HADITS CARA MENGANGKAT TANGAN DALAM SHALAT
MENGANGKAT TANGAN, TEMPATNYA DAN CARA MENGANGKATNYA
619) Abu Hurairah ra, berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلاةِ رَفَعَ يَدَيْهِ مَدًّا
620) Abdul Jabbar ibn Wa'il menerangkan:
اِنَّ وَائِلَ بْنِ حُجْرٍ رَأَى رَسُوْلَ اللهِ يَرْفَعُ يَدَيْهِ مَعَ التَّكْبِيْرِ
"Wa'il ibn Hujr melihat Rasulullah saw. mengangkat kedua tangannya sambil bertakbir." (HR. Ahmad, Abu Dawud; Al-Muntaqa 1: 352)621) Ibnu Umar ra, berkata:
كَانَ النَّبِيُّ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلاةِ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى تَكُوْنَا بِحَذْوِ مَنْكِبَيْهِ، ثُمَّ يُكَبِّرُ، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ رَفَعَهُمَا مِثْلَ ذَلِكَ. وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ رَفَعَهُمَا كَذَالِكَ أَيْضًا. وَقَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ.
622) Malik ibn Huwairits ra menerangkan:
إِنَّ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ كَانَ إِذَا كَبَّرَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِيَ بِهِمَا أُذُنَيْهِ، وَإِذَا رَكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِي بِهِمَا أُذُنَيْهِ. وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فَقَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَعَلَ مِثْلُ ذَلِكَ.
623) Nafi' maula (pembantu) Ibnu Umar menerangkan:
"Ibnu Umar ra, apabila masuk ke dalam shalat membaca takbir dan mengangkat kedua tangannya dan apabila beliau rukuk, beliau mengangkat kedua tangannya. Sedemikian juga apabila beliau bangun dari rukuknya serta membaca: sami'allahu liman hamidah, dan apabila beliau bangun dari rakaat yang kedua ke rakaat yang ketiga sedemikian juga." (HR. Al-Bukhary, An-Nasa'y, dan Abu Dawud; Al-Muntaqa 1: 359)
624) Ali ibn Abi Thalib ra. menerangkan:
اِنَّ رَسُوْلَ اللهِ ﷺ اِذَا قَامَ إِلى الصَّلَاة الْمَكْتُوْبَةِ كبرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ وَيَصْنَعَ مِثْلَ ذَلِكَ، إِذَا قَضَى قَرَأْتَهُ وَأَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ وَيَصْنَعَهُ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ، وَلَا يَرْفَعُ يَدَيْهِ في شَيْءٍ مِنْ صَلَاتِهِ وَهُوَ قاعِدٌ، وَإِذَا قَامَ مِنَ السَّجْدَتَيْنِ رَفَعَ يَدَيْهِ كَذَالِكَ وَكَيَّرَ.
625) Anas ibn Malik ra, menerangkan:
إِنَّ رَسُولُ اللهِ ﷺ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي الرُّكُوْعِ وَالسُّجُوْدِ.
626) Nashr ibn 'Ashim menerangkan:
اِنَّ مَالِكَ بْنِ الحُوَيْرِثِ رَأَى النَّبِيَّ رَفَعَ يَدَيْهِ فِي صَلَاةٍ إِذَا رَكَعَ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ رُكُوْعِهِ. وَإِذَا سَجَدَ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ سُجُوْدِهِ حَتَّى يُحَاذِهِ بِهِمَا فَرَوَعَ أَذُنَيْهِ
627) Ayyub Al-Sakhtayany berkata:
SYARAH HADITS
Hadits (619) ini di riwayatkan juga oleh Al-Baihaqy dalam sanad-nya dari beberapa jalan. Diterangkan oleh Asy-Syaukany bahwa sanad hadits ini tidak mempunyai cacat apa-apa. Menyatakan bahwa kita disuruh mengangkat tangan ketika kita ber-takbiratul-ihram.
Menurut pengarang Aunul Ma'bud, hadits (620) ini munqathi' (sanad-nya terputus). Wa'il ibn Hujr ini mempunyai dua orang anak, pertama Abdul Jabbar dan kedua Alqamah. Abdul Jabbar tidak mendengar suatu hadits pun dari ayahnya. Wa'il meninggal dunia ketika Abdul Jabbar masih kecil sekali. Anaknya yang kedua, 'Alqamah, itulah yang mendengar hadits darinya. Hadits ini menurut sanad diterima dari Abdul Jabbar. Karenanya hadits ini kita pandang munqathi'. Menyatakan bahwa kita di suruh mengangkat tangan ketika ber-takbiratul-ihram.
