Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Anggaran Belanja Negara Modern

Anggaran Belanja Negara Modern
Dalam usaha untuk menolong negara-negara yang berkembang dalam perluasan modal mereka, maka di tahun-tahun belakangan ini telah dikembangkan sejumlah metode baru pada anggaran. 

Beberapa negara menyiapkan anggaran tunai terkonsolidasi sebagai pelengkap bagi anggaran konvensional mereka yang memberikan informasi berguna tentang arus uang dan suatu dasar untuk perkiraan jangka pendek tentang akibat operasi fiskal pemerintah. 

Sejumlah negeri terutama negeri-negeri Skandinavia, telah menerima dua sistem anggaran-anggaran yang berjalan atau berlaku dan anggaran modal. Ini merupakan upaya untuk merukunkan konflik yang nyata antara suatu anggaran berimbang dan biaya pengeluaran modal yang besar dengan peminjaman.

Dalam sistem anggaran modal, pengeluaran modal ditutup dalam anggaran modal yang pengeluarannya adalah berdasarkan proyek membiayai diri sendiri dan menghasilkan keuntungan. Sistem anggaran di Pakistan juga mengikuti perbedaan antara anggaran modal dan anggaran penerimaan. 

Tapi yang diperlukan ialah klasifikasi anggaran yang efektif untuk menjadikannya lebih berarti dalam ukuran ekonomi serta menerima dengan konsekuen klasifikasi ekonomi dengan fungsional seperti yang dikembangkan Perserikatan Bangsa Bangsa. 

Hal ini diperlukan untuk menetapkan hubungan antara sistem anggaran dan kebijakan fiskal.

Akhirnya, dalam modernisasi sistem anggaran, konsep baru anggaran berdasarkan program dan berdasarkan prestasi kerja bertambah populer, terutama di Amerika Serikat. 

Anggaran tradisional memberi penekanan pada objek pengeluaran, berdasarkan program untuk menetapkan tujuan nasional dan mencapai tujuan masyarakat. Dalam anggaran berdasarkan prestasi kita dapati pergeseran dalam tekanan dari cara mencapainya, sehingga tercapai. 

G.N. Jones dalam suatu artikel baru-baru ini menyatakan: "Dalam suatu sistem anggaran berdasarkan prestasi, program kerja dikembangkan menurut fungsi dan kegiatan dari segi pencapaian yang diharapkan. 

Dalam sistem anggaran tradisional, program kerja dikembangkan menurut "tujuan pe ngeluaran", seperti jasa petugas, bahan, dan suplai, serta perlengkapan dari segi cara pencapaian. Ciri terpenting anggaran berdasarkan prestasi ialah pergeseran dalam penekanan dari cara pencapaian menjadi pencapaian itu sendiri. "Suatu sistem anggaran berdasarkan prestasi menganggap anggaran sebagai alat manajemen dan bukan alat keuangan. Penggunaan sumber daya dan keuangan lebih didahulukan daripada pertanggungjawaban keuangan. Anggar an langsung terikat dengan pihak eksekutif dan menjadi salah satu alat pokok untuk manajemen."

Adalah benar bahwa Komisi Pembaharuan Anggaran Pakistan telah meng anjurkan perumusan anggaran atas dasar program dan prestasi. Beberapa upaya telah dan sedang dilakukan untuk memodernisasi perakunan prosedur anggaran, pendidikan personil, dan sebagainya.

Tetapi kami merasa bahwa negeri Islam pada umumnya tidak cukup matang untuk merumuskan anggaran mereka atas dasar program dan prestasi. Walaupun beberapa negeri berkembang seperti Filipina dan beberapa negeri Amerika Latin bersikap menerima pem baharuan anggaran baru ini, namun kami tidak punya bukti yang meyakinkan untuk menunjukkan bahwa hal ini merupakan keberhasilan.

Anggaran berdasarkan prestasi akan memerlukan penyusunan suatu sistem pengukuran kerja dan perhitungan biaya satuan tiap jenis kegiatan pemerintah. Tapi pekerjaan yang dilakukan dalam departemen pemerintah demikian rumit dan beragam sifatnya sehingga sulit sekali untuk merencanakan suatu peng ukuran umum untuk semua jenis kegiatan. Beberapa jenis pekerjaan tertentupun sama sekali tidak dapat diukur dengan ukuran kuantitatif. Karena pengukuran kerja dan penentuan biaya satuan adalah pekerjaan sangat teknik yang menghendaki pengetahuan menyeluruh dan pengalaman dalam teknik studi kerja, studi tentang pengukuran efisiensi cara kerja, dan sebagainya, suatu sistem anggaran berdasarkan program dan prestasi yang berhasil hanya dapat dilakukan di negeri Islam bila terdapat suatu prasarana administratif kuat dengan anggota akuntan terlatih, ahli ekonomi, perencana dan tokoh-tokoh teknis lainnya. 

Di Indonesia dan negara Islam seperti Pakistan, Iran, dan Irak, personil-personil terdidik demikian, sangat jarang, dan prasarana administrasinya pun tidak begitu kuat. Karena itu penulis tidak terdorong untuk menyarankan agar anggaran negeri-negeri Islam dirumuskan berdasarkan program dan prestasi dalam waktu dekat. Tentu saja, jenis anggaran ini dapat diperkenalkan menurut tahap yang direncanakan dengan baik, tergantung pada sifat perkembangan ekonomi di masing-masing negeri Islam.

