Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

WAKTU ISYA', DAN KEUTAMAAN MENTA'KHIRKANNYA

WAKTU ISYA', DAN KEUTAMAAN MENTA'KHIRKANNYA

Waktu Isya' adalah waktu yang ditentukan untuk melaksanakan shalat Isya', yaitu shalat yang dilakukan setelah terbenamnya matahari dan sebelum waktu shalat Subuh. Keutamaan dari melaksanakan shalat Isya' ada banyak, di antaranya:
  1. Ketaatan kepada Allah: Melaksanakan shalat Isya' adalah bagian dari kewajiban seorang Muslim dalam menjalankan ibadah kepada Allah. Dengan melaksanakan shalat Isya' secara rutin, seseorang menunjukkan ketaatan dan kepatuhan kepada perintah Allah.
  2. Pahala yang besar: Shalat Isya' termasuk dalam shalat wajib lima waktu. Setiap shalat yang dilakukan dengan penuh kesungguhan dan khusyuk akan mendapatkan pahala yang besar dari Allah. Rasulullah ﷺ bersabda, "Barangsiapa yang melaksanakan shalat Isya' dengan penuh khusyuk, maka baginya seperti ia beribadah setengah malam" (HR. Muslim).
  3. Pelindung dari perbuatan maksiat: Melaksanakan shalat Isya' secara rutin dapat membantu seseorang menjaga diri dari perbuatan maksiat dan dosa. Shalat tersebut memberikan kesadaran spiritual yang tinggi dan memperkuat hubungan dengan Allah, sehingga mempengaruhi perilaku sehari-hari untuk lebih menghindari perbuatan dosa.
Memelihara hak jamaah dalam konteks waktu Isya' berarti menjaga kepentingan dan kenyamanan jamaah yang hendak melaksanakan shalat berjamaah pada waktu tersebut. Beberapa kepentingan memelihara hak jamaah dalam waktu Isya' antara lain:
  • Menjaga ketertiban: Dengan memelihara hak jamaah, seperti tiba tepat waktu, tidak mengganggu jamaah yang sedang melaksanakan shalat, dan menghindari kebisingan yang mengganggu khusyuk, kita dapat menjaga ketertiban dalam pelaksanaan shalat berjamaah.
  • Membangun kebersamaan: Shalat berjamaah adalah salah satu cara untuk memperkuat ikatan antar-Muslim. Dengan memelihara hak jamaah, kita membantu menciptakan lingkungan yang harmonis dan saling mendukung dalam ibadah, yang pada gilirannya memperkuat rasa persaudaraan di antara kaum Muslimin.
  • Mendapatkan pahala tambahan: Rasulullah ﷺ bersabda, "Barangsiapa yang berwudhu dengan baik kemudian mendatangi masjid untuk menunaikan shalat fardu bersama jamaah, maka dia akan mendapatkan satu kebaikan setiap langkah yang dia tempuh menuju masjid dan akan dihapuskan satu dosa setiap langkahnya yang menuju masjid" (HR. Muslim). Dengan memelihara hak jamaah, kita berkesempatan mendapatkan pahala tambahan dari Allah.
Jadi, memelihara hak jamaah dalam waktu Isya' merupakan kewajiban bagi setiap Muslim untuk menjaga kepentingan dan kenyamanan jamaah serta membangun ikatan yang kuat dalam komunitas Muslim. Hal ini mencakup tindakan seperti datang tepat waktu ke masjid, tidak mengganggu orang lain yang sedang beribadah, menghindari kebisingan yang mengganggu khusyuk, dan saling menghormati hak-hak jamaah lainnya.

Selain itu, memelihara hak jamaah juga memperlihatkan rasa tanggung jawab kita terhadap ibadah bersama. Ketika kita menjaga hak jamaah, kita memberikan kontribusi positif terhadap suasana ibadah yang tertib dan khusyuk. Ini menciptakan lingkungan yang menginspirasi dan memotivasi jamaah lain untuk beribadah dengan lebih baik.

Selain keutamaan dan kepentingan yang telah disebutkan, penting untuk diingat bahwa shalat Isya' juga merupakan salah satu cara untuk mengisi waktu malam kita dengan ibadah. Melaksanakan shalat Isya' secara berjamaah juga memberikan manfaat sosial dan spiritual yang tak tergantikan.

