Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

HAL YANG MEMBATALKAN PUASA

PENGHALANG-PENGHALANG PUASA, HAL-HAL YANG MEMBATALKANNYA, HUKUM-HUKUM YANG DIKENAKAN ATAS ORANG YANG MEMBATALKANNYA

PENGHALANG-PENGHALANG PUASA.

Puasa itu dihalangi pelaksanaannya oleh haidl dan nifas. Keduanya ini menghalangi wanita berpuasa. Wanita berhaidl dan nifas tidak boleh berpuasa selama berhaidl dan nifas, bahkan haram, dan hendaklah mengqadlanya. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisyah ujarnya:

كُنَّا نَحِيْضُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صلعم فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ 

"Kami ditimpa haidl dimasa Rasulullah SAW., maka kami diperintahkan menggadla puasa dan tidak diperintahkan mengqadla shalat." 

PEMBATAL-PEMBATAL PUASA

Oleh karena menahan diri dari makan dan minum, dan bersetubuh, adalah rukun puasa, maka sengaja melakukan salah satu dari yang tersebut, membatalkan puasa. Walhasil, barangsiapa makan, minum dan bersetubuh, dengan sengaja, padahal dia sedang berpuasa, batallah puasanya: berdosalah ia dan terkutuklah ia dari Allah dan dari segala yang mengutuk.

Maka pekerjaan-pekerjaan yang membatalkan puasa, ialah: 

1. Berniat berbuka puasa

Apabila seorang membatalkan niat puasa, walaupun dia tidak makan sesuatu, batallah puasanya; karena niat itu rukun puasa.

2. Makan, minum dan bersetubuh dengan sengaja

Barangsiapa sengaja makan dan minum dan bersetubuh, batallah puasanya, dan berdosalah, lagi terkutuklah ia dari Allah dan dari segala yang mengutuk. Dalil yang membatalkan puasa dengan makan dan minum ialah Firman Allah SWT.: 

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبيضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

"Dan makan dan minumlah kamu sehingga nyata kepadamu benang pu- tih dari benang hitam yaitu fajar. " (Ayat 187: S. 2: Al Baqarah ).

Dan Hadits Rasulullah SAW. yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah:

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَخَلُوفُ قَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِندَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ، يَتْرُكُ طَعَامَهُ وَشَهْوَتَهُ لِأَجْلِى 

"Demi Tuhan yang diriku ditangannya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi disisi Allah dari bau kasturi; ia meninggal- kan makannya dan syahwatnya karena-Ku."

Diriwayatkan oleh Ad Daraquthni dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah SAW. bersabda:

منْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ فَاَكَلَ وَشَرِبَ فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَسَقَاهُ
"Barangsiapa lupa sedang ia lagi berpuasa lalu ia makan dan minum, maka hendaklah ia sempurnakan puasanya. Hanyasanya Allah telah memberi makan dan minum kepadanya."

Diberitakan oleh Ahmad dari Ummu Ishak, ujarnya: Bahwa Ummu Ishaq (seorang budak yang telah dimerdekakan kepunyaan seorang Shahabat) berada di sisi Rasulullah SAW. lalu dibawa kepada Rasulullah satu mangkuk tsarid. Maka makanlah aku (Ummu Ishaq) beserta Rasul SAW. sendiri. Kemudian teringatlah aku bahwa aku berpuasa, lalu aku khabarkan kepada Rasulullah SAW. Maka berkatalah kepadaku Dzulyadain: "Sekarang, setelah engkau kenyang." Karenanya Rasulpun bersabda:

اأَتِمِّي صَوْمَكِ فَإِنَّمَا هُوَ رِزْقٌ سَاقَهُ اللَّهُ إِلَيْكِ .
"Sempurnakanlah puasamu, yang telah kamu makan hanya rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu."

Akan tetapi setengah ulama yakni Malik dan Abu Laila menghukum batal puasa yang dibatalkan dengan makan yang tidak disengaja dan mewajibkan qadla. Pendapat ini tertolak, karena berlawanan dengan Hadits-hadits yang di atas.

3. Memasukkan ke dalam perut lewat kerongkongan, makanan yang tidak mengenyangkan

Telah berijma' ulama atas terbukanya puasa dengan makan dan minum. Adapun makan barang yang tidak mengenyangkan (bukan makanan dan minuman, garam umpamanya), maka Jumhur ahli ilmu pengetahuan berpendapat membatalkan puasa juga. Berkata Al Hasan Ibn Sabbagh: "Tidak terbuka puasa dengan yang bukan makanan, atau minuman."