Hadits (621) diriwayatkan juga oleh Al-Baihaqy. Jika kita ambil lafazh Al- Bukhary terdapat perkataan: "... dan Nabi tidak mengangkat tangannya ketika bersujud dan ketika mengangkat kepalanya dari sujud." Jika kita ambil riwayat Muslim terdapat lafazh: "... dan Nabi tidak mengangkat tangannya ketika mengangkat kepalanya dari sujud, dan tidak pula di antara dua sujud."
Diriwayatkan oleh Al-Baihaqy dengan sedikit tambahan, yaitu: "Demikianlah Rasulullah tetap berbuat hingga beliau kembali kepada Allah" Ibnul Madiny berkata: "Hadits ini menjadi hujjah bagi semua orang yang mendengarnya Lazim mereka mengamalkannya karena tidak ada sedikit pun cacat dalam sanad hadits ini." Menyatakan bahwa kita disyariatkan untuk mengangkat tangan ketika membaca takbiratul-ihram, ketika hendak rukuk dan ketika bangkit dari rukuk.Hadits (622) menyatakan bahwa tangan diangkat hingga setinggi dengan dua daun telinga.
Hadits (623) ini dikategorikan sebagai hadits marfi, bisa menjadi hujah. Menyatakan bahwa mengangkat tangan ketika bangun dari rakaat kedua ke rakaat yang ketiga, disyariatkan.
Hadits (624) menurut pendapat At-Turmudzy, Shahih. Menyatakan bahwa mengangkat tangan ketika bangun dari rakaat yang kedua ke rakaat yang ketiga disyariatkan.
Hadits (625) sanad-nya shahih menurut riwayat Ibnu Hazm dan dhaif menurut riwayat Ad-Daulaby. Menyatakan bahwa disunnatkan: di tiap-tiap hendak sujud dan di tiap-tiap hendak bangkit dari satu rakaat ke rakaat yang lain, kita mengangkat tangan.
Hadits (626) diriwayatkan juga oleh Ibnu Hazm dengan sanad shahih dan oleh al-Daulaby dengan sanad dha'if. Menyatakan bahwa kita disunnatkan kita mengangkat tangan setiap hendak sujud dan tiap-tiap bangkit dari satu rakaat yang lain.
Hadits (627), diriwayatkan oleh Ibnu Hazm dengan sanad shahih. Hadits ini menyatakan, kesunnatan kita mengangkat dua tangan ketika bangkit dari sujud yang pertama untuk duduk antara dua sujud. Para ahli ijtihad berbeda paham dan pendapatnya dalam urusan mengangkat tangan ini.
Mengangkat tangan ketika takbiratul-ihram
An-Nawawy dalam Syarah Muslim berkata: "Mengangkat tangan ketika bertakbir, disyariatkan." Segenap ulama menetapkan demikian. Para ulama hanya berselisih paham tentang mengangkat tangan di tempat-tempat yang lain. Apa yang diterangkan oleh An-Nawawy ini, diterangkan juga oleh Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan Ibnus Subki.
Dawud dan Ibnu Hazm berkata: "Mengangkat tangan ketika ber-takbiratul- ihram, adalah fardhu. Tidak sah shalat seseorang yang tidak mengangkat tangan- nya ketika takbir itu, mengingat hadits: "Shallû kama ra-aitumini ushalli = shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat." Sedemikian juga pendapat Abu Hasan bahwa Ahmad ibn Sayyar, An-Naisabury (kedua ularna ini dari golongan Syafi'iyah), Al-Auza'y Al-Humaidi (guru Al-Bukhary) dan Ibnu Khuzaimah (se- orang ahli hadits yang besar dan terkenal ketinggian ijtihadnya dalam kalangan Syafi'iyah).
Ibnu Abdil Barr berkata: "Sebagian besar dari ulama yang mewajibkan kita mengangkat tangan ketika bertakbir itu, tidak membatalkan shalat orang yang tidak mengangkatnya."
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Menurut pendapat sebagian ulama Hanafi- yah, bahwa Abu Hanifah memandang berdosa orang yang tidak mengangkat tangan ketika ber-takbiratul-ihram."
Mengangkat tangan ketika rukuk dan sujud
Al-Hafizh dalam Fathul Bari, berkata: "Al-Bukhary telah menyusun sebuah risalah (tulisan) dalam masalah ini, yang menerangkan bahwa Al-Hasan dan Humaid ibn Hilal menegaskan, bahwa semua sahabat mengangkat tangannya ketika bertakbir, ketika hendak rukuk dan ketika berdiri i'tidal. Di antara sahabat Nabi tidak ada seorang pun yang tidak mengangkat tangannya di ketiga tempat ini."
Ibnu Abdil Barr berkata: "Semua ulama yang semula meriwayatkan bahwa Nabi saw. tidak mengangkat tangannya ketika hendak rukuk dan ketika bangun, kini mereka telah meriwayatkan juga, bahwa Nabi mengangkat tangannya di tempat-tempat itu, kecuali Ibnu Mas'ud, beliau tidak meriwayatkannya."
Ulama Hanafiyah dan ulama Malikiyah berkata: "Kita tidak disuruh meng- angkat tangan ketika rukuk dan ketika bangkit." Ulama Zaidiyah menetapkan, bahwa tidak disyariatkan, bahkan tidak dibolehkan kita mengangkat tangan di tempat-tempat itu (di waktu rukuk dan di waktu i'tidal), bahkan mereka tidak membenarkan kita mengangkat tangan ketika ber-takbiratul-ihram.
Muhammad ibn Nashr Al-Marwazy berkata: "Segenap ulama Islam, selain dari ulama Kufah, menetapkan: kesunnatan kita mengangkat tangan ketika bangun dari rukuk."
Ibnu Abdil Barr berkata lagi: "Semua ulama yang meriwayatkan urusan ini dari Imam Malik menyatakan bahwa Imam Malik menyunnatkannya. Hanya Al- Qasim sendiri yang meriwayatkan bahwa Imam Malik tidak menyunnatkan, Kami (Ibnu Abdil Barr dan ulama Malikiyah yang sepaham dengan beliau) mengambil riwayat yang menyunnatkan."
Al-Khaththaby dan Al-Qurthuby berkata: "Pada mulanya memang Malik tidak menyunnatkan. Namun kemudian beliau menetapkan kesunnatannya juga." Ali Ibnul Madiny menandaskan, bahwa wajib atas orang Islam mengangkat tangan ketika rukuk dan ketika bangkit. Dalam pada itu sebagian ulama Maroko mem- bid'ah-kan perbuatan ini.
Al-Bukhary berkata: "Barangsiapa mengatakan, bahwa mengangkat tangan ketika rukuk dan ketika i'tidal, sebagai bid'ah, berartilah mereka mencecat segenap sahabat yang melakukannya."
Ulama-ulama Syafi'iyah dan Hanbaliyah menyunnatkan kita mengangkat tangan ketika rukuk dan i'tidal. Al-'Iraqy berkata: "Saya telah memeriksa nama- nama sahabat yang mengangkat tangan di tempat-tempat itu, mereka berjumlah lima puluh orang sahabat."
Cara dan masa mengangkat tangan ketika takbirAn-Nawawy berkata: "Cara mengangkat tangan menurut mazhab orang lain, ialah: mengangkat tangan hingga setentang dengan telinga. Dua ibu jari bertentangan dangan tempat menyangkutkan anting-anting dan dua tangan setentang dengan dua pundak. Pendapat ini diakui oleh semua ulama. Dan dengan cara ini pula terkumpullah segala hadits yang berpautan dengan cara mengangkat tangan.
Hadits (621) menerangkan, bahwa tangan diangkat hingga setentang dangan pun-dak sedangkan hadits (622) menerangkan bahwa tangan diangkat hingga setinggi dengan telinga.
Mengenai kapan dilakukan mengangkat tangan, para ahli ilmu juga berlain- lainan pendapat. Menurut hadits Ibnu Umar (621) mengangkat tangan dilakukan sebelum bertakbir. Menurut hadits Malik ibn Huwairits dalam shahih Muslim, mengangkat tangan adalah sesudah bertakbir. Menurut hadits Ibnu Umar pula, bersamaan dengan takbir.