Dalam Islam, menjaga hak jamaah dalam shalat merupakan bagian penting dari kehidupan berjamaah dan memperkuat ikatan antara sesama Muslim. Oleh karena itu, diimbau untuk selalu memelihara hak jamaah dalam setiap ibadah, termasuk shalat Isya', demi menciptakan kebersamaan dan mencapai keberkahan dalam ibadah kita.

Dalil Waktu Isya', Keutamaan Menta'khirkannya, Kepentingan Memelihara Jama'ah

339) Ibnu Umar ra. menerangkan:

ِاِنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: الشَّفَقَ الْحُمْرَةُ فَإِذَا غَابَ الشَّفَقُ وَجَبَت الصَّلَاةُ

"Bahwasanya Nabi saw. bersabda: Syafaq (mega) itu merah. Apabila telah terbenam syafaq, wajiblah shalat Isya'." (HR. Ad-Daraquthni; Al-Muntaqa 1: 222)

340) 'Aisyah ra. berkata:

ُاَغْتَمَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ لَيْلَةٌ بِالْعَمَةِ فَنَادَى عُمَرُ: نَامَ النِّسَاء وَالصَّبْيَانُ، فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ فَقَالَ: مَا يَنْتَظِرُهَا غَيْرُكُمْ وَلَمْ تُصَلِّ يَوْمَئِذٍ اِلَّا بِالْمَدِينَةِ ثُمَّ قَالَ: صَلُّوْهَا فِيْمَا بَيْنَ أَنْ يَغِيْبَ الشَّفَقُ إِلَى ثُلُثِ الَّيْلِ 

"Pada suatu malam Rasulullah saw, melambatkan shalat atamah (shalat yang dikerjakan dalam sepertiga malam yang pertama) karena itu, berserulah 'Umar: Para perempuan dan anak-anak telah tidur. Maka Rasul pun keluar ke masjid, lalu berkata: Apakah tak ada orang lain dari mereka yang shalat? Pada waktu itu, jamaah Isya' hanya didirikan di masjid Madinah. Sesudah itu Nabi pun bersabda: Kerjakanlah shalat Isya' dari antara terbenam syafaq hingga sepertiga malam." (HR. An-Nasa'y; Al-Muntaqa 1: 223)

341) Jabir ibn Samurah ra, berkata:

كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ يُؤَخِّرُ العَشَاءَ الْآخِرَةَ

"Rasulullah melambatkan shalat Isya' yang kedua." (HR. Ahmad, Muslim dan An-Nasa'y; Al-Muntaqa 1: 223)

342) Aisyah ra. berkata:

كَانُوا يُصَلُّوْنَ العَتْمَةَ فِيمَا بَيْنَ أَنْ يَغِيْبَ الشَّفَقُ إِلَى ثُلُثِ اللَّيْلِ

"Para sahabat mengerjakan shalat Isya' dalam waktu antara terbenam syafaq hingga sepertiga malam." (HR. Al-Bukhary; Al-Muntaqa 1: 223)

343) Abu Hurairah ra. berkata:

قَالَ رَسُولُ الله : لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِي لَأَمَرْتُهُمْ أَن يُؤَخِّرُوْا الْعِشَاءَ إِلَى ثُلُتُ اللَّيْلِ أَوْ نِصْفَهُ

"Rasulullah saw. bersabda: Sekiranya saya tidak takut menyukarkan umat, tentulah saya menyuruh menelatkan shalat Isya' hingga sepertiga malam, atau hingga separuhnya." (HR. Ahmad, At-Turmudzy dan Ibnu Majah; Al-Muntaqa 1: 223) 

344) Jabir ra. berkata:

كَانَ النَّبِيُّ يُصَلِّى الظُّهْرَ بِالْمُهَاجِرَةِ وَالْعَصْرَ وَالشَّمْسُ نَقِيَّةٌ وَالْمَغْرِبَ إِذَا وَجَبَتْ وَالْعِشَاءَ أَحْيَانًا يُؤَخِّرُهَا وَأَحْيَاناً يُعَجِِّلُ إِذَا رَآهُمْ اجْتَمَعُوا عَجْلَ: وَإِذَا رَآهُمْ أَبْطَأُوْا أَخَّرَ وَالصُّبْحَ كَانُوا أَوْ كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يُصَلِّيْهَا بِغَلَسٍ

