Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HUKUM MEMBACA TAKBIR INTIQAL PADA RUKU' DAN SUJUD

HUKUM MEMBACA TAKBIR INTIQAL PADA RUKU'

MEMBACA TAKBIR INTIQAL UNTUK RUKUK DAN SUJUD

697) Ibnu Mas'ud ra, berkata:

رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ يُكَبِّرُ فِي كُلِّ رَفْعٍ وَخَفْضٍ وَقِيَّامٍ وَقُعُوْدٍ.

"Saya lihat Nabi saw. bertakbir pada tiap-tiap beliau mengangkat dan merendahkan kepalanya, dan ketika berdiri dan duduk." (HR Ahmad, An-Nasa'y dan At-Turmudzy; Al-Muntaqa 1: 410)

698) Ikrimah berkata:

قُلْتُ لِإِبْنِ عَبَّاسٍ ، صَلَّيْتُ الظُّهْرَ بِالْبَطْحَاءِ خَلْفَ شَيْخٍ أَحْمَقَ فَكَبَّرَ ثِنْتَيْنِ وَعِشْرِيْنَ تَكْبِيْرَةً يُكَبِّرُ إِذَا سَجَدَ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: تِلْكَ صَلَاةُ أَبِي الْقَاسِمِ

"Saya pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, kataku: "Saya telah shalat Zhuhur di Bathha' di belakang seorang imam yang terganggu akalnya. Dia membaca 22 kali takbir. Dia bertakbir ketika bersujud dan ketika dia mengangkat kepalanya. Maka bagaimana keadaan itu?" Ibnu Abbas menjawab: "Demikianlah shalat Abul Qasim (Muhammad saw.)." (HR, Ahmad dan Al-Bukhary; Al-Muntaga 1: 411)

699) Abu Musa Al-Asy'ary ra. menerangkan:

إِنَّ رَسُولَ اللهِ خُطَبَنَا فَبَيَّنَ لَنَا سُنَّتَنَا وَعَلَّمَنَا صَلَاتَنَا، قَالَ: إِذَا صَلَّيْتُمْ فَأَقِيْمُوْا صُفُوْفَكُمْ، ثُمَّ لِؤُمَّكُمْ أَحَدُكُمْ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوْا، فَإِذَا قَرَأَ فَانْصِطُوْا، زَاذَا قَالَ: غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّيْنَ، فَقَالُوا: آمِيْنَ يُجِبْكُمُ اللهُ. وَإِذَا كَبَّرَ وَرَكَعَ فَكَبِِّرُوْا وَارْكَعُوْا فَإِنَّ الاِمَامَ يَرْكَعُ قَبْلَكُمْ وَيَرْفَعُ قَبْلَكُمْ ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ ، فَتِلْكَ بِتِلْكَ فَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لَمَنْ حَمِدَهُ، فَقُولُوا: اللَّهُمَّ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ، يَسْمَعْ لَكُمُ اللَّهُ ، فَإِنَّ اللَّهَ قَالَ عَلَى لِسَان نَبِيِّهِ: سَمِعَ اللهُُ لِمَنْ حَمِدَهُ، وَإِذَا كَبَّرَ وَسَجَدَ فَكَبِّرُوْا وَاسْجُدُوْا ، فَإِنَّ الْامَامَ يَسْجُدُ قَبْلَكُمْ وَيَرْفَعُ قَبْلَكُمْ. قَالَ رَسُولُ اللَّهِ : فَتِلْكَ بِتِلْكَ وَإِذَا كَانَ عِنْدَ الْقَعْدَةِ فَلْيَكُنْ مِنْ أَوَّلِ قَوْلِكُمْ التَّحِيَّاتُ الطَّيِّبَاتُ الصَّلَوَاتُ اللَّهُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

