Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HUKUM-HUKUM TENTANG TAYAMMUM

HUKUM-HUKUM TENTANG TAYAMMUM

BERTAYAMMUM KARENA TIDAK MENDAPAT AIR DAN KARENA TAKUT DINGIN BAGI ORANG JUNUB

268) Imran ibn Hushain ra. berkata:

كُنَّامَعَ رَسُولِ اللهِ ﷺ فِي سَفَرٍ فَصَلَّى بِالنَّاسِ فَإِذَا هُوَ بِرَجُلٍ مُعْتَزِل فَقَالَ: مَا مَنَعَكَ أَنْ تُصَلِّي؟ قَالَ: أَصَابَتْنِي جَنَابَةً وَلَامَاءَ، قَالَ: عَلَيْكَ بِالصَّعِيدِ فَأَنَّهُ يَكْفِيكَ

"Kami beserta Rasulullah saw. di dalam suatu safar (perjalanan). Maka Rasulullah shalat dengan kami (para sahabatnya). Dalam pada itu ada seorang laki-laki mengasingkan diri, tidak shalat. Melihat itu, Rasulullah saw. bertanya: "Apakah yang menghalangi kamu shalat?" Orang itu menjawab: "Saya berjunub dan tidak mendapat air." Mendengar itu Rasulullah saw. bersabda: "Pakailah sha'id (ber- tayammumlah kamu); tayammum itu cukup untuk kamu." (HR. Al-Bukhary dan Muslim; Al-Muntaqa 1: 160)

269) 'Abdurrahman ibn Jubair ra. menerangkan:

إِنَّ عَمْرَو بْنِ الْعَاصِ لَمَّا بُعِثَ فِي غَزْوَةِ ذَاتِ السَّلَاسِلِ قَالَ: احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ شَدِيْدَةِ الْبَرْدِ فَاشْفَقْتُ إِِنِْ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلِكَ فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي صَلَاةَ الصُّبحِ. فَلَمَّا قَدِمْنَا عَلَى رَسُولِ اللهِ لا ذَكَرُوا ذَلكَ لَهُ، فَقَالَ: يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ؟ فَقُلْتُ: ذَكَرْتُ قَوْلَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ: وَلَأَتَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا، فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَلَمْ يَقُلْ شَيْئًا

Di waktu Amr ibn Ash diutus Rasulullah saw. pergi ke peperangan Dzatus Salasil, beliau berkata: "Saya bermimpi pada malam yang dingin, maka saya takut mandi. Karena itu saya pun bertayammum, lalu saya shalat Shubuh dengan kawan-kawan. Di ketika kami kembali kepada Rasulullah, teman-temanku menerangkan hal itu kepada Rasulullah saw." Rasulullah berkata: "Hai Amr apakah kamu shalat beserta teman-temanmu padahal kamu berjunub?" Amr menjawab: "Ya Rasulullah." Saya ingat firman Allah: "Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah sangat menyayangi kamu." Karena itu saya pun bertayammum dan kemudian shalat. Maka Rasul saw. tertawa dan tidak mengatakan apa-apa lagi." (HR. Ahmad, Abu Dawud; Al-Muntaqa 1: 163) 270)

Ibnu Abbas ra, berkata:

قَالَ النَّبِيُّ: إِذَا كَانَتْ بِالرَّجُلِ الجَرَاحَةُ فِي سَبيلِ اللَّهِ وَالْقُرُوْحُ فَيُجْنِبُ فَيَخَافُ أَنْ يَمُوتَ اِنِ غُتَسَلَ تَيَمَّمَ

"Apabila seseorang laki-laki mendapat luka dalam peperangan, atau mendapat luka bisul, lalu berjunub, maka ia takut mati jika mandi, hendaklah ia bertayammum." (HR. Ad-Daraquthny; Bulughul Maram: 27)

SYARAH HADITS

Hadits (268) menyatakan bahwa kita boleh bertayammum ketika tidak mem- peroleh air. Tidak ada perbedaan dalam masalah ini antara si junub dengan bukan. Laki-laki yang mengasingkan dirinya itu ialah Khalid ibn Malik Al-Anshary

Hadits (269) Al-Bukhary juga meriwayatkan hadits ini dengan sanad yang mu'allaq, (dengan membuang permulaan sanad). Hadits ini menyatakan, bahwa orang junub boleh bertayammum ketika hari sangat dingin dan takut menderita sakit, jika ia mandi.

Hadits (270) menyatakan bahwa boleh bertayammum bagi orang junub yang takut mati kedinginan kalau memakai air. Diantara fuqaha, ada perselisihan paham tentang kebolehan bertayammum apabila tidak memperoleh air, baik oleh yang berjunub, maupun oleh yang lainnya. Para fuqaha berpendapat bahwa apabila orang berjunub yang telah shalat dengan bertayammum saja, kemudian ia menjumpai air, wajiblah ia mandi dan shalat yang dikerjakannya dengan bertayammum tidak diulangi lagi.

Abu Ishaq Az-Zajjij mengatakan: "Sha'id atau tanah yang disebut dalam hadits Imran ibn Husain ini ialah permukaan bumi. Maka hendaklah orang yang bertayammum, memakai tanah yang di muka bumi, baik tanah itu berdebu, ataukah tidak. Karena makna sha'id, ialah tanah permukaan bumi, bukan debu. Segala ahli laghah menetapkan makna sha'id demikian."

Abu Hanifah dan Malik mengatakan: "Boleh bertayammum dengan segala unsur-unsur bumi dan boleh bertayammum karena dingin. Shalat-shalat yang dikerjakan dengan tayammum itu tidak wajib diulangi."

Asy-Syafi'y mengatakan: "Kalau kejadian itu di kampung tempat ia mukim, shalat itu diulangi, kalau dalam safar (perjalanan) tidak diulangi."

Asy-Syafi'y dan Ahmad mengatakan: "Orang yang berjunub tidak boleh bertayammum, terkecuali apabila takut mati jika memakai air."

Ulama Hadawiyah, Abu Hanifah dan Malik, demikian pula Asy-Syafi'y dalam salah satu pendapatnya, berpendapat bahwa bertayammum karena takut akan mu- darat saja, dibolehkan, walaupun kemudaratan yang ditakuti itu tidak membawa maut. Dawud dan Mansur berpendapat seseorang yang sakit boleh bertayammum, walaupun tidak takut akan memperoleh kemudaratan jika memakai air. Zhahir ayat Al-Qur'an menegaskan, bahwa orang yang sakit itu, boleh bertayammum, baik yang sakit itu berjunub, ataupun tidak. Karena itu dalam masalah ini pendapat yang sesuai dengan zhahir ayat, hanyalah pendapat Dawud dan Mansur. Tegasnya, orang junub yang tidak mendapatkan air, boleh bertayam- mum. Kedinginan yang amat sangat, boleh bertayammum.

Luka dan bisul-bisul, orang yang berjunub membolehkan tayammum, walaupun ia tidak takut mati, atau memudaratkan karena mengambil wudhu. Kebolehan bertayammum karena kedinginan, dipahamkan dari: "maka Rasul saw. tertawa dan tidak mengatakan apa-apa lagi," ketika mendengar jawaban Amr ibn Ash.

Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits-hadits Hukum-1 Bab Hukum-hukum tentang Tayammum