terhadap kekuasaan militer Jepang di Aceh. Karena itu, dengan segera Kempetai menangkap para pemimpin PUSA/Pemuda PUSA, yang antara lain yaitu Teungku Muhammad Daud Beureueh (Ketua Umum Pengurus Besar PUSA), Teungku Abdul wahab Seulimeum (Wakil Ketua Umum Pengurus Besar PUSA), Teuku Muhammad Amir Sekretaris Umum PUSA, Teungku Muhammad Yunus Jamil (Pimpinan PUSA Aceh Besar), Teungku Abubakar Adamy (Sekretaris Umum Pengurus Besar Pemuda PUSA), dan lain-lainnya, sementara Teungku Amir Husin Al Mujahid sendiri yang menjadi pangkal sebab tidak didapatinya, karena beliau waktu itu tidak ada di Aceh.

Setelah kira-kira seminggu para pemimpin PUSA/Pemuda PUSA itu ditangkap Kempetai dan ditahan di tempat tahanan Kempetai yang mengerikan. maka pada suatu hari datanglah ke Markas Kempetei Aceh di Banda Aceh seseorang, yang tampannya seperti "perwira tinggi" militer, karena orang tersebut memakai setelan baju perwira kain dril-khaki, dengan memakai lars sampai ke bawah lutut (sepatu pacok) dan topi elemhud, dengan memegang sebuah tongkat di tangannya.

Para pengawal Markas Kempetai itu memberi hormat cara militer kepada orang yang disangkanya perwira tinggi dan diantar dengan takzim ke kamar kerja Kempetai-Co (Komandan Polisi Militer). Kepada Kempetai-Co (perwira tinggi?) tersebut memperkenalkan dirinya (lewat jurubahasa): "Saya ini adalah Teungku Amir Husin Al Mujahid yang Tuan suruh cari. Saya dengar Tuan telah menyuruh tangkap teman-teman saya yang tidak bersalah.

Sekarang saya datang untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah saya kerjakan." Menurut informasi dari Al Mujahid sendiri, pada waktu itu Kempetai-Co menggeleng-geleng kepalanya dan selanjutnya memerintahkan agar Al Mujahid ditahan dan diperiksa. Tidak lama setelah Al Mujahid menyerah diri sebagai seorang pemimpin yang kesatria dan bertanggung jawab, maka para pemimpin PUSA (Teungku Muhammad Daud Beurcuch dan kawan-kawan) dibebaskan, kecuali Teungku Abubakar Adamy yang harus ditahan dan baru dibebaskan bersama-sama AI Mujahid setelah ditahan lebih dari dua bulan.

Teungku Amir Husin Al Mujahid yang karena "kursus politik Pemuda PUSA-nya" maka ditangkap Kempetai Jepang beberapa orang pemimpin utama PUSA/Pemuda PUSA, telah berpulang ke rahmatullah pada hari Ismin tanggal 16 Rajah 1402 Hijriah (10 Mei 1982) pukul 18.30 WIB di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan, dan dikebumikan di Desa Alue Jangat, Idi Rayek. Aceh Timur.

Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun!

Beberapa hal yang penting sekitar perjuangan sebagai seorang ulama pemimpin perjuangan Kemerdekaan Bangsa, akan saya tampilkan di bawah ini. Pada umumnya kawan-kawan Amir Husin Al Mujahid menganggap bahwa beliau tidak mempunyai catatan apa-apa tentang diri dan perjuangannya, apalagi tentang kejadian-kejadian di tanah air, terutama di Tanah Aceh.

Anggapan demikian terjadi, karena beliau orang lapangan yang "mobil"; bukan orang yang betah duduk di belakang meja. Nyatanya bahwa anggapan kawan-kawannya itu keliru. Pada waktu pertengahan bulan Mei 1982 A. Hasjmy dan Kawan-kawan melakukan takziah ke rumahnya di Kuala Simpang, setelah seminggu beliau meninggalkan dunia yang fana ini, barulah diketahui bahwa beliau ada meninggalkan buku-buku catatan tentang diri dan perjuangannya, bahkan beberapa sarakata (dokumen) penting masih terpelihara baik dalam simpanannya. Waktu A. Hasjmy menanyakan tentang data dari kehidupan dan perjuangannya. putra beliau Makmun Al Mujahid menerangkan bahwa beliau ada meninggalkan beberapa buku catatan tentang hal yang A. Hasjmy maksud. Waktu beliau masih hidup, selama lima belas tahun akhir hayatnya, pada tiap-tiap ada kesempatan selalu beliau menyuruh salah seorang putra atau putrinya untuk mencatat riwayat yang beliau diktekan.

Sambil duduk maupun sedang bergolek, beliau mendiktekan riwayat hidup dan perjuangannya, perubahan dan pergolakan yang terjadi di sekitarnya, sementara putra atau putrinya menulis dengan iekun segala apa yang dikisahkan olch abah-nya. Buku-buku catatan itu telah menjadi beberapa buah hanyaknya tetelah beliau meninggal. Ada yang ditulis dengan tinta, ada pula dengan potlot yang tulisannya kurang jelas atau kurang tajam. Tulisannya pun beraneka ragam, karena hanyak orang yang menulisnya.