"Rasul saw. membaca khutbah di hadapan kami dan menerangkan, sunnah-sunnah yang harus kami turuti dan mengajar shalat kepada kami. Nabi bersabda: "Apabila kamu shalat, tegakanlah (luruskanlah) barisan-barisanmu, kemudian hendaklah salah seorang kamu menjadi imam. Maka apabila imam telah bertakbir, bertakbirlah kamu. Apabila imam membaca hendaklah kamu mendengar, dan memperhatikannya. Apabila imam membaca ghairil maghdhûbi 'alaihim waladh-dhâllin, bacalah amin, supaya Allah memperkenankan permohonanmu. Apabila imam bertakbir dan rukuk, takbirlah dan rukuklah kamu. Imam mengerjakan rukuk sebelum rukukmu dan ia mengangkat kepalanya (ber-i'tidal) sebelum kamu mengangkat kepala. Rasul saw. bersabda: "Itu, dengan itu." Apabila imam membaca sami'allahu liman hamidah. Bacalah: Allâhumma rabbana lakal hamdu, supaya Allah mendengarmu. Allah telah berfirman dengan perantaraan lidah Nabi-Nya: Sami'alláhu liman hamidah. Apabila imam bertakbir dan bersujud, maka bertakbir dan bersujudlah kamu. Imam bersujud sebelum kamu bersujud dan mengangkat kepalanya sebelum kamu mengangkatnya. Rasul saw. bersabda: itu, dengan itu. Apabila kamu duduk bertasyahhud, hendaklah bacaan yang mula-mula kamu ucapkan: at-tahiyyatuth thayyibâtush shalawâtu lilläh; as-salámu 'alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuh. As-salamu alaina wa'ala ibâdillähish shalihin. Asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna muhammadan 'abduhu wa rasûluh. (HR Ahmad, Muslim, An-Nasa'y dan At-Turmudzy; Al-Muntaga 1: 411)

SYARAH HADITS

Hadits (697) juga dinyatakan shahih oleh At-Turmudzy. Hadits serupa juga diriwayatkan oleh Al-Bukhary, Muslim dari jalan Imran ibn Hushain. Hadits ini juga diterima dari jalan Abu Hurairah, Anas, Abu Malik Al-Asy'ary, Ibnu Umar, Abu Musa Al-Asy'ary dan Wa'il ibn Hujr. 

Hadits ini menyatakan bahwa mengangkat tangan ketika membaca takbir, ketika hendak turun (rukuk dan sujud) dan ketika bangkit dari duduk tasyahhud, bangkit berdiri, diperintahkan syara'. Takbir tidak dibaca hanyalah ketika bangkit untuk i'tidal. Di situ dibaca sami'allahu liman hamidah.

Hadits (698) dalam salah satu lafazhnya ditegaskan, bahwa shalat yang dikerjakan itu, shalat Zhuhur. Dengan demikian sahlah dikatakan 22 takbir. 

Dalam buku Al-Isma'ily diterangkan dengan tegas bahwa Ikrimah membaca pada tiap-tiap rakaat lima takbir, ditambah dengan takbir iftitah dan takbir ketika bangun untuk duduk tasyahhud pertama. Hadits ini menyatakan bahwa membaca takbir intiqal disyariatkan.

Hadits (699) di dalam sebagian riwayatnya tidak disebut perkataan wa asyhadu, hanya langsung dikatakan wa anna saja. Hadits ini menyatakan bahwa membetulkan shaf, dituntut syara' dan bahwa mendirikan shalat dengan berjamaah, dituntut juga. Hadits ini juga menyatakan bahwa para makmum bertakbir sesudah selesai imam membacanya, jangan bersamaan dan jangan sekali-kali mendahului. Juga me- myatakan bahwa para makmum wajib mendengarkan dan memperhatikan bacaan Imam.

Hadits ini menyuruh supaya para makmum membaca âmîn bersama-sama dengan imam. Juga menyatakan bahwa rukuk dan sujudnya makmum harus dilakukan sesudah rukuk dan sujudnya imam. Itulah makna "itu, dengan itu." Yakni itulah tempat-tempat, dan waktunya imam mendahului makmum. Yakni mukuk dan mengangkat kepala dari rukuk (i'tidal). Demikian pula sujud. Lain dari itu hadits ini menegaskan, bahwa imam men-jahar-kan ucapan sami'allahu liman hidh itu, kemudian terus membaca "rabbana lakal hamdu" ketika telah tegak berdiri.

At-Turmudzy berkata: "Demikianlah yang diamalkan oleh sahabat-sahabat Nabi, para tabi'in, para fuqaha dan ulama. Di antara para sahabat besar yang mengerjakan seperti itu, ialah Abu Bakar, 'Umar, Utsman dan 'Ali.

Al-Baghawy berkata: "Seluruh ulama bersepakat tentang pembacaan takbir-takbir intial."

An-Nawawy berkata: "Hal ini telah diijma'kan sejak dari dahulu hingga sekarang Di zaman Abu Hurairah (yaitu ketika beliau menjabat imam di Madinah), ada perselisihan. Ada yang mengatakan bahwa takbir hanya untuk iftitah saja."

Diriwayatkan oleh Ahmad dari Imran bahwa Utsman adalah orang yang mula-mula meninggalkan takbir intiqal. Menurut riwayat Abu Ubaid dan Ziyad juga menurut Ath-Thabrany dan Mu'awiyah, bahwa ahli-ahli ilmu menetapkan, mereka itu bukan meninggalkan takbir sama sekali, hanya meninggalkan jaharnya.

