Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Isyarat Menjawab Salam Dalam Shalat Bagi Wanita

Cara menjawab salam dalam shalat

BERISYARAT UNTUK MENJAWAB SALAM DAN UNTUK SUATU KEPERLUAN

838) Ibnu 'Umar ra. berkata:

كَيْفَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَرُدُّ عَلَيْهِمْ حِيْنَ كَانُوا يُسَلِّمُونَ عَلَيْهِ وَهُوَ ِفِي الصَّلَاةِ ؟ قَالَ: يُشِيْرُ بِيَدِه

"Aku bertanya kepada Bilal tentang bagaimana Rasulullah menjawab salam ketika para sahabat memberi salam kepadanya ketika beliau sedang shalat? Bilal menjawab: "Beliau memberi isyarat dengan tangannya." (HR. Abu Daud, An- Nasa'y, At-Turmudzy dan Ibnu Majah; Al-Muntaqa 1: 486)

839) Shuhaib ra, berkata:

مَرَرْتُ بِرَسُولِ اللهِ ﷺ وَهُوَ يُصَلَّى فَسَلِّمْتُ فَردَّ إِلَى اشَارَةً وَقَالَ: لَا أَعْلَمُ إِلَّا أَنَّهُ قَالَ إشَارَةً بِأُصْبُعِهِ
"Saya berlalu di depan Rasulullah ketika beliau sedang shalat. Maka saya mengucapkan salam kepada beliau. Maka beliau menjawab dengan isyarat. Aku tidak tahu Nabi mengisyaratkan selain dengan anak jarinya." (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'y dan At-Turmudzy; Al-Muntaqa 1: 487)

SYARAH HADITS

Hadits (838) diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqy dari Nafi', ujarnya: "Nabi saw. pergi ke masjid Quba' dan shalat di dalamnya. Kemudian datanglah para Anshar memberikan salam, sedang beliau dalam shalat. Aku bertanya kepada Bilal, tentang bagaimana Nabi menjawab salam mereka. Bilal menghamparkan telapak tangannya. Adapun Ja'far ibnu Aun, menghamparkan telapak tangannya ke bawah dan belakangnya ke atas." Hadits ini, menurut Asy-Syaukany, perawinya shahih.

Hadits ini menyatakan bahwa orang yang tidak sedang shalat, boleh mem- berikan salam kepada orang yang sedang shalat. Orang yang tidak sedang shalat, boleh menghadapkan pembicaraan kepada orang yang sedang shalat. Orang yang sedang shalat itu menjawab salam dengan isyarat.

Hadits (839) diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, An-Nasa'y dan At- Turmudzy. Menurut At-Turmudzy, hadits ini shahih. Menurut penilaian Asy- Syaukany, dalam sanad hadits ini ada seorang perawi yang diperselisihkan. Orang itu dipercaya oleh An-Nasa'y, sedangkan Ad-Daraquthny tidak mempercayainya.

Hadits ini menyatakan bahwa menjawab salam dengan isyarat dalam shalat, dibolehkan.

Majduddin Al-Hirany berkata bahwa tentang Rasul berisyarat dalam shalat, diperoleh beberapa hadits yang shahih. Di antaranya, riwayat Ummu Salamah ten- tang Nabi shalat dua rakaat sesudah Ashar. Diantaranya pula riwayat Aisyah dan Jabir tentang Nabi memberikan isyarat dalam shalat untuk menyuruh duduk para makmum; karena Nabi sendiri shalat sambil duduk, karena sakit.

Abu Zur'ah ketika mensyarahkan hadits "tasbih untuk orang laki-laki dan tepuk tangan untuk perempuan di dalam shalat", berkata: apabila timbul sesuatu keperluan bagi orang yang dalam shalat, yang menghendaki agar dia mem- beritahukan kepada orang lain, baik terhadap imamnya maupun terhadap seseorang buta yang hendak jatuh ke dalam sumur, atau terhadap seseorang yang meminta ijin, atau akan memberitahukan kepada seseorang, hendaklah ia membaca tasbih (subhanallah). Demikianlah pendapat Malik, Asy-Syafi'y, Ahmad, Ishaq, Abu Yusuf, Al-Auza'y, Abu Tsaur dan Jumhur Ulama Salaf dan Khalaf Abu Hanifah dan Muhammad ibnul Hasan berkata: Apabila seseorang membaca dzikir yang dimaksudkan sebagai jawaban, maka batal shalatnya. 

Dan jika dimaksudkan sebagai pemberitahuan bahwa dia sedang shalat, tidaklah batal shalatnya. Apabila timbul sesuatu hal sebagaimana tersebut di atas, kepada kaum perempuan, hendaklah mereka menepukkan tangan. Demikianlah pendapat Asy-Syafi'y dan Jumhur. 

Imam Malik menyamakan antara perempuan dan laki-laki yakni sama- sama membaca tasbih. Menurut pendapat Malik, di dalam shalat baik laki-laki ataupun perempuan tidak boleh menepukkan tangan. 

Diriwayatkan oleh Al- Qadhi lyadh dari Abu Hanifah, bahwa beliau memandang batal shalat si perempuan yang menepuk tangan dalam shalatnya. Menurut riwayat Ibnul Mundzir bahwa Malik sependapat dengan jumhur. Segolongan Ulama Malikiyah me nyetujui paham Jumhur dalam masalah ini.

Al-Qadhi Abu Bakar ibnul Araby berkata: "Riwayat yang masyhur dari Malik itu, tidak shahih." Abdul 'Abbas Al-Qurthuby berkata: "Dalam masalah ini, baik berdasarkan khabar maupun berdasarkan nazhar, paham jumhurlah yang shahih Mengenai orang khuntsa, maka menurut pendapat Al-Qadhi Abul Futuh dalam kitab Ahkamul Khanatsi, bahwa yang disyariatkan bagi mereka, ialah menepuk tangan. 

