Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pengantar Fikih Muamalat

Pengantar Fikih Muamalat

Sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Fikih

Sejarah ini mencakup dasar-dasar pembahasan tentang tasyri', pertumbuhan mazhab, sebab-sebab perbedaan mazhab, nilai-nilai perbedaan-perbedaan itu dalam membangun kekayaan lembaga fiqhiyah, gerakan membukukan kitab-kitab fiqh, derajat generasi pengarangnya dan yang penting diantaranya ialah: "kemampuan figh Islam menghadapi kebutuhan manusia".

Uraian-uraian berkenaaan dengan masalah ini adalah salah satu yang penting dalam mempelajari fiqh Islam.

Apabila kita mampu dan mempunyai daya untuk menggali kekayaan-kekayaan fiqh yang sudah lama terpendam, niscaya kita dapat menemukan di dalamnya apa saja yang kita kehendaki untuk kepentingan masyarakat pada umumnya.

Nadhariyah-nadhariyah Asasiyah (teori-teori pokok).

Yaitu: teori-teori dasar untuk membina hukum yang merupakan soko guru yang harus kita jadikan mukaddimah bagi ilmu fiqh.

Pengantar kedua ini dirasakan sama oleh sarjana-sarjana hukum Islam di Indonesia, kurang mendapatkan perhatian di tanah air oleh Perguruan-perguruan Tinggi yang telah ada di negeri kita ini.kaidah-kaidah kulliyah fiqhiyah.

Yaitu kaidah-kaidah yang dipergunakan dalam menetapkan hukum- hukum yang tidak mempunyai nash yang sharih. Obyek ini ter masuk pengantar ilmu yang selama ini belum mendapat perhatian yang wajar dan belum dipandang sebagai titik tolak bagi ilmu fiqh.

Pengantar pertama, kita namakan: Al Madkhal Al Fiqhiyu Al 'Amm. Pengantar kedua, kita namakan: Al Madkhal ila Nadhariyatil Ahkam al "Ammah lil fighil Islamy.

Pengantar ketiga, kita namakan: An Nadhariyah Al "Ammah lil fiqhil Islamy. Telah jelas kepada kita semua, bahwa Figh Islamy mempunyai dua makna.

Pertama:

الْعِلْمُ بِالْأَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ.

"Mengetahui hukum-hukum syara' yang amaliah".

Dalam takrif ini jelas bahwa Fiqh itu merupakan kemampuan seseorang. Dengan memiliki kemampuan ini, dikatakanlah dia faqih (seorang ahli fiqh). Fuqaha adalah jama' dari faqih, atau orang-orang yang mempunyai kemampuan ilmiah ini.

Hukum ialah:
كُلُّ مَا يُصْدِرُهُ الشَّارِعُ لِلنَّاسِ مِنْ أَوَامِرِ وَنُظُمٍ عَمَلِيَّةٍ تُنَظْمُ حَيَاتَهُمُ الإِجْتِمَاعِيَّةَ وَعَلَاقَاتِهِمْ بَعْضِهِمْ لِبَعْضٍ فِيْهَا وَتُحَدِّدُ أَعْمَالَهُمْ وَتَصَرُّفَاتِهِمْ.
"Segala yang ditetapkan syara' untuk manusia, baik berupa perintah maupun merupakan tata aturan amaliah yang mengatur kehidupan bermasyarakat dan hubungan mereka satu sama lain dan membatasi tindak tanduk mereka".

Maksud lafad syari'ah, yang kita temukan dalam definisi di atas, ialah: "Hukum-hukum yang diperoleh dari perintah syara', baik secara sharahah, ataupun secara dalalah".

Maksud perkataan amaliyah, yang kita temui dalam definisi di atas adalah mengeluarkan masalah-masalah i'tiqadiyah.

Dengan ini nyatalah apa yang dimaksudkan dengan hukum-hukum, apa yang dimaksudkan dengan syari'ah dan apa yang dimaksudkan dengan amaliyah yang terdapat dalam definisi yang pertama.

Kedua:
مَجْمُوعَةُ الْأَحْكَامِ الْمَشْرُوْعَةِ فِي الإِسْلَامِ.
"Himpunan hukum-hukum amaliah yang disyari'atkan dalam Islam".