Lantaran hadits-hadits ini berlain-lainan maksudnya, terjadilah tiga macam pendapat. Ada yang mengatakan: tangan diangkat sebelum bertakbir. Ada yang mengatakan sesudah takbir. Ada yang mengatakan bersamaan dengan takbir. Ulama-ulama Syafi'iyah berpegang kepada hadits yang menyunnatkan kita mengangkat tangan bersama-sama dengan mengucapkan takbir. Mereka menguatkan hadits Ibnu Umar yang menerangkan demikian, karena dikuatkan oleh hadits Wafi' yang menyatakan bahwa Nabi mengangkat tangan berbarengan dengan meng- ucapkan takbir.
Al-Hafizh berkata: "Saya tidak pernah mengetahui bahwa ada ulama yang menyunnatkan kita mengangkat tangan sesudah bertakbir. Pentarjihan ulama Syafi'iyah disetujui oleh ulama-ulama Malikiyah.
Hikmah mengangkat tangan
Asy-Syafi'y berkata: "Mengangkat tangan adalah sebagai tanda membesarkan Allah (men-ta'zhim-kannya) dan mengikuti RasulNya. Sebagian ulama berkata: mengangkat tangan di permulaan shalat, adalah untuk menandakan pen-taslim-an diri (penyerahan diri) kepada Allah swt."
Tidak ada perbedaan antara laki-laki dengan perempuan dalam hal mengangkat tangan.
Al-'Iraqy dalam Tharhut Tatsrib berkata: "Tidak ada perbedaan tentang sifat dan batas mengangkat tangan antara kaum pria dan kaum perempuan." Demikian mazhab Syafi'iyah.
Asy-Syaukany berkata: "Summat mengangkat tangan hingga pundak atau telinga, baik untuk kaum laki-laki maupun perempuan. Tidak ada perbedaan
antara keduanya, karena tidak ada dalil yang membeda-bedakan". Ulama-ularna Hanafiyah berkata: "Orang laki-laki mengangkat tangan dekat ke telinganya, sedang orang perempuan mengangkat tangan dekat dengan pundaknya." Ini sesuai dengan pendapat Az-Zuhry.Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf-nya, bahwa Ummu Darda' mengangkat tangannya hingga setentang dua pundaknya. Menurut pendapat Atha' dan Hammad, bahwa orang perempuan mengangkat tangannya hingga payudaranya. Beginilah pendapat Hafshah binti Sirin. Atha' berkata pula: "Tidak ada kekurangan apa-apa, jika kaum perempuan tidak mengangkat tangannya."
Mengangkat tangan pada tiap-tiap pindah rakaat
Al-Khaththaby berkata: "Asy-Syafi'y menyunnatkan kita mengangkat tangan ketika bangun dari rakaat kedua ke rakaat ketiga. Tetapi jika dituruti kaidah Asy- Syafi'y, wajiblah kita menetapkan kesunnatan mengangkat tangan ketika bangun dari rakaat kedua ke rakaat ketiga. Menurut kaidah Asy-Syafi'y kita harus mengikuti hadits, apabila telah nyata shahih-nya. Hadits menetapkan, bahwa Nabi mengangkat tangan di waktu bangun dari rakaat kedua ke rakaat ketiga."
Ibnu Khuzaimah berkata: "Mengangkat tangan ketika bangun dari rakaat kedua ke rakaat ketiga, sanat hukumnya, walaupun Asy-Syafi'y tidak menyunnatkan; karena hadits yang menyunnatkannya adalah shahih sanad-nya."
Asy-Syafi'y pernah berkata: "Qalû bis-sunnah wa da'u gauli (tetapkanlah hukum menurut sunnah dan tinggalkanlah pendapatku-yang berlawanan dengan sunnah)."
Al-Majdu Ibnu Taimiyah berkata: "Sebagaimana telah shahih bahwa Nabi mengangkat tangan ketika ber-takbiratul-ihram, ketika rukuk, ketika sujud dan ketika bangun dari rakaat kedua ke rakaat ketiga, maka beliau juga membaca takbir-takbir intigal pada tempat-tempat tersebut."
Ibnu Hazm berkata: "Hadits yang menerangkan masalah mengangkat tangan pada tiap-tiap turun dan naik, adalah mutawatir, wajib diterima. Demikianlah di- nukilkan dari Ibnu 'Umar, Ibnu Abbas, Al-Hasan Al-Bishry, Thawus dan anaknya, 'Abdullah, Nafi' dan Aiyub As-Sakhtayani. Pendapat ini disetujui Asy-Syafi'y dalam salah satu riwayatnya. Sedemikian pula pendapat Ibnul Mundzir, Abu 'Ali ath- Thabary dan segolongan Syafi'iyah."