"Nabi mengerjakan shalat Zhuhur di waktu hijrah (di waktu matahari sedang panas sesudah tergelincirnya); mengerjakan shalat Ashar di ketika matahari masih putih bersih; mengerjakan shalat Maghrib sesudah terbenam matahari; shalat Isya' terkadang-kadang beliau ta'khirkan dan terkadang-kadang beliau segerakan. Apabila beliau lihat para jamaah belum berkumpul, beliau lambatkan. Shalat Shubuh, para shahabat atau Nabi saw. mengerjakannya di waktu ghalas (dalam kegelapan akhir malam, atau di permulaan fajar)." (HR. Al-Bukhary dan Muslim; Al-Muntaqa 1: 223)

345) Anas ibn Malik ra. berkata:

اَخَّرَ النَّبِيُّ صَلَاةَ الْعِشَاءَ إِلَى نِصْفِ الَّيْلِ ثُمَّ صَلَّى ثُمَّ قَالَ: قَدْ صَلَّى النَّاسُ ونَامُوْا أَمَا إِنَّكُمْ فِي صَلَاةٍ مَا انْتَظَرْتُمُوْهَا، قَالَ أَنَسٌ : كَأَنِّي اَنْظُرُ إِلَى بِيْضِ خَاتَمِهِ لَيْلَتَئِذٍ 

"Pada suatu malam, Rasul menta'khirkan Isya' hingga separuh malam. Kemudian beliau shalat. Sesudah beliau shalat, beliau bersabda: Orang lain dari padamu ini telah shalat dan telah tidur. Ketahuilah bahwa kamu dipandang sebagai dalam shalat, dalam masa kamu menanti-nantikan. Anas berkata: Seolah-olah aku melihat kilapan cincinnya pada malam itu." (HR. Al-Bukhary dan Muslim; Al-Muntaga 1: 224)

SYARAH HADITS

Hadits (339), Ad-Daraquthni dalam Al-Gharaib mengatakan, "Hadits ini gharib. Perawi-perawinya dapat dipercaya." Hadits ini diriwayatkan juga oleh Al- Baihaqi dan Ibnu Asakir. Al-Baihaqi dan lain-lainnya menegaskan bahwa hadits ini, shahihnya mauquf. Hadits ini menegaskan, bahwa Ibnu Umar (jika dipandang hadits ini mauquf), memaknakan syafaq dengan cahaya merah di kaki langit. Ibnu Umar seorang ahli lughah. Pendapatnya dalam urusan lughah, menjadi hujjah. Beliau menyatakan, bahwa akhir waktu Maghrib ialah ketika hilang syafaq. Tegasnya, dengan hilang syafaq, masuklah waktu Isya".

Hadits (340), Ahmad, Al-Bukhary, Muslim meriwayatkan hadits yang semakna dengan ini dari 'Aisyah, Abu Musa, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra. Hadits ini menyatakan, bahwa kita dianjurkan melambatkan Isya' dari awal waktu.

Hadits (341), menyatakan keutamaan kita melambatkan shalat Isya'. Juga menyatakan bahwa Isya' itu dinamakan Isya' akhirah (Isya' yang kedua). 

Hadits (342), menyatakan bahwa sahabat melambatkan Isya' hingga sepertiga malam.

Hadits (343). At-Turmudzy mengatakan Shahih. Hadits yang semakna dengan ini diriwayatkan juga dari Jabir ibn Samurah, Jabir ibn Abdullah, Abu Barzah Al- Aslami, Ibnu Abbas, Abu Said Al-Khudri, Zaid ibn Khalid Al-Juhani dan Ibnu Umar ra. Hadits ini menegaskan keutamaan kita melambatkan Isya' dan menyatakan bahwa hikmah tidak diberatkan kita menta'khirkan Isya' (melambatkannya lebih utama) adalah untuk menjaga kemaslahatan umat juga. Hadits ini juga menyatakan bahwa waktu Isya' berlangsung hingga sepertiga malam, atau hingga separuhnya.

Hadits (344), menyatakan bahwa apabila makmum telah berkumpul, hen- daklah imam menyegerakan shalat.

