Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum memalingkan Wajah Dalam Shalat

Hukum memalingkan Muka Dalam Shalat

MEMALING-MALINGKAN MUKA DALAM SHALAT

840) Arnas ibn Malik ra. berkata:

قَالَ رَسُولُ الله : إِيَّاكَ وَالْإِلْتَفَاتَ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّ الْإِلْتَفَاتَ فِي الصَّلَاةِ هَلَكَةٌ ، فَإِِنْ كَانَ لَا بُدَّ فَفِي التَّطَوُّعِ لَا فِي الْفَرِيضَةِ.

Rasul saw, berkata kepadaku: "Jauhkanlah dirimu dari berpaling-paling di dalam shalat karena berpaling-paling dalam shalat itu, kebinasaan. Jika perlu sekali karnu berpaling dalam shalat hendaklah kamu lakukan dalam shalat tathawwu"; jangan dalam shalat fardhu." (HR. At-Turmudzy; Al-Muntaqa 1: 488)

841) Aisyah ra. berkata:

سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ عَنِ التَّلَفُّتِ فِي الصَّلَاةِ، فَقَالَ: اخْتِلَاسٌ يَخْتَلِسُهُ الشَّيْطَانَ مِنْ صَلَاةِ الْعَبْدِ

"Saya bertanya kepada Rasul tentang berpaling-paling dalam shalat, Rasul menjawab: "Itu suatu sambaran yang dikerjakan setan terhadap seorang hamba." (HR. Ahmad, Al-Bukhary, An-Nasa'y dan Abu Daud; Al-Muntaqa 1: 488)

842) Abu Dzarr ra, berkata:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ : لَا يَزَالُ اللَّهُ مَقْبِلاً عَلَى الْعَبْدِ فِي صَلَاتِهِ مَالَمْ يَلْتَفِتْ، فَإِذَا صَرَفَ وَجْهَهُ انْصَرَفَ عَنْهُ

Rasul saw. bersabda: "Tuhan senantiasa menghadapkan perhatian kepada seseorang hamba di dalam shalatnya, selama si hamba itu tidak berpaling. Apabila si hamba itu menalingkan mukanya, Tuhan pun berpaling daripadanya." (HR. Ah- mad, An-Nasa'y dan Abu Daud; Al-Muntaqa 1: 490)

843) Sahl ibn Hanzhaliyah ra. berkata:

ثُوِّبَ بِالصَّلاةِ، يَعْنِى صَلَاةَ الصُّبْح فَجَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يُصَلِّي وَهُوَ يَلْتَفِتُ إِلَى الشَّعْبِ

"Setelah dibaca iqamat untuk shalat Shubuh, Rasulullah saw. pun shalat. Di dalam shalat itu beliau berpaling ke arah suatu jalan di bukit." (HR. Abu Daud; Al-Muntaqa: 490)

SYARAH HADITS

Hadits (840) derajatnya hasan. Hadits ini menyatakan bahwa memaling-malingkan muka dalam shalat, menyebabkan berkurangnya pahala shalat. Atau, menyatakan bahwa berpaling-paling dalam shalat, adalah lantaran tipu daya setan. Orang yang berpaling-paling itu berarti orang yang diperdayakan setan. Juga menyatakan bahwa sekali-kali tidak dibenarkan berpaling-paling dalarm shalat fardhu. Kalau sangat perlu dilakukan, maka jangan lebih dari satu kali. Dalam shalat sunnat, hal ini dibolehkan.

Hadits (841) diriwayatkan Ahmad, Al-Bukhary, An-Nasa'y dan Abu Daud. Hadits ini menyatakan bahwa berpaling-paling dalam shalat adalah suatu tarikan setan.

Hadits (842) di dalamnya ada perawi yang diperselisihkan. At-Turmudzy dan Ibnu Hibban menyatakan shahih. Hadits ini menyatakan bahwa Allah tetap memandang kepada orang yang sedang shalat, selama orang itu tidak berpaling. Ringkasnya, hadits ini menunjukkan kepada kemakruhan berpaling-paling dalam shalat.

Hadits (843) juga diriwayatkan oleh Al-Hakim dan Al-Baihaqy. Menurut pendapat Al-Baihaqy, hadits ini sesuai dengan syarat Al-Bukhary dan Muslim. Al- Hazimi berpendapat, bahwa hadits ini hasan. Di dalam kitab Al-I'tibar, Al-Hazimi berkata: "Ibnu Abbas memberitakan, bahwa Nabi berpaling dalam shalatnya ke kanan dan ke kiri, dengan tidak memutarkan lehernya ke belakang." Menurut pen- dapat Al-Hazimi, hadits Ibnu 'Abbas ini gharib.

