Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Angka Bangsa Romawi Dan Yunani

Angka Bangsa Romawi Dan Yunani
Bangsa Romawi Dan Yunani menyusun bilangan dan angka-angka mereka dengan menggunakan simbol-simbol dan huruf. 

Dengan cara demikian itu, mereka menambah kerumitannya. Bangsa Mesir, Babilonia, Sumeria, Cina, dan juga India sangat dipengaruhi dan saling berinteraksi dengan bangsa Yunani dan Romawi. 

Hanya saja para Ilmuwan Yunani memiliki keistimewaan dengan pandangan filosofis mereka yang bertumpu pada penggunaan akal dan logika. 

Pythagoras menempatkan matematika sebagai sebuah ilmu akal yang bebas sebab mampu mengantarkan pada prinsip-prinsip yang mulia dan meneliti berbagai permasalahan secara teoritis murni dengan menggunakan akal saja. 

Di antara teori terpenting di bidang matematika yang dinisbatkan kepadanya adalah Nazhariyyah Al-Mutsallats Al-Qaim Az- Zawiyah (Teori Segitiga Tegak Lurus), yang diabadikan dengan namanya, dengan menerapkan bilangan 3, 4, dan 5 setelah mengkuadratkannya, dan teori segitiga sama sisi hingga segitiga tegak lurus (sama kaki).

Pythagoras juga mendefinisikan pengertian filosofis tentang bilangan dan nilainya, bahwa bilangan mencerminkan tingkatan tertentu antara dua bilangan, dan nilainya menunjukkan jumlah atau prosentase hakikat sesuatu.

Para pengikut Pythagoras merancang tabel perkalian dan merumuskan tabel-tabel yang bertumpu pada hitungan progresif dan geometri, dan mereka berkonsentrasi dalam membuat persegi empat yang mengagumkan Dimana apabila gambar kotak persegi dalam papan tersebut terkumpul panjang lebar, ataupun ganjil maka memiliki hitungan konstan. Perumusan prinsip-prinsip geometri dan perhitungan trigonometri dinisbatkan kepada para ilmuwan Yunani Klasik.

Berbagai teori dinisbatkan kepada Thales yang wafat tahun 545 SM, yang dikenal dengan Teorema Thales, yang di antaranya:

  1. Sebuah lingkaran terbagi dua sama besar oleh diameternya.
  2. Sudut bagian dasar dari sebuah segitiga sama kaki adalah sama besar.
  3. Jika ada dua garis lurus bersilangan, maka besar kedua sudut yang saling berlawanan akan sama. 
  4. Sudut yang terdapat di dalam setengah lingkaran adalah sudut siku-siku.
  5. Sebuah segitiga terbentuk bila bagian dasarnya serta sudut-sudut yang bersinggungan dengan bagian dasar tersebut telah ditentukan.
Odoxos yang meninggal dunia tahun 355 SM merumuskan sebuah teori yang menyatakan bahwa rasio luas dua lingkaran sama dengan rasio luas bentuk yang ramping dan memiliki beberapa rusuk yang tergambar dalam sebuah lingkaran dan luas lingkaran setiap kali rusuknya bertambah. Akan etapi luas bentuk tersebut tidak akan bersambung dengan luas lingkaran.

Plato mensyaratkan agar seseorang mempelajari ilmu ukur dan ilmu hitung sebelum mendalami filsafat. Di depan pintu sekolahnya. a menuliskan, "Barangsiapa yang bukan insinyur, maka tidak boleh bergabung dengan kami." Metode studi dan penelitiannya bersifat deduktif dan bukan induktif. Misalnya, ia berkata, "Sesungguhnya pencipta alam telah menciptakannya dengan bentuk terbaik. Karena bola merupakan bentuk yang paling baik, maka dunia ini haruslah bulat (seperti bola)."