Hadits (345), menyukai kita menta'khirkan shalat Isya' supaya lama menanti shalat Isya'. Menanti-nanti jamaah datang, adalah disyariatkan. Ringkasnya hadits ini memberi pengertian supaya imam memperhatikan hak jamaah.

Di antara fuqaha yang menetapkan, bahwasanya syafaq, mega merah, selain Ibnu Umar ialah Ibnu Abbas, Abu Hurairah dan 'Ubadah. Di antara imam-imam madzhab ialah Malik, Asy-Syafi'y, Ibnu Abi Laila, Ats-Tsauri, Abu Yusuf, Muhammad, Abu Tsaur dan Daud. Di antara Ulama Ahlul Bait yang berpendapat demikian, ialah Zaid ibn 'Ali, Al-Qasim, Al-Hadi, Al-Mu'ayad Billah, Abu Thalib dan Nashir. Di antara imam lughah yang menetapkan begitu, Al-Khalil dan Al-Farra.

Abu Hanifah, Al-Auza-y, Al-Muzani, Al-Baqir mengatakan, "Syafaq ialah cahaya putih (cahaya terang)." Pendapat ini diriwayatkan oleh Muadz ibn Jabal, Umar ibn Abdul Aziz dan dipegang oleh Ibnu Mundzir dari ulama Syafi'iyah.

Ahmad mengatakan, "Syafaq adalah warna merah dalam padang luas dan cahaya putih (cahaya terang) dalam kampung."

Ibnu Hazm (yang dinukilkan juga oleh Ibnu Sayyidin Nas dalam Syarah At-Turmudzy) mengatakan, "Para sarjana yang mengetahui urusan matha'li dan magharib (terbit dan tenggelam matahari), menetapkan bahwa cahaya putih, hilang pada sepertiga malam pertama (pada penghujungnya). Kemudian beliau berkata: telah diyakinkan, bahwa waktu shalat Isya' telah masuk sebelum sepertiga malam pertama. Nash telah menegaskan, bahwa waktu Isya' masuk sebelum lenyap syafaq yang diartikan dengan cahaya putih. Kalau demikian, teranglah, bahwa waktu Isya' telah masuk dengan lenyapnya syafaq yang diartikan dengan mega merah."

Diriwayatkan dari Makhul, bahwa beliau berkata: "Apabila telah hilang mega merah, shalatlah kita." Sufyan mengatakan, "Yang demikian itu lebih kami sukai. Dialah syafaq, menurut paham kami. Cahaya putih tidak hilang sebelum berlalu sebagian malam."

An-Nawawy mengatakan, "Seluruh ulama menetapkan, bahwa awal waktu Isya' ialah hilang syafaq, walaupun mereka berselisih dalam menetapkan pengertian syafaq itu. menurut kami: syafaq itu, mega merah, bukan cahaya putih."

Ulama juga berbeda pendapat tentang akhir waktu Isya'. 'Umar ibnul Khaththab, Asy-Syafi'y 'Umar ibn Abdil Aziz, Al-Hadi dan Al-Qasim mengatakan, akhir waktu Isya' adalah sepertiga malam. Menurut riwayat lain, dari Asy-Syafi'y juga bahwa akhir waktu Isya' adalah tengah malam. Al-Baghawi, Ar-Rafi'i, Al- Mawardi, Al-Ghazaly dan Asy-Syasi menetapkan bahwa pendapat yang lebih shahih dari Asy-Syafi'y adalah akhir Isya' sepertiga malam. Abu Ishak Asy-Syirazi mengatakan, bahwa yang lebih shahih dari pendapat Asy-Syafi'y, bahwa akhir Isya' adalah separuh malam. Menurut pendapat Abu Hanifah, akhir waktu Isya' saat terbit fajar.

An-Nawawy mengatakan, "Menurut pendapat kami (ulama Syafi'iyah), Isya' mempunyai empat waktu yaitu waktu fadhilah, waktu ikhtiyar, waktu jawaz dan waktu udzur. Waktu fadhilah ialah permulaan waktunya. Waktu ikhtiyar, sesudah awal waktu hingga sepertiga malam atau separuhnya. Waktu jawaz adalah dari separuh malam hingga terbit fajar. Waktu udzur ialah waktu Maghrib bagi mereka yang menjamak shalat karena safar atau hujan." Al-Ishthakhir mengatakan, "Apabila telah hilang waktu ikhtiyar, hilanglah waktu Isya' dan berdosalah orang yang tidak mengerjakan shalat Isya' dalarn waktu ikhtiyar dan menjadilah shalat Isya' yang dikerjakan menjadi qadha." 

