Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cara Menegur Imam Dalam Shalat

Cara Menegur Imam Dalam Shalat
ORANG LAKI-LAKI BERTASBIH DAN PEREMPUAN MENEPUK TANGAN APABILA TERJADI SESUATU HAL DI DALAM SHALAT

829) Sahl ibn Sa'ad ra. menerangkan:

اِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: مَنْ نَابَهُ شَيْءٌ فِي صَلَاتِهِ فَلْيُسَبِّحْ فَإِنَّمَا التَّصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ

Nabi saw. bersabda: "Barangsiapa timbul sesuatu di dalam shalatnya, hendaklah ia mengucapkan tasbih, sedangkan menepuk tangan ditentukan bagi para perempuan." (HR. Al-Bukhary Muslim, An-Nasa'y dan Daud; Al-Muntaqa 1: 482)

830) 'Ali ibn Thalib ra. berkata:

كَانَ لِي سَاعَةٌ مِنَ السَّحْرِ أَدْخَلَ فِيهَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَإِنْ كَانَ قَائِمًا يُصَلِّي سَبَّحَ لي وَكَانَ ذَلِكَ إِذْنُهُ لِي لَمْ يَكُنْ يُصَلِّي أَذِنَ لِي

"Aku diberi waktu untuk masuk kepada Rasul saw. ketika waktu sahur. Maka kalau di waktu aku masuk beliau sedang shalat, beliau bertasbih untuk memberitahukan kepadaku dan itulah tanda izinnya. Kalau beliau tidak dalam shalat, beliau memberi izin dengan kata-katanya." (HR. Ahmad; Al-Muntaqa: 482)

831) Abu Hurairah ra. menerangkan:

إِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: التَّسْبِيحُ لِلرِّجَالِ وَالتَصْفِيقُ لِلنِّسَاءِ فِي الصَّلَاةِ

SYARAH HADITS

Nabi saw. bersabda: "Mengucapkan tasbih (ketika menemui sesuatu dalam shalat) ditentukan untuk laki-laki dan menepuk tangan ditentukan untuk para perempuan." (HR. Al Jamaah; Al-Muntaqa 1: 482)

Hadits (829) diriwayatkan oleh Al-Bukhary, Muslim, An-Nasa'y dan Abu Daud. Hadits ini menyatakan bahwa orang laki-laki dibolehkan membaca tasbih, dan orang perempuan menepuk tangan, apabila terjadi sesuatu hal dalam shalat.

Hadits (830) dalam sanad-nya ada seorang perawi yang diperselisihkan oleh para ahli hadits, yaitu: Abdullah ibn Naji Al-Hadhrami. Orang ini dipercaya oleh An-Nasa'y dan Ibnu Hibban. Menurut riwayat An-Nasa'y dan Ibnu Majah dari riwayat Abdullah ibn Naji bahwa Nabi tidak membaca tasbih tetapi berdehem-dehem. Hadits ini menyatakan bahwa orang laki-laki dibolehkan bertasbih dalam shalatnya untuk memberikan sesuatu tanda kepada seseorang.

Hadits ketiga (831) diriwayatkan oleh Al-Jama'ah. Akan tetapi dalam riwayat Al-Bukhary, Abu Daud dan At-Turmudzy, tidak disebutkan dalam perkatan "di dalam shalat." Hadits ini menyatakan bahwa apabila seseorang sedang bershalat hendak memberitahukan sesuatu kepada seseorang, hendaklah bertepuk tangan.

An-Nawawy mengatakan: "Menurut ashhab karni, apabila terjadi sesuatu atas seseorang di dalam shalatnya, seumpama perlu mengingatkan imam atas kelupaannya, atau melihat seseorang buta mau tersungkur ke dalam sumur, atau mau memberitahukan sesuatu kepada seseorang, maka menurut sunnah hendaklah bagi orang laki-laki membaca tasbih dan bagi perempuan bertepuk tangan. 

Kalau orang laki-laki bertepuk tangan dan orang perempuan membaca tasbih, maka ini dipandang menyalahi sunnah. Namun demikian shalatnya tidak batal. Lafazh tasbih itu, ialah: "sub-hanallah" atau sepertinya. Dibaca dengan suara nyaring yang dapat didengar oleh orang yang dimaksud. 

Cara bertepuk tangan, ialah: memukul dengan belakang (bagian luar) telapak tangan kanan, kepada perut (bagian dalarm) telapak tangan kiri. Menurut pendapat ashhab kami, tidak boleh memukul perut telapak tangan kanan di atas perut telapak tangan kiri." 

Abu Hamid dan yang lainnya berkata: "Membaca tasbih dan menepuk tangan itu dipandang sunnat, adalah kalau yang diberi ingat itu mengenai sesuatu ibadah. Kalau mengenai sesuatu perbuatan mubah, maka yang demikian itu dihukum boleh saja. Pendapat kami tentang orang laki-laki bertasbih dan orang perempuan menepuk tangan, disetujui Ahmad, Daud dan jumhur ulama."

Malik berkata: "Orang perempuan juga bertasbih." Abu Hanifah menyetujui paham Syafi'iyah, kalau orang yang shalat itu bermaksud dengan perbuatan itu untuk kemashlahatan shalat.

