Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Karya Ilmiah Pada Masa Abbasiyah

Karya Ilmiah Pada Masa Abbasiyah
Di antara karya para ilmuan dalam bidang teknik dalam masa kejayaan Islam pada Dinasti Abbasiyah selain dari kitab Al-Jabr Wa Al-Muqabalah karangan Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi juga ada Buku terjemahan yang berjudul Al-Ushul Al-Handasiyah (Elements Geometri Euclides), buah karya dari Euclides.

Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Hunain bin Ishaq, hingga menorehkan keberhasilan gemilang dan memberikan kesempatan kepada seluruh generasi sesudahnya untuk mengenali salah satu cabang ilmu matematika, yang berinteraksi dengan titik, garis, bidang permukaan dan kekosongan, yang dimaksudkan untuk mempelajari bentuk-bentuk dari segi volume dan luasnya.

Al-Hajjaj bin Yusuf bin Mathar yang hidup pada masa pemerintahan khalifah Harun Ar-Rasyid dan Al-Makmun, mencanangkan penerjemahan dan mengomentari buku Al-Ushul Al-Handasiyah, karya: Euclides sebanyak dua kali. Yang pertama diberi nama Al-Haruni dan yang kedua dikenal dengan nama Al-Makmuni.

Buku ini juga diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Abu Ar- Raihan Al-Bairuni dan ia menulis sebuah artikel yang membahas tentang penyelesaian permasalahan yang dikemukakan dalam point ketiga belas.

Buku yang ditulis Euclides ini menjelaskan tentang prinsip-prinsip penting yang dalam masa sekarang kita kenal dengan nama Al-Handasah Al-Iglidiyyah (Geometri Euclides), yang ditulis dalam lima belas point; Empat di antaranya membahas tentang permukaan bidang, satu point tentang ukuran-ukuran yang berkesesuaian, yang lain tentang hubungan permukaan bidang yang satu dengan yang lain, tiga point dalam masalah bilangan, contoh-contoh geometri, sebuah point logika, lima point tentang benda-benda. 

Terjemahan Arabnya dibuka di hadapan para ilmuwan Timur maupun Barat agar mereka menimba ilmu darinya hingga masa kita seperti sekarang ini.

Buku karya Euclides dalam bidang teknik ini mendapat perhatian serius dari para matematikawan Arab dan umat Islam. Ada di antara mereka yang mempelajarinya secara menyeluruh dan kompleks dan adapula yang merangkumnya ataupun menambahkan teori-teorinya. memperbanyak bukti-bukti dan metode penyelesaian masalah. Bahkan adapula yang menulis sesuai dengan metode penulisannya dan berinovasi dalam beberapa masalah teknik rekayasa yang baru, dimana sebagian di antara masih dikenal dengan nama penemunya. Misalnya, masalah yang diteliti Ibnu Al-Haitsam, tepatnya ketika meneliti tentang pantulan cahaya melalui Geometri. Dalam bab Al-Fiziya atau Fisika, kami akan menjelaskan lebih mendetail.

Untuk menjelaskan metode ilmiah dalam sistem penelitian dan cara berpikir yang dipergunakan para ilmuwan pada masa kejayaan peradaban Islam, kami akan menjelaskan metode yang mereka pergunakan dalam memahami teori garis-garis persamaan yang dikemukakan Euclides dan mencermati perkembangannya di tangan-tangan mereka hingga muncullah teknik-teknik rekayasa yang berkontradiksi dengan teori Euclides pada dua abad, delapan belas dan sembilan belas Masehi.

Dalam Ushul Al-Handasah (Elements Geometri Euclides), Euclides menyatakan, "Bahwasanya postulat-postulat ataupun yang menjadi dasar seluruh ilmu-ilmu teknik adalah:

  1. Kita dapat membuat garis lurus di antara dua titik.
  2. Kita dapat memanjangkan garis lurus dari kelurusannya.
  3. Kita dapat menggambar lingkaran pada titik manapun dan dengan jarak berapa pun.
  4. Sudut-sudut yang tegak lurus secara keseluruhan memiliki ukuran yang sama.
  5. Apabila sebuah garis lurus memotong dua garis lurus yang lain, maka dua sudut di dalamnya yang berada pada arah yang sama akan lebih pendek dari dua sudut yang tegak lurus. Sebab dua garis lurus itu bertemu pada sisi tersebut jika diperpanjang dari kelurusannya.
Dinasti Abbasiyah ini memiliki banyak kebaikan dan kemuliaan, menjadi pusat ilmu pengetahuan dan peradaban, simbol-simbol dan syiar keagamaan dijunjung tinggi dunia penuh dengan kemegahan dan kemeriahan, harga diri dan kehormatan senantiasa terjaga, dan benteng-benteng dipenuhi dengan pengamanan yang kuat dan penjagaan ketat.

Situasi dan kondisi seperti ini terus berlangsung hingga datang masanya untuk berakhir. Berita tentang kemundurannya pun tersebar hingga situasi dan kondisi pun tidak lagi kondusif sehingga pemerintahan pun harus berpindah pada kekuasaan dinasti lain. Para khalifah Bani Abbasiyah mencapai tiga puluh tujuh orang. Yang terpopuler dari antara mereka antara lain:

1. Abu Ja'far Al-Manshur antara tahun 754-775 M

Dia adalah pendiri Dinasti Abbasiyah yang sesungguhnya sebagaimana Abdul Malik bin Marwan bagi Dinasti Umayyah. Al-Manshur tumbuh dan berkembang dengan memperhatikan sikap dan perilaku para pemimpin dan penguasa. 

Sebagian pakar sejarah menyebutnya sebagai khalifah Bani Abbasiyah yang paling keras, tegas, penuh kesadaran, dan memiliki perhatian luar biasa terhadap kepentingan-kepentingan rakyatnya. Di samping itu, ia juga memfokuskan perhatiannya pada penerjemahan buku-buku yang berkaitan dengan ilmu dan pengetahuan bangsa Persia dan Yunani.

Abu Ja'far Al-Manshur-sebagaimana yang dikemukakan Imam Ath- Thabari-memiliki kecondongan karakter yang berdisiplin, yang merupakan dasar dan modal utama keberhasilan dalam beraktifitas.

Pada pagi hari, ia memperhatikan persoalan-persoalan kenegaraan dan berbagai persoalan yang berkaitan dengan rakyat dan kemakmurannya. Seusai mengerjakan shalat Ashar, ia berbincang-bincang bersama anggota keluarganya. 

Seusai shalat Isya, ia memperhatikan persoalan berkaitan dengan laporan- laporan dari berbagai wilayah kekuasaannya, dari benteng-benteng kekuasaan, dan berdiskusi dengan para menterinya serta para pejabat negara yang berkaitan dengan tugas dan tanggungjawab masing-masing.

Menjelang sepertiga malam pertama, maka ia menyudahi pertemuannya dan bergegas ke tempat tidurnya. Kemudian tidur pada sepertiga kedua malam. Setelah itu. Al-Manshur bangun dari tempat tidurnya, berwudhu, dan duduk di mihrabnya hingga menjelang Subuh. Setelah itu, ia keluar untuk mengerjakan shalat bersama masyarakatnya. Kemudian Al-Manshur duduk di ruangan istananya dan mulai bekerja seperti biasanya setiap hari.

2. Harun Ar-Rasyid antara Tahun 786-809 M

Dialah orang yang menjadikan ibukota pemrintahannya di Baghdad sebagai pusat perdagangan internasional dan kiblat bagi para pelajar dalam berpetualang menuntut ilmu dan kesusasteraan. Sebagaimana popularitasnya ini telah menghiasi ufuk cakrawala.

Pemerintahan Ar-Rasyid-sebagaimana yang diungkapkan penulis Al-Fakhriy fi Al-Adab As-Sulthaniyyah merupakan pemerintahan yang terbaik, paling terhormat, berwibawa, makmur, dan memiliki wilayah kekuasaan paling luas. 

Bahkan Ar-Rasyid mampu menarik sebagian besar penduduk dunia. Tiada kaum intelektual, para penyair, Fuqaha, para Qurra, hakim, dan penulis buku yang berkumpul sebagaimana mereka berkumpul di depan pintu gerbang Ar-Rasyid. Masing-masing dari mereka memiliki hubungan baik dengannya dan ia pun mengangkat derajat mereka pada derajat yang paling tinggi.

3. Al-Makmun antara Tahun 813-833 M

Dialah khalifah yang populer dengan kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dan kaum intelektual, sangat senang dengan ilmu astronomi, kedokteran, filsafat, mempelajari ilmu-ilmu para ilmuwan terdahulu dan memerintahkan penerjemahannya ke dalam bahasa Arab.

Pada masanya, peradaban Islam mencapai masa keemasannya dengan kemajuan yang diraih di berbagai bidang kehidupan, baik politik, agama, budaya, maupun sosial. Al-Makmun cenderung merasa puas dengan diskusi dan perdebatan, dan berupaya keras mengamputasi hal-hal yang berpotensi menimbulkan riya dan kemunafikan serta berbagai kehinaan lainnya.

Sebelum wafat, ia mengangkat saudaranya Al-Mu'tashim sebagai penggantinya Dalam wasiatnya, ia menuliskan, "Wahai Abu Ishaq, ambillah pelajaran dari apa yang kamu lihat, ikutilah sikap dan kebijakan sudaramu dengan Al-Qur'an, bekerjalah dengan sungguh-sungguh dalam menjalankan tugas kekhalifahan yang diamanatkan kepadanya dan ikhlash, dan takut terhadap hukuman Allah dan siksa-Nya. Janganlah kamu memperdayai Allah dan bermalas-malasan menjalankan perintah- Nya, jangan melalaikan urusan rakyatmu, rakyat adalah rakyat, orang awam adalah orang awam. Karena sesungguhnya kerajaan ini adalah untuk mereka dengan janjimu untuk mengabdi kepada umat Islam dan bermanfaat bagi mereka. Allah senantiasa berada di antara mereka dan juga non muslim. Jangan sekali-kali kamu merasa bosan memperhatikan kepentingan umat Islam dan memberikan manfaat kepada mereka, kecuali kamu mengutamakannya atas selainnya. Ambillah dari orang-orang kaya untuk orang-orang yang lemah dan jangan membebani sesuatu pun terhada p mereka. Bersikaplah adil terhadap sebagian kelompok dari sebagian yang lain dengan menetapkan kebenaran di antara mereka."

Bersamaan dengan periode kekuasaan Al-Mutawakkil tahun 847 M, khalifah kesepuluh Dinasti Abbasiyah, bintang kejayaan Dinasti Abbasiyah ini mulai memudar dan para khalifah terkadang lebih tunduk kepada orang-orang Persia dan terkadang kepada orang-orang Turki. 

Pusat- pusat kekuasaan pun berpindah dari Baghdad ke kerajaan-kerajaan dan pemerintahan kecil yang berdiri sendiri atau semi merdeka hingga dunia Islam terbagi-bagi dalam kekuasaan-kekuasaan tersebut.

Referensi Berdasarkan Buku Sumbangan Keilmuan Islam Pada Dunia tulisan Prof. Dr. Ahmad Fuad Basya