4. Muntah dengan sengaja

Dan juga batal puasa pada penetapan sebagian ahli-ahli tahqiq karena muntah yang sengaja, berdasarkan Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda:

مَنْ ذَرَعَهُ القَيْيءُ فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ ، وَمَنِ اسْتَقَاء فَعَلَيْهِ الْقَضَاءُ 
"Barang siapa terpaksa muntah, niscaya tak ada qadla atasnya. Barang siapa sengaja muntah, hendaklah ia qadlakannya."

Kemudian hendaklah dimaklumi, bahwa disyaratkan kebatalan puasa dengan karena yang tersebut, kesengajaan melakukannya.

Kata setengah ulama: "Muntah yang disengaja, membatal- kan puasa, jika ada yang kembali ke dalam perut." Kata Al Khaththabi: "Saya tidak mengetahui ada perselisihan paham antara ahli ilmu bahwa yang terpaksa muntah tak ada qadla atasnya Tetapi orang yang sengaja muntah, wajib atasnya qadla."

5. Melihat bulan 

Apabila seseorang yang sedang berpuasa, tiba-tiba melihat bulan Syawal, maka batallah puasanya.

6. Kedatangan haidl

Apabila datang haidl kepada seseorang wanita atau melahir- kan, walaupun di akhir siang, batallah puasanya.

7. Mengeluarkan mani dengan sengaja (onani)

Apabila seseorang mengeluarkan mani dengan sengaja, karena mencium perempuan atau memeluk isteri, atau mempergunakan tangan sendiri atau tangan isterinya, baik berlapik atau tidak, maka batallah puasanya dan wajib qadla.

Menurut Abdul Fattah dalam kitabnya Ash Shiyam, onani dengan tangan sendiri haram, dan dibolehkan dengan tangan isterinya.

Demikianlah pendapat jumhur ulama: Tetapi kalau mani itu keluar karena memandang perempuan, atau memikiri persetubuhan, maka sama dengan bermimpi di siang hari, tidak membatalkan puasa dan tidak wajib qadla.

8. Bersetubuh

Apabila seseorang bersetubuh di siang hari dalam keadaan berpuasa, maka batallah puasanya dan wajiblah dia qadla serta memberi kaffarat.

Apabila seseorang merusakkan puasanya dengan bersetubuh, lazimlah atasnya memberi kaffarat, yakni: memerdekakan seorang budak: jika tak sanggup, hendaklah berpuasa dua bulan berturut-turut; jika tak sanggup pula, hendaklah memberi makanan 60 orang miskin.

9. Bersetubuh di waktu fajar, karena menyangka belum fajar 

Apabila seseorang karena menyangka, bahwa fajar masih lama lagi akan terbit, lalu bersetubuh, dalam persetubuhan itu fajarpun keluar atau kedengaran bunyi beduk shubuh, maka wa jiblah menghentikan persetubuhan dengan segera, langsung, tak boleh ia teruskan lagi. Jika ia meneruskan, berarti ia telah merusak puasanya dengan bersetubuh yang disengajanya.

Demikian pulalah halnya dengan orang yang makan atau minum waktu itu.

Jelasnya, apabila seorang makan atau minum, karena me nyangka telah terbenam matahari atau belum terbit fajar, kemu- dian nyata berlawanan dengan persangkaannya, maka menurut pendapat Jumhur Ulama, di antaranya Imam Empat, wajib qadla atasnya.

Menurut pendapat Ishaq, Daud, Ibnu Hazam, 'Atha', Ur- wah, Al Hasanul Bisri dan Mujahid, puasanya itu sah, tidak me wajibkan qadla."