Menurut pendapat Jamaluddin Al-Asnawy dalam kitab Al-Muhimmat, itulah yang sebenarnya dilakukan oleh orang khuntsa. Mengenai hukum yang tersebut ini, apakah itu wajib, sunah atau boleh, maka menurut pendapat Ar-Rafi'i dn An-Nawawy, sunnat hukumnya. 

Menurut hikayat ayahku-demikian kata Abu Zur'ah terdapat dalam Syarh At-Turmudzy dari gurunya As-Subky, bahwa tasbih dan menepuk tangan itu sunnat hukumnya, karena memberi ingar itu suatu ibadah. Kalau itu wajib, seperti mengingatkan orang buta, hukumnya wajib.

Ibnu Qudarnah dalam Al-Mughny berkata: "Apabila imam lupa, lalu membuat sesuatu pekerjaan dibukan tempatnya, lazimlah makmum mengingatkannya dengan bertasbih (bagi makmun laki-laki) dan menepuk tangan bagi makmum perempuan)."

Pendapat yang haqq dalam masalah ini, ialah: memberi ingat dalam shalat itu, hukumnya bisa wajib, sunnat dan boleh, bahkan bisa pula makruh dan haram.

Abu Zur'ah menerangkan lagi: "Menurut pendapat ayahnya, apabila tidak berhasil memberi ingat dengan tasbih, dibolehkan menyebut yang lebih jelas, bahkan dibolehkan bertutur dalam shalat apabila keadaan memaksa. Adapun sebabnya para perempuan disuruh menepuk tangan, maka menurut sebagian ulama, adalah karena suara mereka dipandang aurat. Menurut pendapat yang shahin, suara perempuan bukanlah aurat yakni boleh didengar dan diperdengarkan, terkecuali kalau menimbulkan hal-hal yang tidak disukai agama. Kebanyakan ulama salaf dan khalaf, membolehkan isyarat dalam shalat. Dan isyarat itu tidak membatalkan shalat. Demikianlah pendapat Malik, Asy-Syafi'y dan Ahmad."

Sebenarnya banyak sekali hadits yang diterima dari Nabi mengenai hal ini. Ulama Hanafiyah membatalkan shalat, lantaran berisyarat itu. Mereka menyamakan isyarat dengan bicara.

Hadits Ummu Salamah mengenai hal isyarat ini, diriwayatkan oleh Al- Bukhary, Muslim dan Abu Daud, dari riwayat Kuraib, bahwa Ibnu Abbas, Al- Musawwar ibn Makhramah dan Abdurrahman ibnu Azhar, menyuruh Kuraib pergi kepada Aisyah, kemudian kepada Ummu Salamah. Maka Ummu Salamah berkata: Saya mendengar Nabi melarang kita shalat dua rakaat sesudah shalat Ashar, kemudian saya melihat beliau mengerjakan shalat sesudah shalat Ashar. Sesudah beliau shalat, beliau masuk ke rumahku. Ketika itu, di rumahku ada beberapa perempuan dari Bani Hiram. Aku menyuruh seseorang jariyah pergi mendapatkan Nabi (ketika Nabi sedang shalat) untuk menanyakan kepada beliau bahwa Ummu Salamah, menyuruh jariyah itu datang kepadanya agar diterangkan tentang larangan mengerjakan shalat dua rakaat sesudah shalat Ashar sebagaimana yang pernah beliau sampaikan kepada Ummu Salamah. Padahal Rasulullah sendiri sekarang mengerjakannya. Ummu Salamah berpesan kepada Jariyah itu, supaya dia mundur, apabila Nabi mengisyaratkan dengan tangannya ketika perkataan itu disebut. Ketika jariyah melaksanakan suruhan Ummu Salamah, Nabi mengisyaratkan dengan tangannya.

Hadits Aisyah diriwayatkan oleh Al-Bukhary, Muslim, Abu Daud dan Ibnu Majah dalam kisah Nabi shalat sewaktu beliau sakit. Nabi mengisyaratkan supaya para makmum duduk.

Hadits Jabir diriwayatkan Muslim, Abu Daud dan Ibnu Majah dalam kisah Nabi shalat di masa beliau sakit. 

Dalam hadits itu diterangkan bahwa Nabi mengisyaratkan supaya kami duduk, lalu kami pun duduk. Tentang isyarat-isyarat itu, boleh dilakukan dengan anak jari, boleh dengan mengangkat sebelah tangan, dan boleh dengan kepala. Ketiga macam cara ini, di riwayatkan dari Nabi saw.

Dengan memperhatikan hadits-hadits ini, tertolaklah paham Hanafiyah, yang membatalkan shalat karena isyarat itu. Adapun sebabnya Nabi menyuruh supaya perempuan menepukkan tangan, bukanlah karena suara mereka di pandang aurat.

Namun itu merupakan tradisi yang telah dibiasakan oleh perempuan-perempuan Arab dalam pergaulannya, baik untuk memanggil seseorang yang jauh, ataupun lain-lainnya. Oleh karena itu kami menyetujui pendapat Ibnu Hazam, yang memandang baik orang perempuan membaca tasbih seperti laki-laki. 

Ibnu Hazam berkata: "Dibolehkan bagi para perempuan membaca tasbih untuk mengingatkan imam, karena tasbih itu dzikir, dan shalat itu adalah tempat dzikir."

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Bab Pekerjaan yang Membatalkan Shalat, yang Makruh, dan yang Dibolehkan Masalah Berisyarat Untuk Menjawab Salam Dan Untuk Suatu Keperluan Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-2