Maka bagaimana fiqh dimaknakan dengan "mengetahui hukum syar'iyah (syar'i)", juga dimaknakan dengan himpunan hukum itu sendiri. Inilah yang dimaksudkan dengan perkataan "Dirasatul fighil Islamiyi". Dalan isyarat ini dimaksudkan makna yang kedua dari fiqh, bukan makna yang pertama, sebagai yang kita temui dalam kitab-kitab ushul. Makna yang dikehendaki kitab-kitab ushul adalah makna yang pertama.

Untuk mengetahui nidham apakah fiqh itu, apakah nidham ruhi, ataukah nidham madani, maka baiklah kita perhatikan bagian-bagian yang dibahas oleh fiqh. Kalau kita bahas kelompok-kelompoknya, terdapatlah sembilan kelompok.

  1. Hukum-hukum yang berpautan dengan ibadah.
  2. Hukum-hukum yang berpautan dengan keluarga.
  3. Hukum-hukum yang berpautan dengan hubungan manusia sesamanya dalam masalah-masalah maliah, dan dalam masalah-masalah huquq (hak) yang dinamakan dengan muamalah.
  4. Hukum-hukum yang berpautan dengan kenegaraan, yang oleh para fuqaha dinamakan "Al-ahkamus Sulthaniyah, atau yang pada masa sekarang ini dinamakan Assiyasah Asy-Syar'iyah. Sebenarnya nama ini telah berabad-abad lebih dahulu diberikan oleh Ibnu Taimiyah kepada kitabnya Assiyasatus Syari'iyah, yang membicarakan masalah-masalah kenegaraan dan hu- bungan luar negeri.
  5. Hukum-hukum yang berpautan dengan masalah-masalah keuangan negara, hubungan warga negara dengan Pemerintah, hubungan dengan Baital-Mal (institusi keuangan).
  6. Hukum-hukum yang berkenaan dengan tindak pidana yang dinamakan Uqubah.
  7. Hukum-hukum yang mengatur hubungan internasional, atau hukum-hukum yang berlaku dalam masa perang dan damai yang dinamakan Assiyar. Dalam kitab-kitab fiqh kita ketemukan pembicaraan-pembicaraan ini dalam Babus-siyar Wal Jihad, atau Babul Jihad was Siyar, atau yang di masa kini dinamkanan dengan Huquq Dauliyah.
  8. Hukum-hukum yang berpautan dengan Pengadilan dan hukum-hukum acara.
  9. Hukum-hukum yang berpautan dengan akhlak.
Saya masukkan bagian ini ke dalam bagian fiqh, adalah karena dalam masalah-masalah akhlak pun kita temukan beraneka macam hukum, boleh, tidak dan sebagainya. Masuk kedalam bagian ini Mahasin dan Masawi.

Dengan memperhatikan kelompok yang sembilan ini, nyatalah bahwa Syari'at Islam adalah Nidham Ruhi dan Madani. Jelas, bahwa syari'at Islam datang untuk mengatur agama dan dunia. Oleh karenanya fiqh Islam atau Hukum-hukum Islam mempunyai dua i'tibar: qadla-i dan diyani. Tiap-tiap hukum Islam tidak bisa terlepas dari kedua i'tibar ini.

Dari segi qadla-i, dikatakan sesuatu: itu haram, halal, mendapat pahala, mendapat siksa. Pengadilan memutuskan perkara menurut dhahir perkara (bukti formal). Sedang diyani memutuskan perkara, menurut hakikat perkara (bukti material) itu sendiri. Dengan demikian menjadilah suatu perbuatan terdapat dua aspek hukum.

Apabila seseorang menyebut talak tanpa sengaja, maka hakim memandang, bahwa sang istri telah bercerai dari suaminya, karena si suami telah melafadkan talak, walaupun tidak sengaja untuk menjatuhkan talak. 

Padahal sebenarnya menurut diyanah tidak demikian. Maka mufti mengatakan, bahwa nikah itu masih dipandang sah bagi si suami. Tetapi hakim memutuskan lain, jelasnya, memutuskan hukum berdasarkan amal yang dilakukan oleh si pelaku, sedang mufti memandang maksud dari si pelaku itu sendiri.