Diriwayatkan oleh Abdur Razzaq, ujarnya: Diterangkan kepada kami oleh Muammar dari Al Amasy dan Zaid Ibn Wahab katanya:

 كنتُ جَالِسََافِي مَسْجِدِ رَسُولِ اللهِ فِي رَمَضَانَ زَمَنَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَابِ فَاُتِيْنَا بِعِسَاسٍ فِيهَا شَرَابٌ مِنْ بَيْتِ حَفْصَةَ فَشَرِبْنَا وَنَحْنُ نَرَى أَنَّهُ مِنَ اللَّيْلِ ثُمَّ انكَشَفَ السَّحَابُ فَإِذَا الشَّمْسُ طَالِعَةٌُ، قَالَ : فَجَعَلَ النَّاسُ يَقُولُونَ نَقْضِى يوْمََا مَكَانَهُ ؟ فَقَالَ عُمَرُ، وَاللهِ لَا نَقْضِهِ مَا تَحَانَفْنَا لِإِثْمٍ

"Adalah aku duduk dalam mesjid Rasulullah SAW. di bulan Ramadlan di masa Umar Ibn Khathab. Maka dibawalah kepada kami suatu tempayan besar dari rumah Hafsah, di dalamnya ada minuman. Maka kami pun minum. Kami pada waktu itu berpendapat, bahwa matahari telah terbenam, kemudian awanpun hilang dan nampaklah matahari. Berkata Zaid. "Para hadirin berkata: "Kita qadhakan satu hari ditempatnya (sebagai penggantinya). Maka berkata Umar: "Demi Allah tiada kita mengqadlainya. Kita tiada berbuat dosa."

Jelasnya, makan minum dan bersetubuh, karena menyangka matahari telah terbenam (telah malam), atau menyangka belum subuh, tidak merusakkan (membatalkan) puasa, berdasarkan Firman Allah:

ْلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُم بِهِ ، وَلَكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوْبُكُم

"Tak ada dosa atas kamu terhadap pekerjaan yang kamu lakukan dengan kesilapan, tetapi dosa itu dengan yang disengajakan oleh hatimu." (Ayat 5, S. 33; Al Ahzab)

Diriwayatkan oleh Al Bukhari dari Asma' binti Abu Bakar, ujarnya: "Pada suatu hari kami berbuka dalam keadaan mendung di masa Rasulullah SAW. kemudian nyata matahari belum terbenam."

Kata Ibn Taimiyah: "Peristiwa ini menunjukkan kepada dua hal:

  • Tidak disukai dalam keadaan mendung kita melambatkan berbuka hingga kita yakin terbenam matahari. Para Shahabat tidak menyukai yang demikian dan Nabi tidak menyuruh pula mereka melambatkan padahal Shahabat itu adalah orang yang lebih ta'at kepada Allah dan Rasulnya
  • Tidak wajib qadla, karena Nabi tidak menyuruh mereka menggadlanya. Sekiranya Nabi ada menyuruh, tentulah terkenal hal itu dalam masyarakat. Oleh karena tidak ter kenal nyatalah bahwa Nabi tidak menyuruh.

PERKARA-PERKARA YANG DIPERSELISIHKAN MEBATALKAN PUASA
Sebahagian Fuqaha mengatakan, bahwa puasa itu batal karena:
  1. Mimpi bersetubuh dengan perempuan.
  2. Berbekam.
  3. Mengeluarkan mani dengan tangan.
  4. Berpeluk-peluk dengan isteri, baik mengeluarkan mani atau mazi saja dan mencium perempuan dengan sampai keluar mani.
  5. Keluar darah dari gigi atau kerongkongan. 
  6. Menitikkan obat ke dalam telinga, atau kemaluan dan menghirup obat ke hidung. 
  7. Injeksi, ataupun kemasukan lalat ke dalam kerongkongan.
  8. Kemasukan air karena madlmadlah atau istinsyak. 
Sebahagian ahlut tahqiq menandaskan, bahwa tidak batal puasa karena sebab-sebab yang tersebut di atas ini. Kata Ibnu Hazm: "Tidak batal puasa karena berbekam, bermimpi, mengeluarkan mani dengan tangan, berpeluk dengan isteri, baik keluar mani atau tidak, baik mengeluarkan mazi atau tidak, muntah yang tidak tertahan, darah yang keluar dari gigi. atau perut, selama tidak disengaja menelannya, menghirup obat kehidung, menitikkan obat ke telinga, atau ke dalam kemaluan, bercelak atau menghirup air ke hidung walaupun sampai ke kerongkongan. Juga tidak batal puasa, karena berkumur-kumur yang tidak disengaja memasukkan air dalam kerongkongan, kemasukan tepung, watha' dan makan karena menyangka masih jauh malam, atau karena menyangka telah terbenam matahari, dan karena mengunyah makanan, atau merasanya selama tidak di sengaja menelannya."

Berdasrkan Buku Pedoman Puasa Karangan Tgk. Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy