Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Muhammad Sang Yatim

Muhammad Sang YatimPenderitaan, air mata, kepedihan, dan menjadi yatim telah Rasulullah alami sejak sangat dini. Ayahnya meninggal dunia saat beliau masih berada dalam perut ibunya, sehingga beliau tidak pernah mendengar ucapan "anakku" darinya dan tidak pernah berkesempatan mengucapkan "ayah" kepadanya. 

Tidak ada dalam ingatannya momen kehangatan pelukan, senyuman, dan ciuman dari sang ayah. Itulah kondisi yatim yang terberat dan terpahit.

Rasulullah kehilangan saat sang ayah mengunjungi pamannya, bani Najjar, di Madinah. Dia sakit dan akhirnya wafat di sana. Di antara kebaikan takdir Allah,paman-paman ayah berasal dari kalangan bani Najjar, yang kelak menjadi para penolongnya-Anshar.

Sudah menjadi tradisi bangsa Arab untuk menyerahkan bayi mereka kepada ibu susuan yang hidup di pedalaman. Tujuannya, agar badan bayi sehat, belajar bahasa yang fasih, serta terhindar dari penyakit menular di kota.

Rasulullah kecil berangkat bersama Halimah as-Sa'diyyah ke kampung bani Sa'ad, tanpa ditemani ayah, ibu, maupun keluarganya. Beliau sendirian dan asing. Menaiki unta yang kurus kerempeng. Akan tetapi, keberkahan senantiasa menaungi di mana pun beliau berada. Selama masa menyusu itu, beliau tinggal di sana. Berbagai kebaikan pun muncul semenjak kedatangannya. Hujan sering turun. Kondisi bani Sa'd berubah lebih baik karena kehadiran beliau di sana.

Tatkala Rasulullah kecila berusia 6 tahun, ibunya-Aminah binti Wahb berencana menziarahi makam ayah di Madinah. Sang ibu dibawa oleh seorang pengasuh, Ummu Aiman. Mereka melewati gurun pasir yang membentang sekitar 300 mil, dengan bekal seadanya, dan kondisi yang jauh dari nyaman. Jalur dari Mekah ke Madinah dipenuhi dengan gunung-gunung dan lembah-lembah. Tanah panas dan matahari terik.

Apa bekal Rasulullah saat berangkat bersama ibunya pada usia 6 tahun itu? 
Apa makanannya? 
Baju apa yang beliau kenakan? 
Sepatu apa yang beliau pakai? 
kala itu beliau hidup fakir, lapar, dan yatim? 
Anda bisa membayangkan bagaimana wadah yang beliau gunakan untuk makan dan minum. Juga kasur apa yang beliau tiduri.

Rasulullah kecil tiba di makam ayahnya yang-semasa hidup-tidak pernah beliau lihat. Tidak pula merasakan kasih sayang. Ketika dalam perjalanan pulang ke Mekah, tiba-tiba sang ibu sakit dan akhirnya wafat. Rasulullah kecil menyaksikan detik-detik sakaratulmaut ibunya. Betapa sedihnya hati beliau. Ummu Aiman ​​lantas menggali kuburan dengan dibantu oleh Rasulullah kecil. Beliau mengubur jasad ibunya, tetapi jiwanya seolah ikut terkubur bersamanya.

Adakah di dunia ini peristiwa-menyentuh perasaan-yang lebih berat daripada peristiwa saat Anda menaburkan tanah di atas jasad ibu Anda, sedangkan usia Anda masih kanak-kanak? 

Adakah di kehidupan ini peristiwa yang lebih menyedihkan daripada peristiwa saat Anda meninggalkan ibu Anda di gurun pasir, sedangkan umur Anda masih kecil? 

Lalu Anda beranjak pergi seorang diri, tanpa ayah dan ibu, sembari melangkahkan kaki dengan berat dan tak tahu harus menuju ke mana atau kepada siapa.

Rasulullah kecil kini melanjutkan perjalanan pulang ke Mekah bersama pengasuhnya, Ummu Aiman. Beliau kelelahan, letih, sedih, dan sukhaekha. Dia memasuki Mekah, menelusuri lorong-lorongnya, dan melewati rumah rumahnya. dia melihat para ayah memeluk anak-anak mereka, bercanda dengan mereka, dan bermain dengan mereka. Sementara para ibu mendekap anak-anak mereka dengan penuh cinta dan kasih sayang. Ironisnya, beliau tidak merasakan hal itu semua.

Siapakah yang menyiapkan makanan, pakaian, dan tempat tidur beliau? 

Siapakah yang memperhatikan kesehatan dan kenyamanan beliau, sedangkan beliau sudah tidak memiliki ayah dan ibu yang mengajaknya bercanda. Tidak ada saudara laki-laki atau perempuan yang menemaninya bermain. Tidak pula keluarga yang melipur laranya.