Ath-Thahawy menerangkan, bahwa sebagian ulama tidak membaca takbir intigal hanya ketika turun (akan sujud) saja dan tidak meninggalkannya ketika mengangkat kepala. Demikianlah yang dikerjakan oleh Bani Umayah.

Nashiruddin ibnul Munir berkata: "Hikmah disyariatkan takbir di tiap-tiap turun dan naik, ialah karena para mukallaf diberatkan dengan niatnya di celah-celah gerakan shalat dengan membaca takbir yang menjadi syiar niat itu." Ibnu Baththal berkata: "Para salaf tidak mengingkari orang yang tidak membaca takbir intigal, dan ini memberi pengertian, bahwa ucapan takbir ini, tidak di- terima dari Nabi dan bahwa membaca takbir intiqal, tidak merupakan rukun shalat."

Ath-Thahawy menerangkan, bahwa telah terjadi ijma' di antara para ulama yang menetapkan bahwa orang yang tidak membaca takbir intiqal, shalatnya sempurna juga.

Ibnu Sayyidin Nas berkata: "Segolongan ulama menetapkan, bahwa takbir hanya disyariatkan di permulaan shalat saja." Pendapat ini diriwayatkan dari Umar Qatadah dan Sa'id ibn Jubair. Abu Amr berkata: "Segolongan ulama hanya menyunnatkan takbir intiqal dalam shalat jamaah saja, tidak dalam shalat sendiri-sendiri."

Ahmad berkata: "Saya suka orang yang shalat fardhu membaca takbir intiqal walaupun shalat sendirian. Dan tidak perlu diucapkan dalam shalat tathawwu Demikian menurut keterangan yang diberitakan oleh Asy-Syaukany."

Adapun tentang hukumnya, maka sebagian jumhur menetapkan kesunatannya, sedang Ahmad dan sebagian Ahluzh Zhahir mewajibkannya. Bahkan dalam mazhab Malik diperoleh keterangan, bahwa meninggalkan takbir intiqal, membatalkan shalat.

Hadits-hadits yang dipegangi oleh pihak yang mensyariatkan takbir intiqal adalah shahih dan kuat. Sedang hadits yang dipergunakan oleh pihak yang tidak menyunnatkannya lemah. Menurut hukum istinbath, paham Ahmad-lah yang terkuat dalam soal ini, yakni mewajibkan takbir intiqal, karena hal yang demikian ini terdapat dalam hadits musi shalat yang diriwayatkan oleh Abu Daud. Nabi bersabda kepada musi' shalat: "Kemudian dia membaca Allahu akbar. Kemudian dia rukuk hingga tenang lipatan-lipatan tulangnya. Kemudian dia membaca sami'allahu liman hamidah, sehingga ia tegak berdiri. Kemudian dia membaca takbir. Sesudah itu dia bersujud sehingga tenang lipatan-lipatan tulangnya. Kemudian sujud lagi. hingga tenang lipatan-lipatan tulangnya, kemudian dia angkat kepalanya lalu bertakbir. Apabila dia telah perbuat yang demikian itu, sempumalah shalatnya.

Dalam hadits musi' shalat ini, dengan tegas diterangkan tentang membaca takbir intigal. Maka walaupun takbir intiqal ini tidak terdapat dalam beberapa riwayat yang lain dari hadits musi shalat namun karena terdapat dalam riwayat Abu Daud, tetaplah kita menetapkan wajibnya, berdasar kepada paham ulama juga, bahwa semua yang terdapat dalam uraian hadits musi' shalat, harus dihukum wajib. Sekurang-kurangnya hukum takbir intiqal ini, adalah sunnat, baik untuk munfarid maupun untuk jamaah, baik dalam shalat fardhu, maupun dalam shalat sunnat.

Ringkasnya dalam lima shalat sehari semalam terdapat sembilan puluh empat takbir beserta takbiratul-ihram, atau delapan puluh sembilan dengan tidak memasukkan takbiratul-ihram dalam hitungan.

Lahir hadits ini menyatakan bahwa ucapan takbir itu, dimulai ketika hendak memulai perpindahan. Dibaca secara biasa tidak dipanjangkan sangat. Tidak ada keterangan dari syara' yang memanjangkan suara takbir hingga sampai kepada rukun yang dimaksud.

TM. Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Sifat-sifat Shalat Nabi Masalah Membaca Takbir Intiqal Untuk Ruku' Dan Sujud