Ibnu Hazm mengatakan, "Menetapkan akhir waktu Isya' hingga fajar adalah kesalahan yang nyata." Ibnu Qudamah mengatakan, "Apabila telah berlalu sepertiga malam, hilanglah waktu ikhtiyarnya. Adapun waktu darurat adalah hingga fajar."

Pengarang At-Tatimmah mengatakan, "Di daerah kutub, ada waktu yang malam- nya pendek. Karena demikian, syafaq tidak hilang di tempat tersebut. Menetapkan waktu Isya' untuk tempat-tempat tersebut ialah setelah berlalu waktu yang menurut di tempat-tempat lain safaq telah hilang.

Ada yang mengatakan, antara Maghrib dengan Isya' kira-kira seperenam malarn. Maka kalau panjang separuh (seperdua) malam, panjanglah seperenam malam. Kalau panjang, separuh (seperdua) malam, panjangnya seperenamnya. Kalau pendek, pendeklah seperenamnya.

Ulama salaf berbeda-beda pula pendapatnya tentang hukum melambatkan Isya'. Asy-Syafi'y dalam kitab qadimnya, Al-Ima," menyukai supaya Isya' disegerakan di awal waktu. Dalam kitab-kitabnya yang jadid, Al-Umm dan lainnya, menyukai Isya' dilambatkan, berdasar kepada hadits ini. Abu Hanifah, Malik, Ahmad, Ishak dan lain-lain berpendapat bahwa melambatkannya hukumnya sunnat.

Dihikayatkan oleh At-Turmudzy, bahwa yang demikian dari kebanyakan ulama, sahabat dan tabi'in dan dinukilkan juga oleh Ibnu Mundzir dari Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, Abu Hanifah dan Asy-Syafi'y An-Nawawy mengatakan, "Menurut dalil, melambatkan Isya' adalah yang lebih shahih dalam madzhab Asy-Syafi'y, sebagaimana yang telah ditahqiqkan Az- Zahiri dalam Al-Kafi.

Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan, "Orang yang sanggup melambatkan Isya', tidak takut akan tertidur, tidak menyusahkan para makmum, lebih utama baginya melambatkan Isya'." Dinukilkan oleh Ibnu Mundzir dari Al-Laits dan Ishak, bahwa batas melambatkan itu, hingga sebelum sepertiga malam.

Ibnu Daqiqil Id mengatakan, "Apabila berlawanan dua perkara pada sese- orang, mendahulukan shalat di awal waktu, dengan sendiri, atau melambatkannya dengan jamaah, maka yang manakah yang lebih utama. Menurut pendapatku, lebih utama dilambatkan untuk jamaah." Ibnu Hazm mengatakan, "Menyegerakan shalat di awal waktunya, diutamakan, selain dari shalat atamah yang utama dita'khirkan dalam segala keadaan, kecuali kalau menyukarkan dan kecuali Zhuhur untuk jamaah di musim panas."

Mengenai awal waktu Isya', kita mentarjihkan pendapat Ibnu Umar. Mengenai akhir waktu Isya', menurut hasil yang diperoleh dari mengumpulkan hadits-hadits yang berkenaan dengan waktu Isya', ialah separuh malam. Kebolehan shalat Isya' sesudah separuh malam hingga fajar, ditentukan untuk orang-orang yang udzur saja. Penetapan ini tidak dapat dibantah lagi, karena hadits terang menyatakan, ila nishfil lali (hingga tengah malam).

Mengenai hal melambatkan Isya' hingga sebagian malam, telah ditegaskan oleh sabda Nabi dan perbuatan-perbuatannya sendiri. Karena itu, lebih utama menta'khirkan shalat Isya', istimewa jika kita sendiri. Hadits tersebut menyatakan selanjutnya, bahwa ibadah shalat telah wajib dengan masuk waktunya. Hadits- hadits yang menyuruh agar kita menyegerakan shalat di awal waktu, tidak mengenai Isya' dan Zhuhur di musim panas."

Referensi Berdasarkan Tulisan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Dalam Bab Waktu-waktu Shalat Fardhu (Shalat Maktubah)