Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hadits Memulai Shalat Dengan Takbir

Hadits Memulai Shalat Dengan Takbir

MEMULAI SHALAT DENGAN TAKBIR

618) Ali ibn Abi Thalib ra. menerangkan:

إِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: مِفْتَاحُ الصَّلاةِ الطُّهُوْرُ وَتَحْرِيْمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيْلُهَا التَسْلِيْمُ

Rasulullah saw bersabda: "Anak kunci shalat ialah kesucian, yang mengharam- kannya ialah takbir dan yang menghalalkannya ialah ucapan salam." (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Turmudzy dan Ibnu Majah; Al-Muntaga 1: 348)

SYARAH HADITS

Hadits ini (618) menurut At-Turmudzy adalah paling shahih dalam bab ini dan paling baik. Juga hadits ini diriwayatkan oleh Asy-Syafi'y, Al-Bazzar dan Al-Hakim dan dinyatakan shahih. 

Dalam pada itu, menurut Ibnu Hibban, hadits ini tidak sha- hih, karena dalam sanad-nya terdapat orang yang lemah. Hadits ini mempunyai dua sanad. Dalam sanad yang pertama terdapat Ibnu Aqil dan dalam sanad yang kedua terdapat Abu Nadhrah Mundzir ibn Malik ibn Qitha'ah. 

Asy-Syaukany mengatakan: "Hadits ini banyak jalannya, diriwayatkan oleh sebagian besar ahli hadits. Lantaran itu ia mempunyai kekuatan yang membolehkan kita mengambil hujjah dengannya."

Hadits ini menyatakan bahwa suci dari hadats adalah syarat sah shalat dan bahwa takbiratul-ihram adalah permulaan shalat, sementara ucapan salam adalah akhir shalat. Dengan takbiratul-ihram kita masuk ke dalam shalat. 

Dengan kita membacanya, haramlah bagi kita mengerjakan segala pekerjaan yang merusakkan shalat, seperti: makan, minum dan lain-lain, dan dengan membaca salam kita mengakhiri shalat. Apabila kita telah membaca salam sebagai penutup shalat, maka halal bagi kita segala yang diharamkan dalam shalat. Kemudian dengan tegas hadits ini menyatakan bahwa shalat harus dibuka dengan lafazh Allahu akbar, tidak boleh dengan lafazh-lafazh yang lain.

Al-Hafizh dalam Fathul Bari mengatakan: "Al-Bukhary mewajibkan takbir ketika memulai shalat karena mengingat hadits yang disampaikan 'Aisyah ra. yaitu: Adalah Nabi saw. memulai shalatnya dengan takbir, dan karena mengingat hadits yang disampaikan Ibnu Umar ra: Aku lihat Nabi memulai shalatnya dengan takbir. 

Hadits 'Aisyah ra dan Ibnu Umar itu menegaskan bahwa tidak boleh kita memulai shalat dengan selain dari takbir, yakni tidak boleh dengan selain: Allahu akbar. Demikianlah pendapat dari jumhur dan Abu Yusuf dari golongan Hanafiyah."

Hujjah jumhur ulama yang menegaskan ketidak bolehan kita memulai shalat dengan selain dari lafazh takbir Allahu akbar cukup banyak. Di antara hujjah itu, ialah riwayat Al-Bazzar dari 'Ali sanad-nya menurut syarat Muslim. Riwayat itu menerangkan, bahwa Nabi saw apabila telah berdiri untuk shalat, beliau membaca Allahu akbar.

Takbiratul ihram menurut pendapat Jumhur, rukun atau sendi shalat. Menurut pendapat Asy-Syafi'y, takbiratul-ihram adalah wajib. Menurut pendapat ulama- ulama Hanafiyah, suatu syarat, sedangkan menurut pendapat Az-Zuhry, suatu sunnat. Ibnu Mubarak, Asy-Syafi'y, Ahmad dan Ishaq berpendapat, bahwa tidak sah shalat tanpa takbir. Belum dipandang masuk kedalamn shalat jika belum bertakbir. Dan takbir itu pula wajib dengan ucapan Allahu akbar, tidak boleh dengan selainnya. Pendapat ini disetujui oleh Malik.

Abu Isa At-Turmudzy bahwa ia mendengar Abu Bakar ibn Muhammad ibn Abban berkata: "Abdurrahman ibn Mahdi menetapkan bahwa: tidak sah dimulai shalat dengan selain dari takbir, tidak boleh dimulai dengan sesuatu nama Allah yang lain dari lafazh Allah, seperti lafazh Ar-Rahman, Ar-Qahhar, umpamanya di bacakan: Ar-Rahmânu akbar, atau Al-Qahharu akbar. Jika seseorang berhadas sebelum membaca salam, maka aku menyuruhnya pergi mengambil air wudhu lalu dia duduk kembali dan bersalam.

Ibnu Hazm berkata: "sah bertakbir dengan ucapan Allahu akbar, Allahu akbar, Allahul kabir dan dengan ucapan Ar-Rahmânu akbar, asal ada perkataan akbar atau kabir."

Asy-Syaikh Abdurrahman dalam kitab Tuhfatul Ahwali, Syarah At-Turmudzy, berkata: "Ketahuilah, bahwa Abu Hanifah dan Muhammad ibnul Hasan berpendapat: kita boleh membuka shalat dengan salah satu dari lafazh yang menunjukkan kepada kebesaran Allah, seperti dengan ucapan Allahu A'zham. Pendapat Abu Hanifah dan murid besamya itu, tertolak dalam masalah ini karena berlawanan dengan nash yang sharih (tegas jelas)."

Ibnul Qayyim dalam Al-I'lam berkata: "Ulama Hanafiyah banyak menolak hadits dan nash yang sharih seperti nash yang mewajibkan kita bertakbir dengan lafazh Allahu akbar untuk mulai shalat."

Terang dan nyata, bahwa hadits ini menerangkan, bahwa permulaan shalat ialah membaca Allahu akbar. Dengan takbir-lah Nabi memulai shalat. Rasulullah menyuruh kita membaca apa yang beliau baca. Dalam hadits musi' shalat itu, yang Nabi suruh ia baca untuk mulai shalatnya adalah takbir. Karena itu, tertolaklah paham Abu Hanifah, Muhammad ibn Hasan. Tertolak pula paham kebanyakan ulama Hanafiyah dalam masalah ini lantaran berlawanan dengan ucapan dan pekerjaan Nabi saw.

Dengan hadits ini dan hadits-hadits lain, kita dapat pula mengetahui bahwa Nabi saw. tidak pernah membaca nawaitu ushalli yakni: Nabi tidak pernah membaca lafazh niat. Nabi tidak pernah menyuruh para sahabat membacanya dan tidak pernah sekali-kali pula mengajarkannya kepada seseorang. Lantaran itu kita harus meminta kepada mereka yang mengatakan bahwa Nabi pernah mengajarkan kepada Fathimah (putrinya) ucapan "ushalli" agar mengemukakan kepada kita sumber pengambilannya.

Lafazh takbir yang kami pilih ialah Allahu akbar karena lafazh inilah yang dibaca oleh Nabi terus-menerus seumur hidupnya juga oleh para sahabat dan lain-lain; karena mengingat riwayat Ath-Thabrany: "Tidak sempurna shalat seseorang, hingga ia berwudhu sempurna kemudian ia membaca Allahu akbar!" Hadits ini diakui shahih oleh Al-Haitsami dalam Majma'uz Zawa'id.

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Sifat-Sifat Shalat Masalah Memulai Shalat Dengan Takbir