Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kajian Hadits Pentingnya Menjaga Kehormatan Muslim

Kajian Hadits Pentingnya Menjaga Kehormatan Muslim

Hadits yang kedelapan dari hadits arba’in An-Nawawi menjelaskan tentang menjaga kehormatan Muslim, yaitu hadits dari Ibnu Umar riwayat Al-Bukhari dan Muslim, Rasul bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ
“Aku diperintah untuk memerangi manusia
حَتَّى يَشْهَدُوا
hingga mereka bersaksi (bersyahadat)
 أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah
وَأَنَّ مُحَمَّدَاً رَسُوْلُ اللهِ
dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah,
وَيُقِيْمُوْا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ
menegakkan shalat, menunaikan zakat,
فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي
dan jika mereka telah melakukan ini maka mereka terjaga dariku
دِمَاءهَمْ وَأَمْوَالَهُمْ
darah dan harta mereka,
إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلامِ
kecuali dengan hak Islam,
وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى
dan atas Allah-lah perhitungan mereka.”
(HR. Bukhari, Muslim, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah, An-Nasai’ dan Imam Turmuzi, Syaikh Al Albani mengatakan: hadits ini shahih mutawatir. (Shahih Ibnu Majah No. 71)

Baca juga: Hadits Menentukan Awal Masuk Bulan dengan Hisab dan Ru'yah

Makna Hadits Secara Global

Adapun makna hadits secara umum adalah sebagai berikut:
  1. Menjelaskan tentang salah satu cara atau metode menyebarkan Islam, yakni berperang. Metode ini digunakan dalam islam ketika jalan damai tidak tercapai, dan orang kafir menghalangi dakwah Islam bahkan menyakiti kaum muslimin. Demikian itulah fakta yang terjadi dalam sejarah penyebaran islam keseluruh penjuru negeri.. Hadits di atas tadi juga sering digunakan sebagian ulma sebagai dalil bahwa perang di dalam Islam adalah juga bisa bersifat ofensif (menyerang), ketika kondisi yang membutuhkan, bukan saja bersifat difensif (bertahan).
  2. Mengajarkan tentang tujuan utama dakwah Islam, yaitu menyangkut dengan aqidah dan syariah (hukum-hukum). Aqidah dengan mentauhidkan Allah dan mengakui serta mengikuti kenabian Nabi Muhammad. Sedangkan, syariah yaitu dengan menjalankan batas minimal berupa aturan pokok dalam Islam seperti shalat dan zakat, dan lainnya.
  3. Menjelaskan tentang terjaminnya kehormatan dan hak seorang yang sudah menjadi Muslim. Posisi mereka sama dengan kaum muslimin lainnya yang telah lebih dulu masuk islam dalam masalah hak dan kewajiban, termasuk dalam hal perlindungan terhadap darah dan harta mereka.
  4. Menjelaskan tentang bukti izzah (kewibawaan) agama Islam.
Baca juga: Hadits Tentang Timbangan dan Takaran Dalam Islam

Makna Kosa-Kata dan Kalimat hadits:

Adapun kosa-kata dalam kalimat Hadits adalah sebagai berikut:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ      :  
Dari Ibnu Umar

 رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا :  semoga Allah meridhai keduanya ..

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ قَالَ : bahwa sesungguhnya Rasulullah bersabda

أُمِرْتُ              : Aku diperintah,

أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ    : untuk memerangi manusia

حَتَّى يَشْهَدُوا      :  
sampai mereka bersaksi

أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ   :  bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah

وَأَنَّ مُحَمَّدَاً رَسُوْلُ اللهِ : dan Muhammad adalah Rasulullah

وَيُقِيْمُوْا الصَّلاةَ    : 
mereka menegakkan shalat 

وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ      : dan menunaikan zakat

فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ     : maka jika mereka sudah melakukan itu

عَصَمُوا مِنِّي      : mereka telah terjaga dariku

دِمَاءهَمْ وَأَمْوَالَهُمْ : darah mereka dan harta mereka

إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلامِ : kecuali dengan haq Islam

وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى : dan atas Allah-lah perhitungan mereka


Isi Kandungan Hadits

Hadits di atas menjelaskan tentang perintah Allah kepada Nabi Muhammad agar menyebarkan dakwah kepada segenap umat manusia agar mereka mengucapkan syahadat yaitu mentauhidkan Allah dengan memurnikan ketauhidan serta mengikuti ajaran Nabi Muhammad dan menjadikan Rasul Itu sebagai panutan dalam kehidupan.

