Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pentingnya Memelihara Waktu Shalat

Pentingnya Memelihara Waktu Shalat

Melaksanakan sebagian shalat dalam waktunya dan memelihara awal waktu shalat merupakan praktik yang dianjurkan dalam agama Islam. Ini mengacu pada pentingnya melaksanakan shalat tepat pada waktunya dan segera setelah masuknya waktu shalat.

Dalam Islam, terdapat lima waktu shalat obligatoris: Subuh (fajar), Dhuhur (tengah hari), Asar (sore hari), Maghrib (setelah matahari terbenam), dan Isya (malam). Menjaga awal waktu shalat berarti berusaha untuk melaksanakan shalat segera setelah waktu tersebut dimulai. Misalnya, jika waktu shalat Subuh dimulai pada pukul 5:00 pagi, maka dianjurkan untuk melaksanakan shalat Subuh secepat mungkin setelah waktu tersebut dimulai.

Namun, dalam beberapa situasi tertentu, seseorang mungkin tidak dapat melaksanakan seluruh rakaat shalat dalam waktu tersebut. Dalam hal ini, disarankan untuk melaksanakan sebagian shalat dalam waktunya, seperti melaksanakan dua rakaat shalat Subuh ketika waktu Subuh dimulai, dan melanjutkan rakaat yang tersisa setelahnya.

Meskipun demikian, penting untuk diingat bahwa melaksanakan shalat tepat pada waktunya adalah praktek yang dianjurkan, dan melaksanakan seluruh rakaat shalat dalam waktunya merupakan yang terbaik. Oleh karena itu, sebaiknya berusaha untuk mengatur waktu dan kesiapan sebelum memasuki waktu shalat, sehingga Anda dapat melaksanakan shalat lengkap dalam waktunya.

DALIL MELAKSANAKAN SEBAGIAN SHALAT DALAM WAKTUNYA DAN MEMELIHARA AWAL WAKTU SHALAT

358) Abu Hurairah ra, berkata:

 إِنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الصُّبْحِ رَكْعَةً قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ

"Rasulullah bersabda: Barangsiapa mendapat satu rakaat dari shalat Shubuh se- belum terbit matahari, maka dianggap telah mendapat shalat Shubuh dengan sempuRNa." (HR. Al-Jama'ah ahli hadits; Al-Muntaqa 1: 232) 

SYARAH HADITS

Hadits (358), menyatakan bahwa mendapat satu rakaat dari shalat Shubuh (dalam waktunya), hukumnya sama dengan mendapat dua rakaat dalam waktunya. Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, "Lahir hadits ini menyatakan cukup satu rakaat saja kita kerjakan jika waktu telah sempit sekali. Akan tetapi, ijma' mene tapkan bahwa yang dimaksud bukan demikian. Hanya bila kita dapat shalat satu rakaat dalam waktu dan satu rakaat lagi di luar waktu, dianggap bahwa keduanya didapati dalam waktu juga."

An-Nawawy mengatakan, "Seluruh ulama Islam sepakat menetapkan, bahwa hadits ini tidak dipegang lahimya. Yakni tidak dipahami bahwa mendapatkan satu rakaat, telah mencukupi. Hanya dipahamkan barangsiapa mendapat satu rakaat dalam waktu, hukumnya seakan-akan mendapat dua-duanya dalam waktu, atau barangsiapa mendapat akhir waktu sekedar satu rakaat saja sesudah suci dari haid umpamanya wajiblah shalat waktu itu atasnya. Jika ia mendapat kurang dari satu rakaat tidak dipandang mendapat waktu."

Ath-Thahawi mengatakan, "Wajib shalat bagi anak kecil yang sudah sampai umur walaupun waktu tinggal satu rakaat saja. Juga demikian bagi orang kafir yang masuk Islam dan orang haid ketika suci."

At-Turmudry mengatakan, Asy-Syafi'y, Ahmad dan Ishak berpendapat me nurut dalalah (petunjuk) hadits ini. Abu Hanifah mengatakan, "Barangsiapa mengerjakan shalat Shubuh padahal matahari sedang terbit, niscaya shalatnya batal. Abu Hanifah berhujjah dengan hadits-hadits yang melarang shalat ketika matahari sedang terbit." Ibnu Qudamah mengatakan, "Barangsiapa mendapat satu rakaat dari shalat Shubuh sebelum terbit matahari, maka hukumnya seperti mendapat semuanya dalam waktu."

An-Nawawy mengatakan pula, "Semua ulama menetapkan bahwa kita tidak boleh melambatkan shalat, hingga tinggal waktu sekedar satu rakaat saja." Golongan yang tidak mensahkan shalat yang rakaat keduanya dikerjakan di ketika matahari sedang terbit (sedang terbenam), berhujjah dengan hadis-hadits yang melarang kita shala baka male and bulamada dang terbenam.

Hadits ini, Khusus bagi mereka yang mendapatkan satu rakaat shalat shubuh sebelum waktunya berakhir. Oleh karena Hu, kita kecualikan atuam yana ini dari aturan umum, yalan kebolehan shatar ketika marahan untukkan bagi mereka yang mendan sam raba stato retunga matalin Adapun memulai shalat di wake waktu yang dilarang k dipaparkan) baik shalat karena ada sebab, umpanya karena masuk kedalam masjid ataupun yang lainnya, tetaplah dilarang. Hal ini dapat kita pahami berdasarkan riwayat An-Nasa'y sewaktu selesai shalat nyata bahwa matahari telah terbit.

Seseorang berkata, Andh menyekalkan shala kaka maalatt Maka Umar menjawab, "Sekiranya ia telah terbit, tentu ia mendapatkan orang yang tidak lalai dari kewajiban."

Referensi Berdasarkan Tulisan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Dalam Bab Waktu-waktu Shalat Fardhu (Shalat Maktubah)