Hadits ini menyatakan bahwa memalingkan muka dalam shalat asalkan tidak sampai memutar leher, dibolehkan.

Jumhur ulama memakruhkan kita berpaling dalam shalat dengan makruh tanzih, selama tidak sampai kepada derajat membelakangi kiblat.

Sebagian ahli ilmu membolehkan kita berpaling, selama tidak memutarkan leher. Di antara yang berpendapat demikian, ialah: Atha', Malik, Abu Hanifah beserta ashhab-nya, Al-Auza'y dan ulama Kufah.

Al-Hazimi menyebutkan hadits ini dalam kitab Al-l'tibar. Beliau berkata: "Tidak ada perlawanan antara hadits yang menyatakan bahwa Nabi berpaling kesuatu arah bukit, dengan hadits Ibnu Abbas yang menerangkan bahwa Nabi berpaling ke kanan dan ke kiri, karena mungkin sekali, jalan di bukit itu terletak di pihak kiblat. Maka Nabi berpaling ke arahnya tidak memutar leher."

Sebagian ulama menetapkan, bahwa kebolehan berpaling dalam shalat telah di-mansukh-kan. Menurut berita Ibnu Sirin, adalah Rasulullah apabila shalat melihat kesana dan kemari. Setelah turun ayat: "qad aflahal mu'minina alladzinahum fi shalätihim khāsyi'ûna", barulah Nabi memandang ke muka saja.

Ibnu Syihab berkata: "Barulah Nabi memandang ke tempat sujudnya saja." An-Nawawy berkata: "Seyogianya bagi orang yang sedang shalat memelihara segala yang disunnatkan dan segala yang di-mustahab-kan. Yang demikian juga berlaku pada shalat fardhu dan shalat sunnat, di kampung, di dalam safar, di dalam jama'ah dan ketika shalat sendirian."

Mengenai palingan muka, maka menurut pendapat Ulama-Ulama Syafi'iyah, jika dada berpaling dari arah kiblat, batal shalat; jika tidak, tidak batal. Dan tidak dipandang makruh, kalau palingan itu karena ada keperluan. Kalau tidak ada keperluan dinyatakan makruh tanzih.

Dalil kemakruhannya berpaling jika tidak ada keperluan, ialah hadits Aisyah dan hadits Anas. Adapun dalil yang tidak memakruhkan apabila ada sesuatu hajat, ialah hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh At-Turmudzy dengan sanad yang shahih (yakni: hadits yang menerangkan bahwa Nabi berpaling ke kiri dan ke kanan).

Diriwayatkan dari Jabir oleh Muslim, ujarnya Rasulullah shalat ketika keadaan beliau sakit, dan kami mengikutinya. Beliau shalat sambil duduk. Beliau berpaling kepada kami dan melihat kami berdiri. Maka Rasul memberi isyarat, supaya kami duduk juga. Diberitakan oleh Abu Daud, dari Sahal, bahwa Nabi berpaling ke suatu jalan di bukit pada waktu shalat Shubuh, menurut penerangan Abu Daud, Nabi berpaling itu untuk melihat seorang pesuruh yang disuruh pergi untuk tugas penjagaan.

Al-Hafizh dalam Fathul Bari berkata: "Tidak ada penjelasan Al-Bukhary menun- jukkan kepada kemakruran berpaling itu. Hukum itu telah di-ijma'-i. Hanya Jumhur memakruhkannya dengan makruh tanzih."

Al-Mutawalli berkata: "Berpaling itu adalah haram, terkecuali kalau dalam ke- adaan darurat." Inilah pendapat Ahluzh Zhahir. Banyak benar hadits yang diterima dari Nabi yang menegaskan kemakkruhan berpaling-paling itu.

Ibnu Hazam berkata: "Difardhukan atas orang yang sedang shalat memejam- kan matanya dari melihat melihat sesuatu yang diharamkan, berarti tidak menger- jakan shalat sebagaimana yang diperintahkan." Diriwayatkan dari Malik, bahwa beliau berkata: "Barangsiapa memperhatikan aurat seseorang padahal ia sedang dalam shalat, maka batal shalatnya."