Ilmu geometri mencapai puncak tertingginya di tangan Menaechmus sahabat Plato, yang mengeluarkan sebuah teori yang di kemudian hari oleh Appollonius (meninggal dunia tahun 200 SM) dikenal dengan sebutan potongan sejajar, potongan kurang dan potongan lebih. 

Hal itu disebabkan oleh potongan elips dengan sudut siku-siku, sudut lancip, dan sudut tumpul dengan permukaan datar lewat di setiap kerucut pada sudut yang tepat di sisinya. Dan Aristoteles memanfaatkan pengetahuannya tentang matematika untuk merumuskan filsafatnya dengan mengikuti metode ilmiah dalam berpikir dan berlogika.

Mengenai trigonometri pada segitiga sama sisi dan bulat, maka Abarchus yang meninggal tahun 140 SM merupakan tokoh yang populer. Dia lah Ilmuwan yang merumuskan tabel-tabel konvergensi yang mirip dengan tabel-tabel sinus.

Di antara ilmuwan yang datang ke universitas Alexandria adalah Archimedes dan Euclides, penulis buku The Elements, tentang teori-teori geometri dan solusi-solusi geometri terhadap persamaan tingkat dua. Sebab proses pembagian garis lurus menjadi dua bagian dinisbatkan kepadanya, dimana jarak atau luas persegi panjang yang terbentuk dari satu garis lurus dan salah satu dari dua bagiannya sama dengan persegi empat yang membentuk bagian yang lain.

Dalam salah satu karya ilmiah Heron yang hidup di Alexandria setelah beberapa lama kelahiran Isa Al-Masih, maka kita mendapati sebuah naskah yang menyatakan bahwa apabila penjumlahan dua bagian dari garis lurus itu telah diketahui dan juga hasil perkalian keduanya, maka masing-masing bagian bisa diketahui.

Dari penjelasan ini, kita dapat melihat bahwa tumbuh dan berkembangnya ilmu-ilmu matematika pada periode klasik hingga datangnya ajaran Islam. merupakan hasil natural dari konsentrasi dan perhatian akal-pemikiran manusia terhadap persoalan-persoalan geometri dan karakter bilangan.

Pada masa jahiliyah, bangsa Arab mempergunakan bilangan dan ilmu hitung dalam bermuamalah dan perniagaan mereka, membagi keuntungan, menghitung properti, mengukur tanah-tanah yang mereka miliki. mengkalkulasi jumlah kekayaan, menggunakan takaran dan timbangan dalam jual beli dan berbagai aktifitas lainnya.

Bangsa Arab mengadopsi penulisan bilangan dengan menggunakan kalimat dari bangsa Smith, Sebagaimana mereka mempergunakan angka- angka Arab sebelum ditemukannya angka nol di kemudian hari. Dan mereka membiarkan tempatnya kosong agar mereka dapat menjaga lajur-lajurnya yang sebenarnya. Bilangan 404 misalnya, mereka terkadang menulisnya dengan kata-kata. Maksudnya, dengan menuliskan Empat ratus empat. Dan terkadang dengan rumus atau simbol, sehingga dimana 400 dan 4. 

Terkadang juga menulisnya dalam sebuah papan untuk menjaga tempat nol tetap kosong. Ketika mereka berhasil menemukan angka nol, maka mudah bagi mereka untuk berhitung dan mengukur, hingga semua metode klasik terhapuskan secara berangsur-angsur karena sulitnya penggunaannya dalam melakukan penghitungan dalam jumlah atau dengan bilangan yang banyak.

Dengan penemuan besar dan penggunaannya yang benar ini, maka sudah selayaknya kita berterima kasih kepada para ilmuwan muslim, terutama Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi, yang telah menjelaskan posisi angka nol dalam proses penjumlahan dan perkalian. Ia juga menempatkan titik pada posisinya yang tepat sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran di antara papan-papan tersebut.

Referensi:
Buku Prof. Dr. Ahmad Fuad Basya Tentang Sumbangan Keilmuan Islam Pada Dunia