Tidak dapat diragukan sedikitpun tentang kesunnatan kita mengangkat tangan pada waktu ber-takbiratul-ihram, rukuk, i'tidal dan bangkit dari rakaat kedua ke rakaat ketiga, setelah memperhatikan hadits-hadits yang dipaparkan ini. Semua sahabat Nabi menerangkan, bahwa Nabi mengangkat tangan ketika bertakbir, ketika hendak rukuk, ketika bangkit dari rukuk, selain dari Ibnu Mas'ud. Karena itu hendaklah kita menetapkan bahwa Ibnu Mas'ud telah lupa dalam masalah ini, sebagaimana beliau telah lupa dalam beberapa hal yang lain. Apalagi sebagian ahli hadits men-dha'if-kan hadits yang menerangkan perbuatan Ibnu Mas'ud itu. Maka cukup bagi kita untuk menisbatkan kesunnatan mengangkat tangan di tempat yang tiga itu; apalagi diriwayatkan oleh sepuluh orang sahabat yang telah diakui menjadi ahli surga.
Hadits hadits yang menerangkan bahwa Nabi mengangkat tangan di tempat-tempat itu, telah sampai ke derajat mutawatir, tidak boleh dipungkiri dan dibantah, berdosa orang yang membantahnya. Karena itu, tertolaklah pendapat Hanafiyah, Malikiyah dan yang sepaham dengan mereka itu. Baik juga diterangkan, bahwa ulama-ulama Hanafiyah berpegang kepada riwayat Mujahid yang berbunyi: "Saya shalat di belakang Ibnu Umar, saya tidak melihat beliau mengangkat tangannya." Riwayat Mujahid dikritik oleh segenap ulama hadits.
Ulama Malikiyah berpegang pada riwayat Al-Qasim yang menerangkan, bahwa Imam Malik tidak menyunnatkan yang demikian itu. Riwayat Al-Qasim dalam masalah ini, tidak dapat diterima, karena riwayatnya berbeda dengan riwayat semua murid Malik selain dari Al-Qasim, sebagai yang telah ditegaskan oleh Ibnu Abdil Barr. Andaikan riwayat Al-Qasim itu shahih, maka tidak juga dapat kita pakai, karena berlawanan dengan hadits-hadits yang sudah sampai pada derajat mutawatir.
Di antara sahabat Nabi yang menyunnatkan, ialah: Jabir ibn Abdullah, Abu Hurairah, Anas, Ibnu Abbas, Ibnuz Zubair dan lain-lain. Di antara tabi'in yang menyunnatkan, ialah: Al-Hasan Al-Bishry, Atha', Thawus, Mujahid, Nafi', Salim ibn Abdillah dan Sa'di ibn Jubair. Di antara mujahidin yang menyunnarkannya ialah: Ibnul Mubarak, Asy-Syafi'y, Ahmad dan Ishaq.
Tentang batas mengangkat tangan, alangkah baiknya apabila kita ikuti pen- tahqiqan yang telah dilakukan oleh An-Nawawy untuk memenuhi maksud kedua- kedua hadits yang berpautan dengan masalah ini. Mengenai kapan masa mengangkatnya, maka kami memilih hadits Ibnu Umar yang diriwayatkan Muslim, yang menegaskan bahwa tangan diangkat sebelum lidah menyebutkan lafazh takbir. Yakni setelah tangan terletak dengan baik setinggi pundak atau telinga, barulah lidah menyebut takbir. Sesudah takbir selesai diucapkan lidah, barulah tangan diturunkan. Penetapan ini berdasarkan pula kepada hadits Abu Dawud yang dipandang shahih oleh Al-Baghawy dan dipilih pula oleh Al-Qadhi Husain.
Tentang mengangkat tangan di tiap-tiap turun naik, jika berpegang kepada hadits Malik ibn Huwairis dan Anas, teranglah kesunnatannya. Menurut kaidah, haruslah kita memeganginya, karena kedua-duanya adalah hadits yang shahih sanadnya. Tentang mengangkat tangan di antara dua sujud, belum kami peroleh hadits yang marfu' dan shahih. Tetapi hadits mauquf yang diriwayatkan oleh Ibnu Hazm kiranya dapat dijadikan hujjah, karena tidak diterima akal apabila Thawus dan Nafi' berbuat demikian semata-mata demi ijtihadnya. Tentu ada sahabat yang dijadikan contoh yaitu: Ibnu Umar atau Ibnu Abbas.