Hukum berpaling-paling dalam shalat, sekurang-kurangnya adalah makruh seva Maka seyogianyalah kita menjauhkan diri dari berpaling-paling itu. Se- benarnya berpaling-paling itu, kalau tidak ada keperluan, lebih tepat kita hukumkan Aanan, mengingat akibat-akibat yang diperoleh oleh orang-orang yang berpaling itu.

Hendaklah kita memelihara diri dari berpaling-paling, walaupun ada se- bagian kiyai yang melakukannya. Perbuatan itu tidak patut dituruti. Al-Baihaqy da- lam masalah ini i meriwayatkan beberapa hadits. 

Di antaranya hadits Al-Harits dan Al-Asy'ary, disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Tuhan mewahyukan kepada Yahya ibn Zakariya, lalu Yahya berdiri memuji Allah dan menyanjung-Nya.

Kemudian Nabi bersabda: "Sesungguhnya seorang hamba apabila berdiri shalat maka Allah menghadapinya dengan wajah-Nya. Allah tidak memalingkan wajah-Nya ke arah lain, sebelum si hamba itu memalingkan mukanya." Menurut riwayat Abu Taubah dari Mu'awiyah, bahwa Nabi bersabda: "Apabila kamu telah menghadapkan mukamu ke arah kiblat, janganlah kamu berpaling-paling lagi."

Menurut Yahya ibn Katsir dari Zaid ibn Salam, bahwa Nabi bersabda: "Apa- bila kamu telah berdiri dalam shalat janganlah berpaling-paling." Hadits Al-Harits Al-Asy'ary diriwayatkan selengkapnya oleh At-Turmudzy.

Ibnul Qayyim dalam Al-Wabil, ketika mensyarahkan hadits tersebut, berkata: berpaling-paling yang ditegah dalam shalat ada dua macam:

Pertama: berpalingnya hati dari Allah kepada yang selain-Nya.

Kedua: berpalingnya pandangan mata.

Kedua sikap berpaling ini, ditegah. Allah senantiasa menghadapi hamba-Nya, selama harnba itu menghadapi Tuhannya. Apabila si hamba berpaling hatinya atau pandangan matanya, Tuhan pun berpaling darinya. 

Di waktu ditanyakan kepada Rasulullah, tentang hal berpaling dalam shalat, beliau menjawab: "Berpaling itu, adalah suatu sambaran yang dilakukan oleh setan dari shalat-shalat seseorang hamba" Di dalam suatu atsar diterangkan, bahwa ketika orang yang sedang shalat berpaling, Tuhan bertitah: "Dia berpaling kepada orang yang lebih baik daripada-Ku."

Orang yang berpaling dengan matanya atau hatinya di dalam shalat dapat diibaratkan orang yang dipanggil penguasa (raja) dan disuruh berdiri di hadapan- nya untuk diajak bicara. Ketika penguasa sedang berbicara, orang tersebut berpaling ke kiri dan ke kanan. Oleh karenanya ia tidak dapat memahami pembicara- an penguasa itu disebabkan hatinya tidak tertuju kepadanya. Maka apakah yang diperoleh orang itu dari penguasa tadi. Tentu ia akan pergi tanpa memperoleh keridhaan dari penguasa itu. 

Orang yang shalat yang hatinya tidak hadir jauh berbeda dengan orang yang shalat hatinya hadir yang menghadap benar-benar kepada Tuhannya, serta merasakan keagungan-Nya. Hasan ibn Athiyah berkata: Dua orang yang sama-sama mengerjakan sesuatu shalat, keutamaan yang di- peroleh oleh masing-masingnya itu akan berbeda. 

Sesungguhnya telah diriwayatkan bahwa Nabi bersabda: "Seseorang hamba, apabila berdiri mengerjakan shalat bertitahlah Allah: "Angkatlah segala tirai." Dan apabila orang itu berpaling, Tuhan pun bertitah: "Turunkan tirai itu. "Berpaling yang dimaksud hadits ini, ialah berpalingnya hati. Apabila seseorang berpaling hatinya kepada yang selain Allah, diturunkanlah tirai dan lalu datanglah setan mewiswaskannya. Apabila dia tetap menghadap kepada Allah, tidak berpaling-paling, maka setan tidak akan mengganggunya. Adapun hikmah kenapa kita dilarang berpaling-paling, ialah karena berpaling-paling itu mengurangi khusyuk dan menuruti tarikan setan.

Berdasarkan Tulisan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Bab Pekerjaan yang Membatalkan Shalat, yang Makruh, dan yang Dibolehkan Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-2