Ibnu Qudanah berkata: Apabila seseorang membaca dzikir yang disyariat- kan, dengan maksud untuk memberi ingat kepada orang lain, maka hukumnya ada tiga macam:

Pertama: disyariatkan dalam shalat seperti apabila imam lupa, lalu kita baca- kan tasbih untuk mengingatkannya; atau imam meninggalkan suatu witir, lalu makmum mengangkat suaranya membaca dzikir untuk mengingatkan imam; atau seseorang meminta izin kepadanya, atau memanggilnya, atau terjadi sesuatu yang lain untuk memberitahukan, bahwa dia dalam shalat, atau untuk menyadarkan seseorang atau melarang pekerjaan seseorang, maka yang demikian itu tidak membatalkan shalat menurut pendapat sebagian ulama, di antaranya: Al-Auza'y, Asy-Syafi'y, Ishaq dan Abu Tsaur. 

Diriwayatkan dari Abu Hanifah, bahwa beliau berpendapat: Orang yang menyampaikan sesuatu hal kepada orang yang selain dari imamnya dengan tasbih, batal shalatnya. Karena berarti berbicara dengan se- seorang. Karena itu masuklah ke dalam umum hadits yang melarang kita berbicara dalam shalat.

Kedua: sesuatu yang tidak berpautan dengan manusia, tetapi disebabkan oleh sesuatu hal dalam shalat, seperti: bersin, lalu memuji Allah, ataupun disengat kalajengking, lalu dia mengatakan "bismi" atau dia mendengar yang menggundahkan hatinya, dia lalu mengucapkan "inna lillahi wa inna ilaihi raji'ün", atau dia melihat sesuatu yang menarik perhatian, lalu dia membacakan "subanallah", maka hal ini tidak disukai dalam shalat walaupun tidak membatalkannya.

Dinashkan oleh Ahmad, bahwa apabila seseorang bersin dalam shalat, lalu nemuji Allah, tidaklah batal shalatnya. Dan apabila seseorang yang sedang shalat diberitahukan bahwa dia telah mendapatkan anak, maka diapun mengucapkan "Alhamdulillah"; atau dikatakan kepadanya bahwa kedainya telah terbakar, lalu ia mengucapkan "La ilaha illallah", atau "telah diambil bungkusanmu" lalu dia membacakan "la haula wa là quwwata ilā billāh", maka shalatnya sah.

Ketiga: seseorang membaca Al-Qur'an dengan maksud mamberi ingat kepada orang lain, seperti mengatakan "udkhulüha bi salamin" (masuklah dengan sejahtera) dia bermaksud memberi izin, atau dia mengatakan kepada seseorang yang bernama Yahya, "yâ yahya khudzil kitāba biquwwatin" (hai Yahya, ambillah kitab dengan penuh kekuatan), maka menurut pendapat Ahmad, batal shalatnya dan demikianlah Madzhab Abu Hanifah. Dalam pada itu ada diriwayatkan dari Ahmad, bahwa yang demikian itu tidak membatalkan shalat.

Dengan memperhatikan maksud hadits-hadits ini, lahirlah kekuatan paham yang menentukan tasbih bagi orang laki-laki dan tepukan tangan bagi orang perempuan. Dalam pada itu tidak pula disalahkan para perempuan yang mengucapkan tasbih, sebagai yang difatwakan Malik. Juga dengan sendirinya tertolak paharm Abu Hanifah yang membatalkan shalat perempuan yang menepuk tangannya.

Segolongan ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa yang demikian itu sunnat hukum- nya. Di antara yang berpendapat demikian ialah: Al-Khaththaby, Taqiyuddin, As-Subky, Ar-Rafi'i dan An-Nawawy.

Menurut pentahqiqan karni, bahwa hukum membaca tasbih atau menepuk tangan, terbagi tiga: wajib, mandub (sunnat) dan mubah menurut kehendak keadaan, sebagai yang telah ditahqiqkan oleh pengarang At-Taqrib.

Tentang cara orang perempuan menepuk tangan sebagai yang diterangkan oleh An-Nawawy, berlawanan dengan pendapat yang masyhur, tidak sesuai dengan maksud menepuk tangan yang terdapat dalam hadits.

Al-'Iraqi mengatakan bahwa menepuk tangan ialah memukul dengan perut salah satu tangan pada perut yang salah satu lagi. Adapun memukul dengan belakang suatu tangan pada perut tangan yang lain, dalam bahasa Arab dinamakan tashfiq.

Menurut suatu lafazh hadits, yang dituntut bagi perempuan, ialah: tashfiq. Maka kalau kedua-dua lafazh itu diambil, nyatalah bahwa perempuan itu boleh menepuk tangannya dengan memukul perut tangan ke perut tangan atau belakang tangan ke perut tangan.


Referensi Berdasarkan Tulisan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Bab Pekerjaan yang Membatalkan Shalat, yang Makruh, dan yang Dibolehkan Masalah Orang Laki-Laki Bertasbih Dan Perempuan Menepuk Tangan Apabila Terjadi Sesuatu Hal Di Dalam Shalat Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-2