Para ulama menjelaskan kalimat أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ أُمِرْتُ (Aku diperintah untuk memerangi manusia) maksudnya adalah memerangi orang musyrik yang bukan Ahli Kitab. Sebagaimana yang disampaikan oleh Syaikh Ismail Al Anshari yaitu:

المشركين من غير أهل الكتاب 
yaitu kaum musyrikin selain ahli kitab
makna ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan oleh Imam An-Nasai sebagai berikut:

أمرت 
“Aku diperintah 
أن أقاتل المشركين
untuk memerangi kaum musyrikin
حتى يشهدوا 
sampai mereka bersaksi
أن لا إله إلا الله ،
 tiada Ilah selain Allah,

Sedangkan Imam Ibnu Daqiq Al ‘Id mengatakan bahwa maknanya adalah sebagaimana yang disampaikan oleh Al Khathabi dan lainnya:

المراد بهذا أهل الأوثان
Maksudnya adalah para penyembah berhala
ومشركو العرب
dan kaum musyrikin Arab
ومن لا يؤمن 
dan orang yang tidak beriman kepada Allah
دون أهل الكتاب،
 selain Ahli Kitab
ومن يقر بالتوحيد
dan yang mengikrarkan tauhid.

Pandangan ini sesuai dengan ayat ke 5 dan ayat yang ke 36 dari surat At-Taubah:

فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ
“Maka perangilah orang-orang musyrik
حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ
di mana pun kalian temui mereka.”

وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً
“Dan perangilah orang-orang musyrik semuanya
كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً
sebagaimana mereka telah memerangimu semua.”

Dalam surat Al-Anfaal ayat yang ke 39 juga dijelaskan:

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah
وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ
dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.”

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa makna dari kata “FITNAH” dalam ayat di atas adalah kesyirikan sebagaimana perkataan beliau: yakni (sampai) tidak ada kesyirikan.

Pengertian tersebut juga dijelaskan oleh Abul ‘Aliyah, Mujahid, Al Hasan, Qatadah, Ar Rabi’ bin Anas, As Suddi, Muqatil bin Hayyan, dan Zaid bin Aslam. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalamTafsir Al Quran Al ‘Azhim ketika menafsirkan ayat yang ke 39 dari surat Al-Anfaal.

Makna dari kalimat  "sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah" adalah orang kafir itu diajak untuk mengikrarkan kalimat syahdat secara terang-terangan secara sadar dan memahami konsekwensinya, serta berkewajiban menjalankan apa saja yang di syariatkan di dalam islam.

Di antara konsekuensi yang harus dijalani dalam syariat adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam makna hadits وَيُقِيْمُوْا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ : mereka menegakkan shalat dan menunaikan zakat

Mereka tidak dibenarkan hanya mengaku muslim dengan sekedar bersyahadat saja tanpa melakukan perbuatan yang menjadi tuntutan bagi orang yang bersyahadat, yang dijelaskan dalam hadits di atas di antaranya adalah menegakkan shalat sebagai hubungan hamba dengan Tuhannya dan menunaikan zakat sebagai hubungan hamba dengan sesama Muslim yaitu untuk mencukupi kebutuhan sesama muslim dengan mengeluarkan zakat dan tanda kepedulian kepada mereka.

Sebagaimana juga yang disampaikan oleh Imam An Nawawi bahwa:

ولا بد مع هذا من الإيمان
“Disamping kalimat ini, dia juga mesti mengimani
بجميع ما جاء به رسول الله صلى الله عليه وسلم
semua yang dibawa oleh Rasulullah

Sebagaimana ada riwayat dari Abu hurairah yanbg menjelaskan bahwa:

“حتى يشهدوا أن لا إله إلا الله ويؤمنوا بي وبما جئت به
“sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Ilah kecuali Allah, mengiman saya, dan apa yang saya bawa.”

Jadi, syariat apapun yang dibawa oleh Rasul yang berupa perintah itu harus diikuti dan tidak diingkarinya, dan juga apa saja yang dilarang oleh Rasul itu harus ditinggalkan dan tidak boleh dikerjakannya.

Makna dari kalimat فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ : “maka jika mereka sudah melakukan itu”

Maksudnya adalah jika orang-orang kafir itu sudah mengucapkan dua syahadat dan menjalankan konsekuensi kalimat syahadat yaitu dengan menjalankan hukum-hukum yang bersifat poko dalam agama sebagaimana bagian dari rukun Islam seperti Shalat dan zakat. Maka mereka akan terjaga dalam agama sebagaimana lanjutan hadits عَصَمُوا مِنِّي : mereka telah terjaga dariku دِمَاءهَمْ وَأَمْوَالَهُمْ : darah mereka dan harta mereka

Maksudnya dalah Darah dan harta mereka terlindungi tidak boleh diganggu sedikit pun di dalam agama sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Ibnu Al ‘Utsaimin:

أي فلا يحل أن أقاتلهم
“Yaitu tidak dihalalkan memerangi mereka
وأستبيح دماءهم،
dan menumpahkan darah mereka,

ولا أن أغنم أموالهم،
dan tidak boleh menjadikan harta mereka sebagai ghanimah,
لأنهم دخلوا في الإسلام.
karena mereka sudah masuk Islam.”

