PERMULAAN WAKTU ASHAR DAN AKHIRNYA
314) 'Abdullah ibn Amr ra, berkata:
قَالَ رَسُولُ الله وَقْتُ الظُّهْرِ مَالَمْ يَخْضُرِ الْعَصْرُ، وَوَقْتُ صَلَاةَ الْعَصْرِ مَالَمْ تَصْفَرِّ الشَّمْسُ، وَوَقْتُ صَلَاةِ الْمَعْرِبِ مَالَمْ يَسْقُط ثَوْرُ الشَّمْسِ، وَوَقْتُ صَلَاةِ الْعِشَاءِ إِلَى نِصْفِ الَّيْلِ، وَوَقْتُ صَلَاةِ الفَجْرِ مَالَمْ يَطْلُعُ قَرْنُ الشَّمْسِ
"Rasulullah saw. bersabda: Waktu shalat Zhuhur ialah selama belum datang waktu Ashar, Waktu Ashar selama belum kuning matahari. Waktu Maghrib selama belum hilang sinar syafaq (mega merah). Waktu Isya' sehingga separuh malam. Waktu fajar (Shubuh) sehingga belum terbit sebagian matahari." (HR. Ahmad, Muslim, An-Nasa'y dan Abu Daud; Al-Muntaqa 1: 205-206)315) Hisyam berkata:
كَانَ رَسُولُ اللهِ ﷺ يُصَلِّى الْعَصْرَ وَالشَّمْسُ وَاقِعَةٌ فِي حُجْرَتِي
"Aisyah ra. berkata: Rasulullah saw. mengerjakan shalat Ashar, sedang dalam bilikku belum kelihatan bayangan matahari." (HR. Muslim; Shahih Muslim I: 230)SYARAH HADITS
Hadits (315) ini diriwayatkan dengan berbagai lafazh. Hadits ini menyatakan, bahwa Nabi saw. mengerjakan shalat Ashar di permulaan waktunya, yaitu ketika bayangan sesuatu menjadi sepertinya. Dimaksud dengan matahari masih dalam biliknya, ialah masih ada cahaya matahari di biliknya, belum hilang semua cahaya- nya karena tertutup oleh bayangan.
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, "Al-Bukhary tidak meriwayatkan hadits yang menegaskan permulaan waktu Ashar, yaitu ketika terjadi bayangan sesuatu sepertinya. Akan tetapi, Muslim telah meriwayatkan beberapa hadits yang menegaskan maksud tersebut." Kemudian Ibnu Hajar mengatakan, "Menetapkan awal Ashar dari mulai bayangan sesuatu menjadi sepertinya, adalah pegangan semua ulama. Abu Hanifah saja yang berpendapat, bahwa awal Ashar, adalah ketika bayangan sesuatu telah menjadi dua kali sepertinya."
Al-Qurthuby mengatakan, "Pendapat Abu Hanifah ini ditentang oleh ulama- ulama yang lain, bahkan ditentang oleh kedua sahabat Abu Hanifah sendiri, yakni: Abu Yusuf dan Muhammad ibn Al-Hasan dan oleh murid-muridnya yang lang- sung mengambil pelajaran dari padanya."
Pendapat Abu Hanifah ini juga telah dibantu dan dikuatkan oleh jamaah ulama yang datang kemudian. Mereka mengatakan, telah sah dari Nabi bahwa beliau memerintahkan kita menelatkan shalat Zhuhur ketika panasnya terik. Keadaan matahari telah teduh, ialah apabila bayangan sesuatu telah menjadi dua kali.
Jumhur ulama berpendapat, bahwa akhir waktu Ashar ialah ketika matahari terbenam sebagian. Abu Hanifah mengatakan, akhir waktu Ashar adalah matahari telah kuning." Al-Ishthakhiri mengatakan, "Akhir Ashar, adalah ketika bayangan telah menjadi dua kali. Shalat yang dikerjakan sesudahnya, maka hukumnya qadha." An-Nawawy mengatakan, perkataan sahabat kami (ulama-ulama Syafi'iyah), bahwa shalat Ashar mempunyai lima waktu:
- Waktu fardhilah.
- Waktu ikhtiyar
- Waktu jawaz yang makruh.
- Waktu jawaz yang tidak makruh.
- Waktu udzur.
Waktu jawaz yang tidak disertai kemakruhan, ialah dari bayangan sesuatu menjadi dua kali hingga kuning matahari. Waktu jawaz yang disertai kemakruhan, ialah waktu Zhuhur orang yang mengumpulkan Ashar dengan Zhuhur karena safar atau hujan. Shalat yang dikerjakan dalam jangka waktu yang lama ini, dinamakan ada" (tunai). Jika dikerjakan sesudah terbenam matahari, dinamakan qadha.
Menetapkan awal Ashar dengan bayangan sesuatu menjadi sepertinya, dibenarkan oleh banyak hadits. Para sahabat mengerjakan shalat Ashar beserta Nabi. Sesudah selesai shalat, mereka pergi ke dusun-dusun Madinah, ketika itu matahari masih tinggi. Hal ini diberitakan oleh jamaah ahli hadits, selain At-Turmudzy, dari Anas ra. Kemudian tidak ada hadits yang dapat menolak dengan tegas keterangan ini.
Memperhatikan hadits-hadits yang berkaitan dengan soal ini, diperoleh kesan, bahwa akhir waktu Ashar hingga kuning matahari, adalah akhir Ashar bagi orang yang tidak terhalang mengerjakan dalam waktu antara awalnya dengan kuning matahari itu. Bagi orang yang ada udzur, akhir waktunya hingga terbenamn sebagian matahari.
Asy-Syafi'y menegaskan, bahwa akhir waktu Ashar yang mukhtar, ialah ketika bayangan sesuatu menjadi dua kali sepertinya dan akhir waktu darurat, ialah sehingga terbenam matahari.
Kitab Al-Hujah, menyebutkan banyak hadits yang menegaskan, bahwa akhir waktu Ashar, sejak tergelincir matahari, sehingga bayangan sesuatu menjadi dua kali sepertinya, yakni akhir waktu mukhtar (waktu ikhtiyar) itu. Tegasnya, waktu Ashar masih ada, selama matahari masih putih bersih. Inilah yang ditunjukkan oleh hadits: "waktu Ashar selama belum kuning matahari." Perlawanan antara hadits ini dengan hadits yang menerangkan bahwa akhir waktu Ashar ketika bayangan sesuatu menjadi dua kali sepertinya, dihilangkan dengan mentarjihkan hadits ini atas hadits tersebut.
Berdasarkan Tulisan Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy Bab Waktu Shalat Ashar Dalam Buku Koleksi Hadits-Hadits Hukum jilid-1