Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Berdehem Dalam Shalat

Hukum Berdehem Dalam Shalat

BERDEHEM DAN MENGHEMBUSKAN NAFAS DARI MULUT DI DALAM SHALAT

823) Ali ibn Abi Thalib ra. berkata:

كَانَ لِي مِنْ رَسُولِ اللهِ ﷺ مَدْخَلَانِ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَكُنْتُ إِذَا دَخَلْتُ عَلَيْهِ وَهُوَ يُصَلِّى ثَنَحْنَحَ لِي.

"Untukku (di rumah Nabi) ada dua pintu masuk (ke kamar beliau) di waktu malam hari dan di waktu siang hari. Apabila aku masuk bilik (kamar beliau), padahal beliau sedang shalat, maka beliau berdehem-dehem untukku." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah; Al-Muntaqa 1: 480)

824) Abdullah ibn Amar ra. menerangkan:

إِنَّ النَّبِيَّ ﷺ نَفَخَ فِي صَلَاةِ الْكُسُوفِ.
"Nabi saw. menghembus-hembuskan nafasnya (meniup dengan mulutnya) dalam shalat kusuf (shalat gerhana matahari)." (HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa'y; Al-Muntaqa 1: 480)

825) Ibnu Abbas ra, berkata:

النَّفْخُ فِي الصَّلاةِ كَلَامٌ.
"Nafakh (menghembuskan nafas dari mulut atau meniup dengan mulut), dalam shalat dipandang berbicara." (HR. Sa'id ibn Manshur; Al-Muntaqa 1: 480)

SYARAH HADITS

Hadits (823) diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah. An-Nasa'y meriwayatkan hadits yang semakna dengan hadits ini, Ibnus Sakan men-shahih-kannya. Hadits ini menyatakan bahwa berdehem-dehem dalam shalat, tidak membatalkan shalat (dibolehkan).

Hadits (824), Al-Bukhary meriwayatkannya dengan sanad yang mu'allaq. Hadits ini menyatakan bahwa menghembuskan nafas dari mulut tidak membatalkan shalat.

Hadits (825), menurut riwayat Al-Baihaqy dari Abdudh Dhuha yang menerima dari Ibnu Abbas ra., bahwa beliau khawatir, menghembuskan angin dari mulut, dianggap berbicara.

Menyatakan bahwa menghembuskan nafas dari mulut membatalkan shalat.

An-Nakha'y, Ibnu Sirin, Asy-Sya'bi, Atha' ibn Abi Raba', Abu Abdurrahman As-Sulami, memakruhkan kita menghembuskan nafas dari mulut. Qudamah ibn Abdullah ibn Ammar dari para sahabat, menurut riwayat Al-Baihaqy, membolehkan.

Ulama Syafi'iyah berkata: "Jika nyata dari hembusan itu, dua haraf (suku kata-Ed.), maka batal shalat, kalau tidak, tidak batal."

Abu Hanifah, Malik, Muhammad ibnul Hasan, dan Ahmad ibn Hanbal berpendapat, bahwa hembusan nafas dari mulut yang tidak mengandung bunyi tiga harf, tidak membatalkan shalat.

Mengenai berdehem-dehem dalam shalat, menurut Asy-Syafi'y dan Abu Yusuf, demikian menurut nukilan Al-Bahar, tidak membatalkan shalat.

Al-Mansurbillahi berkata: "Apabila berdehem-dehem itu untuk memperbaiki shalat tidaklah membatalkan shalat.

Abu Hanifah dan Muhammad berpendapat, bahwa berdehem-dehem itu membatalkan shalat.

Ibnu Hajar berkata: "Orang yang sedang shalat diwajibkan menahan diri dari tertawa dan tersenyum. Apabila tertawa dan tersenyum, maka batal shalatnya. Akan tetapi apabila dilakukan lantaran kelupaan, maka kita dituntut untuk melakukan sujud sahwi saja."

Allah berfirman: "qümü lillāhi qânitin"= berdirilah untuk Allah sambil ber-qunut. Dikehendaki dengan ber-qunut (dari kata qanitin-Ed.) dalam ayat ini ialah: khusyuk. Senyuman itu dipandang ketawa. Orang yang tertawa, tidak khusyuk. 

Orang yang tidak khusyuk, tidak melakukan shalat sesuai dengan yang diperintahkan. Muhammad ibn Sirin berkata: "Senyum itu, sama dengan tertawa."

Apabila kita berpegang kepada hadits ini, tegaslah bahwa berdehem-dehem dan menghembuskan nafas dari mulut, tidak membatalkan shalat. Al-Baihaqy berkata: "Menghembuskan nafas dari mulut, tidak membatalkan shalat. Meng- hembuskan nafas dari mulut, tidak dapat dinamakan berbicara, kecuali apabila nyata adanya perkataan yang dapat dieja." 

Pernah Aiman bertanya kepada Quda- mah ibn Abdullah ibn Ammar Al-Kilaby (seorang shahabi) ujarnya: "Kami terganggu oleh bulu-bulu merpati ketika bersujud dalam Al-Masjidil Haram." Maka Qudamah menjawab: "Tiuplah dia dengan mulutmu."

Referensi Berdasarkan Tulisan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Bab Pekerjaan yang Membatalkan Shalat, yang Makruh, dan yang Dibolehkan Masalah Berdehem Dan Menghembuskan Nafas Dari Mulut Di Dalam Shalat Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-2