Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Shalat Di Atas Kendaraan Yang Kena Najis

Hukum Shalat Di Atas Kendaraan Yang Kena Najis

SHALAT DI ATAS KENDARAAN YANG NAJIS, ATAU YANG KENA NAJIS

553) Ibnu Umar ra, berkata:

رَأَيْتُ النَّبِيَّ يُصَلِّى عَلَى حِمارٍ وَهُوَ مُتَوَجِّهٌ إِلَى خَيْبَرَ

"Aku melihat Nabi saw. shalat di atas punggung keledai sewaktu beliau berjalan menuju ke Khaibar." (HR. Ahmad, Muslim, An-Nasa'y dan Abu Daud, Al- Muntaga 1:317)

554) Annas ibn Sirin menerangkan:

اِنَّ أَنَسَ ابْنِ مَالِكٍ رَأَى النَّبِيَّ يُصَلِّى عَلىَ حِمَارِكَ وَهُوَ رَاكِبٌ إِلَى خَيْبَرَ وَالقِبْلَةُ خَلْفَهُ
"Bahwasanya Anas ibn Malik melihat Nabi saw. shalat di atas pungung keledai dalam perjalanan ke Khaibar, sedang kiblat pada masa itu, di belakangnya (dengan membelakangi kiblat)." (HR. An-Nasa'y, Al-Muntaga 1: 318)

SYARAH HADITS

Hadits (553), diriwayatkan oleh Ahmad, Muslim, An-Nasa'y dan Abu Daud dari Ibnu 'Umar melalui jalur Amer ibn Yahya Al-Madzani dari Abul Hubab Sais ibn Yassar dari 'Abdullah ibn 'Umar. Hadits ini, syadz menyalahi riwayat orang banyak. Menurut riwayat orang banyak, Nabi shalat di atas unta bukan keledai. Hadits ini menyatakan, bahwa shalat di atas kendaraan yang najis diperbolehkan, mengingat binatang keledai selalu berlumur dengan najis, dan tidak suci.

Hadits (554), menurut An-Nasa'y, mauquf. Malik dalam Al-Muwaththa' dan Muslim meriwayatkan yang demikian dari perbuatan Anas sendiri. Muslim mengatakan, telah diberitahukan kepada kami oleh Anas ibn Sirin ujarnya: "Kami menjumpai Anas ibn Malik ketika beliau kembali dari Syam di Ainut Tarnar. Saya melihat beliau shalat di atas keledai." 

Hadits ini menyatakan, bahwa shalat di atas kendaraan (sesuatu) yang terdapat najis, boleh. Kedua hadits ini menyatakan, kebolehan shalat sunnat di atas kendaraan dengan menghadap ke arah yang bukan kiblat.

Ad-Daraquthni dan beberapa ulama hadits mengatakan, Nabi saw. shalat di atas keledai, sebenarnya hilaf perawi (Amer ibn Yahya). Menurut hadits yang dikenal (ma'ruf) oleh ulama hadits, adalah Nabi yang shalat di atas kendaran unta. Shalat di atas keledai adalah pekerjaan Anas sendiri, sebagaimana yang diterangkan oleh Muslim dalam hadits lain. Karenanya, hadits ini tidak diriwayatkan oleh Al- Bukhary.

An-Nawawy mengatakan, "Tidak dapat diterima begitu saja. Ad-Daraquthni menyalahkan Amer ibn Yahya, karena Amer ibn Yahya adalah orang yang dapat dipercaya. Dia menerangkan urusan yang patut terjadi dalam pandangan akal. Boleh jadi, Nabi pernah shalat di atas keledai satu kali, walaupun yang banyak dilakukan di atas unta. Hanya boleh kita katakan, hadits ini syadz, karena menyalahi hadits orang banyak. Orang banyak meriwayatkan, bahwa Nabi shalat atas ken- daraan unta." An-Nawawy mengatakan lagi: "Kebolehan shalat sunnat atas ken- daraan, telah di-jima'-kan oleh ulama Islam. Hanya jumhur mengqiyaskan ke- bolehan itu dengan safar, apakah panjang atau pendek."

Abu Yusuf dari golongan Hanifah dan Abu Said Al-Ishthakhari dari golongan Syafi'iyah mengatakan, "Tanafful (mengerjakan shalat sunnat) di atas kendaraan, diperbolehkan, walaupun di kampung."

Hadits ini nyata, memperbolehkan shalat di atas tempat-tempat yang terkena najis, sebagaimana memperbolehkan shalat sunnat di atas kendaraan dengan tidak menghadap kiblat. Menentukan shalat di atas kendaraan dengan tidak menghadap kiblat, dengan shalat sunnat, diperoleh ketentuan dari kumpulan hadits-hadits yang berkenaan dengan ini. Dalam riwayat Al-Bukhary diperoleh ketegasan, bahwa Nabi saw. tidak mengerjakan shalat fardhu di atas kendaraan.

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Tempat Shalat dan Keharusan Menjauhkan Diri dari Najis Masalah  Shalat Di Atas Kendaraan Yang Najis, Atau Yang Kena Najis