Makna kalimat إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلامِ : “kecuali dengan haq Islam” maknanya adalah kecuali jika mereka melakukan pelanggaran berat di dalam islam, seperti membunuh, berzina, mencuri, merampok dan lainnya, maka mereka pasti akan mendapatkan hukuman had, baik berupa qishash, dera, dan rajam atau lainnya sesuai dengan kadar pelanggaran yang mereka lakukan. Hal semacam ini adalah berlaku umum untuk semua muslim, bukan hanya mereka yang baru masuk Islam. Ini sebagaiman yang dijelaskan oleh Syaikh Ibnul ‘Utsaimin:

هذا استثناء لكنه استثناء عام،
“Ini adalah pengecualian tetapi pengecualian yang umum sifatnya,
يعني: إلا أن تباح دماؤهم وأموالهم بحق الإسلام،
maknanya dikecualikan penghalalan terhadap darah dan harta mereka karena hak Islam,

مثل: زنا الثيّب، والقصاص وما أشبه ذلك،
seperti: zinanya orang yang telah bersuami, qishas, dan yang semisalnya,

يعني: إلا بحق يوجبه الإسلام.
makna kecuali dengan hak, yaitu: yang diwajibkan oleh Islam.


Makna kalimat وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى “dan atas Allah-lah perhitungan mereka”

Maksudnya adalah sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Al Khathabi:

وفيه أن من أظهر الإسلام
“Dalam hadits ini menunjukkan bahwa orang yang menampakkan Islam

وأسر الكفر
dan menyembunyikan kekafiran,

يقبل إسلامه في الظاهر
maka secara zahir keislamannya itu diterima.

وهذا قول أكثر أهل العلم
Ini adalah pendapat mayoritas ulama

وذهب مالك إلى أن توبة الزنديق
Dan, pendapat Imam Malik menyebutkan bahwa tobatnya orang zindik

لا تقبل
tidaklah diterima,

وهي رواية عن الإمام أحمد.
dan ini juga pendapat Imam Ahmad.”

Maka makna kalimat tersebut dapat dipahami bahwa Seandainya ada orang yang pura-pura masuk Islam dengan mengucapkan kalimat syahadat secara zahirnya saja, maka secara zahir dapat kita katakan bahwa dia seorang Muslim. Ini sebagaimana sikap Nabi dalam menyikapi Abdullah bin Ubai sebagai seorang tokoh munafiq saat itu.

(Pengecualian Hadits) Orang Kafir yang Tidak Boleh Dibunuh

Walaupun dalam hadits tersebut menjelaskan tetang perintah memerangi orang kafir yang mengahalangi dakwah Islam, akan tetapi Rasulullah mengecualikan 3 jenis orang kafir, yang mana mereka tidak boleh dibunuh dan diganggu bahkan dijamin keamanannya dalam islam. Mereka adalah:
  1. Kafir adz-Dzimmi yaitu orang kafir Ahlul Kitab yang tinggal di negeri kaum muslimin yang mereka membayar upeti (jizyah) maka mereka terjamin keamanannya dan tidak boleh memeranginya sebagaimana dijelaskan dalam al-qur’an ayat yang ke 29.
  2. Kafir al-Mu’ahad yaitu orang kafir yang memiliki perjanjian dengan kaum muslimin untuk tidak saling memerangi satu dengan lainnya. Orang seperti itu juga haram diperangi sebagaimana ini terjadi dalam perjanjian Hudaibiyyah Nabi dengan orang Musyrikin untuk tidak saling memerangi sesuai dengan perjanjian.
  3. Kafir al-Musta’min adalah orang kafir yang masuk ke dalam negeri kaum muslimin dengan jaminan keamanan dari pemerintah muslim atau jaminan keamanan dari satu orang saja dari kaum muslimin. Sebagaiman dijelaskan oleh Allah dalam Al-Qur’an surat at-Taubah ayat yang ke-6.
Ketiga jenis orang kafir yang tersebut di atas adalah darahnya terjaga, dan tidak boleh diperangi atau dibunuh. Barangsiapa di antara kaum muslim yang mencoba untuk membunuh orang kafir jenis ini atau mengusir serta memeranginya, maka ketentuan syariat Islam adalah muslim tersebut harus:
  • Membayar diyat, jika ahli waris yang ditinggalkannya bukan dari golongan orang kafir harbi, yaitu kafir yang memerangi kaum muslimin.
  • Membayar kaffarat yaitu dengan cara memerdekakan budak mukmin atau berpuasa 2 bulan berturut-turut. Ini merupakan pendapat jumhur (mayoritas) Ulama.