Ikhtisar dan Kesimpulan
  1. Kebijakan Fiskal. Berbeda dengan kitab agama yang lain, Kitab Suci Al Qur'an barangkali adalah satu-satunya kitab yang memuat firman tentang kebijakan negara mengenai pengeluaran pendapatan negara secara cermat. Al Qur'an merinci untuk apa digunakannya Zakat. Penerimaan Zakat yang di pungut dari kaum Muslimin dapat juga dipergunakan untuk kesejahteraan kalangan non-Muslim. Bukannya mendorong penumpukan kekayaan dalam tangan segelintir orang, tetapi Islam menganjurkan lebih banyak pengeluaran. Namun Islam tidak saja menolak bahkan mengutuk pemborosan. Penimbunan dikutuk karena menyebabkan tidak beredarnya kekayaan. Hukum waris Islam me rupakan langkah lain menuju penyebaran kekayaan di masyarakat. Jelaslah bahwa sistem perpajakan dalam suatu negara Islam harus dikendalikan oleh prinsip kebajikan dan pemeliharaan bagi mereka yang tidak punya. Dinilai dengan prinsip kebajikan dan pemeliharaan pada mereka yang tidak punya, maka cara modern untuk menarik penghasilan melalui perpajakan tidak langsung mendapat serangan gencar, karena beban pajak yang erat ini terutama jatuh pada bahu si miskin. Sebab pajak tidak langsung ini biasanya dikenakan pada barang-barang kebutuhan hidup. Dalam arti ini sering bersifat regresif. Ide mengenai Zakat jangan dihubungkan dengan pajak sekular atau dengan usul apa pun untuk mengenakan pajak tersendiri pada kalangan non-Muslim. Tidak disebutkannya kadar Zakat yang dikenakan pada berbagai barang milik kaum Muslimin dalam Al Qur'an dapat ditafsirkan sebagai besarnya elastisitas sistem keuangan negara dan perpajakan Islami. Karena kondisi sosio-ekonomik telah berubah secara fundamental, maka tidak ada alasan untuk percaya bahwa unsur yang dipajak dan kadar yang dikenakan tidak dapat berubah dengan berubahnya keadaan, sebab dalam Islam pintu Ijtihad tidak pernah tertut. Diperlukan rasionalisasi tentang ketentuan zakat, dan sesungguhnya Hadrat 'Umar diriwayatkan telah membuat perubahan tertentu dalam rincian zakat. Sesungguhnya, bila kita memperhatikan jiwa administrasi keuangan Nabi SAW, tidak ada suatu kesulitan pun dalam menyimpulkan bahwa hukum Islam mengenai keuangan negara sangat elastis sehingga dapat diperluas untuk memenuhi persyaratan zaman modern.
  2. Kebijakan Anggaran Belanja. Karena rumitnya kehidupan modern akibat majunya peradaban manusia, maka diperlukan perubahan yang sama dari kebijakan berimbang yang ortodoks, dengan kebijakan yang ditujukan untuk pertumbuhan. Dalam suatu negara Islam, yang menjadi dasar anggaran tidak lagi penerimaan yang akan menentukan jumlah yang tersedia untuk kontes. Dalam negara Islam kontes yang sangat dibutuhkanlah yang akan menjadi dasar dari anggaran. Dalam negara Islam memang ada kemungkinan pembiayaan defisit, namun hal ini dapat diatur melalui perjanjian Mudarabah, Musharaka, dan Murabaha. Di samping itu, pemerintah Islam dapat mengumpulkan dana dengan me ngeluarkan obligasi dan sertifikat investasi untuk masyarakat berdasarkan pembagian laba dan rugi. Sistem anggaran Islami berbeda dari sistem yang berlaku dan dianut negara-negara modern, baik dalam jiwa maupun intinya, terutama karena dua sebab: (i) Sangat sedikitnya pengaruh suku bunga yang kejam dalam sistem anggaran Islami; (ii) Tujuan kebijakan anggaran harus konsisten dengan perintah Kitab Suci Al Qur'an atau Sunnah. Rakyat tidak berada dalam kekuasaan para cendekiawan keuangan Negara.
  3. Kecenderungan Modern dalam Anggaran Belanja. Di tahun-tahun belakangan ini, sejumlah bentuk baru anggaran telah berkembang, yang terpenting ialah anggaran berdasarkan program dan anggaran berdasarkan prestasi. Karena sistem anggaran berdasarkan prestasi sangat rumit dan didasarkan atas sistem akutansi biaya yang sulit, maka suatu sistem anggaran berdasarkan program dan prestasi di negeri-negeri Islam pada umumnya hanya dapat dilaksanakan bila terdapat prasarana administratif yang kuat dengan staf akuntan terdidik, ahli ekonomi, perencana dan tenaga-tenaga ahli lainnya. Karena itu Anggaran berdasarkan program dan prestasi di negeri negeri Islam harus digunakan menurut tahap yang direncanakan dengan baik.
Tulisan Ini Berdasarkan Buku Teori Dan Praktek Ekonomi Islam Oleh Muhammad Abdul Mannan