Inilah sebabnya para fuqaha mengatakan bahwasanya hukum ini menurut qadla begini, sedang menurut diyanah begitu. Jadi tidak satu macam saja.

Sebagian orang menyangka, bahwa perbedaan-perbedaan ijtihad dalam fiqh Islam, merupakan satu kekurangan. Mereka menghen- daki supaya kita menghadapi satu mazhab saja. Bahkan ada dian- tara yang berpendapat, bahwasanya perbedaan-perbedaan mazhab menimbulkan persangkaan, bahwa ada pertentangan-pertentangan dalam sumber-sumber tasyri'.

Sesungguhnya perbedaan-perbedaan paham dalam bidang amaliyah madaniyah, adalah suatu kebanggaan kita semua dan adalah merupakan kekayaan yang tidak habis-habisnya. Kekayaan-kekaya- an itu semakin bertambah semakin baik.

Maka perbedaan paham ulama harus kita maknakan begini: "Adanya bermacam-macam nadhariyah, adanya bermacam-macam mabda', adanya berbagai macam jalan yang dipergunakan untuk menentukan hukum". Dengan demikian ummat Islam dapat menemukan segala kebutuhannya. Sesuatu yang tidak kita temukan dalam mazhab Asy Syafi'y, dapat kita temukan dalam mazhab Hanafi, atau Maliki, ataupun Hanbali. Dengan demikian kita tidak pernah kekurangan sesuatu yang kita perlukan.

Asy-Syathiby dalam kitabnya Al Istisham berkata: Berkatalah Al Qasim Ibn Muhammad:

أَعْجَبَنِي قَوْلُ عُمَرَ بْن عَبْدِ الْعَزِيزِ : مَا أُحِبُّ أَنْ أَصْحَابَ مُحَمَّدٍ لَا يَخْتَلِفُوْنَهُ، لِأَنَّهُ لَوْ كَانَ قَوْلًا وَاحِدًا لَكَانَ النَّاسُ فِي ضَيْقٍ وَإِنَّهُمْ أَئِمَّةٌ يُقْتَدَى بِهِمْ، وَلَوْ أَخَذَ رَجُلٌ بِقَوْلِ أَحَدِهِمْ لَكَانَ سُنَّةً.

"Hatiku tertarik kepada perkataan Umar Ibn Abdul Aziz yaitu: Aku tidak menyukai para shahabat Muhammad saw. yang tidak berbeda-beda pendapat, karena kalau semua mereka mempunyai hanya satu pendapat, tentulah manusia berada dalam kesempitan. Sesungguhnya mereka adalah imam-imam yang diteladani masyarakat. Sekiranya seseorang mengambil pendapat salah seorang sahabat, yang demikian itu dipandang sunnah".

Inilah catatan yang dikemukakan oleh Asy Syathiby dalarn kitabnya Al I'tisham. Kemudian baca pula Al Milkiyah wa nadhariyatul 'Aqdi karangan Abu Zahrah.

Maka kita dapat menetapkan bahwasanya perbedaan pahan ulama tidaklah menunjukkkan kepada adanya pertentangan dalam sumber- sumber tasyri'ز

Pendapat-pendapat yang beraneka macam itu dapat kita sandarkan kepada syari'ah atas dasar bahwa perbedaan-perbedaan itu hasil dari ijtihad, atau hasil dari takhrij dari dasar-dasar syari'at dan dari nash-nash yang asasi. Dengan dasar ini segala pendapat para fuqaha, dan para imam itu dapat kita katakan syari'at Islam, walaupun hal itu semua adalah hasil ijtihad atau hasil takhrij.

Secara ringkas tentang pengantar pertama atau Al Madkhalul Amm telah dibahas dalam Sejarah Pertumbuhan Hukum Islam. Maka dalam uraian ini kita hadapi pengantar yang kedua, yaitu: Al Madkhal ila Nadhariyatil Ahkam al 'Ammah fi Fiqhil Islami.

Referensi Berdasarkan Tulisan Tgk. M. Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Pengantar Fiqh Muamalah