Menurut penyelidikan kami, tidak ada perbedaan antara perempuan dan laki- laki dalam hal mengangkat tangan. Dan sebagus-bagus pekerjaan, ialah yang ber dasarkan ittba'. Ada riwayat bahwa Ibnu Umar berkata: mengangkat tangan adalah hiasan shalat.
Uqbah ibn Amir berkata: "Untuk tiap-tiap kali kita angkat tangan, Tuhan berikan sepuluh pahala dan untuk tiap-tiap anak jari satu pahala." Perkataan Uqbah ini dapat dianggap marfu', karena perkataanya ini, tidak mungkin diperoleh dengan jalan ijtihad; tentu ada nash-nya.
Hadits-hadits yang disepakati shahih oleh ulama-ulama hadits, hanyalah hadits-hadits yang menerangkan, bahwa Nabi mengangkat tangan:
- ketika ber-takbiratul-ihram.
- ketika rukuk.
- ketika i'tidal dan
- ketika bangkit dari rakaat kedua ke rakaat ketiga.
Dengan ringkas dapat kita katakan, bahwa: mengangkat tangan yang dasar perintahnya cukup jelas adalah pada empat tempat yang telah diterangkan, terutama ketika ber-takbiratul-ihram. Mengangkat tangan ketika ber-takbiratul-ihram, hukumnya wajib, tidak boleh ditinggalkan, terutama bagi pengikut Asy-Syafi'y. lantaran menurut lahir perkataan Asy-Syafi'y dalam kitab Ikhtilaf Malik Asy-Syafi'y di dalam Al-Umm, dijelaskan bahwa mengangkat tangan untuk bertakbiratul-ihram, tidak boleh ditinggalkan.
Dinukilkan oleh Ibnul Jauzy dari Al-Muzany dalam kitab Nuzhatun Nazhir bahwa Asy-Syafi'y berkata: "Tidaklah halal bagi seseorang yang mendengar hadits yang menyuruh kita mengangkat tangan ketika ber-takbiratul- ihram, ketika rukuk, dan ketika i'tidal, untuk meninggalkan hadits itu." Pendapat Asy-Syafi'y ini terang dan nyata mewajibkan yang demikian.
Riwayat Malik ibn Anas, pada lahimya memang berlawanan dengan riwayat Ibnu Umar yang menegaskan bahwa Nabi tidak mengangkat tangan selain di empat tempat saja. Tetapi dua riwayat ini dapat kita kumpulkan dengan jalan menetapkan, bahwa bahwa Ibnu Umar tidak melihat sendiri Nabi mengangkat tangannya di tiap-tiap turun dan naik. Yang melihat hanya para sahabat lain yang kemudian menyampaikannya kepada Ibnu Umar.
Dengan demikian maka kita memahami bahwa Nabi tidak tetap mengangkat tangannya untuk yang selain dari empat tempat itu. Anggapan kami bahwa Ibnu Umar tidak melihat sendiri, tetapi orang lain yang melihat dan menyampaikan kepadanya, mengingat bahwa mengangkat tangan ketika turun dan naik ada juga diperbuat oleh Ibnu Umar sendiri, seperti yang ditegaskan oleh Ibnu Hazm dan tentulah beliau berbuat itu setelah mendapat keterangan dari sahabat yang lain.
Al-Khaththaby menerangkan, bahwa Asy-Syafi'y tidak menyunnatkan kita mengangkat tangan ketika bangkit ke rakaat ketiga. Tetapi pentahqiq mendapatkan wayar dalam Surah Muslim, bahwa hal itu termasuk salah satu qaul yang benar dan ini diakui oleh An-Nawawy sendiri.
Oleh karenanya bukankah hadits Tonu Umar dan hadits Abu Humaid kedua-duanya shahih? Diriwayatkan oleh Thou Abi Syaibah, bahwa Anas, Al-Hasan dan Ibnus Sirin mengangkat tangan ketika bangun dari sujud pertama untuk duduk antara dua sujud.
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Sifat-sifat Shalat Masalah Mengangkat Tangan, Tempatnya Dan Cara Mengangkatnya