Kepada Makmun Al Mujahid, A. Hasjmy tekankan bahwa buku buku catatan tersebut penting sekali, hendaknya disimpan baik baik, karena makin lamu makin tinggi nilainya. Kepada putra (Makmun AI Mujahid) yang mewarisi watak dan tabiat almarhum, A. Hasjmy harap agar difotokopi seluruh buku-buku catatan tersebut dan diberikan kepada A. Hasjmy , karena mungkin akan besar manfaatnya kalau fotokopi dari sarakata yang penting itu juga menjadi koleksi berbagai sarakata dalam perpustakaan pribadi A. Hasjmy .

Kira-kira lima belas hari setelah takziah kami ke Kualasimpang itu, A. Hasjmy menerima surat dari Saudara Makmun Al Mujahid yang menyatakan bahwa sudah memfotokopi seluruh catatan ayahandanya, karena yang ditulis dengan potlot sukar ditangkap mesin fotokopi, Oleh karena itu Makmun menyalin kembali catatan-catatan dalam buku tersebut, dan bersama dengan suratnya itu dilampirkan 25 lembar salinan yang diketik di atas kertas folio. Kemudian A. Hasjmy terima lagi dari Saudara Makmun kiriman kedua, ketiga dan seterusnya dan sekarang telah ada pada A. Hasjmy lebih dari seratus lembar kertas folio yang diketik. Setelah A. Hasjmy pelajari seluruh catatan tersebut, sungguh sangat menarik, karena ia bukan saja mengandung riwayat hidup pribadinya, tetapi banyak terdapat catatan tentang masalah Tanah Aceh dengan pergolakan-pergolakannya yang terus menerus, tentang pembaharuan sistem pendidikan Islam di Aceh, tentang perjuangan dan pergerakan politik di Aceh dan seluruh Indonesia, tentang Sultan Alaiddin Muhammad Daud Syah yang diinternir Belanda ke luar Tanah Aceh dan cita-cita beliau untuk tetap melawan kekuasaan Belanda, tentang Syarikat Islam yang telah berkembang di Tanah Aceh semenjak tahun 1916, dan tentang berbagai hal.

Dari catatan-catatannya itu, A. Hasjmy mengetahui bahwa beliau seorang yang herwatak keras, yang sukar ditundukkan, tetapi adakalanya hatinya lembut hagaikan kapas. Dalam salinan buku catatannya itu banyak A. Hasjmy dapati hal-hal yang belum A. Hasjmy ketahui sama sekali mengenai Tanah Aceh dan pergolakannya, bahkan juga A. Hasjmy temui perbuatan-perbuatan yang A. Hasjmy kerjakan sendiri, tetapi selama ini sudah tidak ingat lagi.

Umpamanya tentang gelar beliau, "Al Mujahid". Waktu A. Hasjmy masih belajar di Madrasah Thawalib, Padang Panjang, dalam tahun tigapuluhan, A. Hasjmy mengirim surat kepada beliau, yang isinya antara lain mendukung rencana perjuangan beliau untuk melakukan gerakan per lawanan terhadap kekuasaan Hindia Belanda: yang mula-mula dengan mem- perbaharui sistem pendidikan Islam, kemudian menggembleng semangat pemuda dan menyusun organisasinya yang militan dan akhirnya melakukan pemberontakan bersenjata.

Dalam surat itu, A. Hasjmy tegaskan bahwa pemuda Aceh yang sedang belajar di Sumatra Barat (Padang Panjang. Bukimingi. Padang, Kayutanam, Parabek, Payakumbuh dan lain-lain) berdiri di belakang rencana beliau itu, dan apabila studi kami telah selesai, kami akan kembali ke Tanah Aceh sebagai pejuang dan mujahid. A. Hasjmy menganjurkan supaya di belakang nama beliau ditambah dengan "AI Mujahid", sehingga namanya menjadi Teungku Amir Husin Al Mujahid.

Saran A. Hasjmy itu beliau terima Hal ini (tentang "Al Mujahid") sebenarnya A. Hasjmy telah lupa bagaimana asal mulanya. Dalam buku catatan beliau yang telah disalin itu rupanya tercatat hal tersebut, sehingga setelah membacanya A. Hasjmy menjadi ingat kembali. Untuk memperingati wafatnya beliau, seorang ulama, pemimpin pemuda yang militan pada zamannya, pejuang kemerdekaan yang tangguh dan seorang "mujahid" yang mempunyai cara-cara sendiri dalam perjuangan, maka sejarah hidup dan perjuangannya maka A. Hasjmy membuat tulisan tentang catatan pribadi Amir Husin Al-Mujahid berdasarkan catatan beliau sendiri.

                                            Bersambung >>>>>





Sumber:

Buku Ulama Aceh (Mujahid Pejuang Kemerdekaan Dan Tamadun Bangsa) oleh A.Hasjmy