Meskipun demikian-ditambah lagi kondisi beliau yang yatim piatu, sendirian, menghadapi beratnya hidup, fakir, kekurangan, dan lapar Rasulullah memiliki sifat-sifat yang mulia. Beliau tumbuh menjadi remaja yang memiliki rasa hormat, zuhud, wara', malu, santun, lembut, dan kasih sayang.

Kemudian Rasulullah kecil diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib. Dalam asuhan sang kakek, beliau mendapatkan perlakuan yang lebih istimewa dibandingkan dengan cucu-cucu lainnya. Kasih sayang, kelembutan, dan perhatian senantiasa tercurah kepadanya. 

Namun, kebahagiaan itu tak berlangsung lama, karena sang kakek meninggal dunia. Peran asuh selanjutnya dipegang oleh Abu Thalib, yang tak lain adalah paman beliau.

Sejak kecil, Rasulullah seolah telah mengukir keagungannya di atas batu, serta memahat kebesarannya di atas pasir. Tidak ada kemewahan, foya-foya, ataupun pemborosan. 

Sebab, sifat-sifat tersebut identik dengan kemalasan dan lemah semangat. Mayoritas orang-orang besar mampu menciptakan keunggulan meskipun keadaan mereka susah, hari-hari yang terlewati pahit, serta proses yang sulit.

Dalam perjalanan hidupnya, Rasulullah di masa remajanya sudah menghadapi berbagai peristiwa yang selayaknya dihadapi oleh orang dewasa. Melalui berbagai peristiwa tersebut, tampaklah kepribadiannya yang baik. Kaumnya pun menyebutnya dengan "sosok yang jujur dan amanah". 

Beliau tidak menerima julukan itu secara cuma-cuma, tapi, karena beliau memang berhak memperolehnya. Itu disebabkan kepribadiannya yang baik, perilakunya yang santun, dan rekam jejaknya yang bagus. Selain itu, juga karena usahanya dalam menegakkan prinsip-prinsip serta akhlak yang mulia.

Tatkala Khadijah mendengar tentang akhlak Rasulullah yang amanah dan jujur, dia pun mengajukan diri untuk menjadi istrinya. Faktor yang mendorong Khadijah untuk melakukan hal itu sudah tentu bukanlah harta. 

Sebab, Khadijah adalah pedagang kaya raya. Bukan pula faktor jabatan, karena beliau bukan raja, menteri, ataupun pangeran. Lantas, apa yang menyebabkan Khadijah ingin menjadi istri beliau? Sungguh, itu disebabkan kejujuran dan sifat amanah yang beliau miliki. Selain itu juga faktor yang menghiasai dadanya, yaitu "keperkasaan dan kegagahan".

Rasulullah dan Khadijah terjalin dalam pernikahan yang langengeng. Khadijah mendapati sifat-sifat setia, jujur, baik, dan suci pada diri Rasulullah. Hal itu Khadijah persaksikan saat Rasulullah merasa ketakutan setelah wahyu turun, seraya berkata, "Demi Allah, Allah tidak akan pernah menghinakanmu. Engkau adalah sosok yang menjaga silaturahim, menolong anak akan yatim yatim, memuliakan tamu dan membantu orang yang susah (Muttafaqun 'alaih).

Rasulullah telah merasakan yatim beberapa kali. Yatim karena ayahnya wafat saat beliau dalam kandungan ibunya. Inilah level yatim yang paling berat. Kemudian yatim karena ibunya wafat di depan matanya saat beliau berumur 6 tahun. 

Kemudian rasa sedih karena kakeknya, Abdul Muthalib, yang telah mengasuh dan melindunginya wafat. Kemudian rasa sedih karena pamannya, Abu Thalib, yang telah menolong dan menaunginya wafat. Kemudian rasa sedih karena istri tercintanya, Khadijah binti Khuwailid, yang telah menjadi penenang dan penghibur hatinya wafat. 

Beliau merasakan semua kesedihan itu. Sebab, Allah berkehendak menyiapkannya untuk memimpin dunia, melatihnya untuk mengatur manusia, dan mencalonkannya untuk membimbing bani Adam. Allah berkehendak menjadikannya sebagai penutup para nabi, teladan para wali, imam para rasul, serta hujjah-Nya kepada umat manusia.

Sejak awal, Allah telah menjaga Nabi. Dia tidak menyerahkannya kepada manusia sedikit pun. Dialah yang menjaganya, melindunginya, membimbingnya, dan memenuhi kebutuhannya. Tidak sedikit pun Dia serahkan kepada manusia untuk mengambil alih semua itu. Baginya, ketika Allah tidak memberi justru itu adalah suatu pemberian dan ketika Dia menguji dengan kesulitan justu itu adalah suatu kelapangan. Allah berfirman: 

“Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu,” (QS. adh-Dhuha [93]: 6).

"Perlindungan" dari Allah bukan bukan tempat, keluarga, dan kerabat saja. Namun, perlindungan khusus yang bersifat rabbani. Allah berfirman:

Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk," (QS. adh-Dhuha [93]: 7).

Allah memberikan petunjuk kepada Nabi berupa cahaya kenabian, menyelamatkannya dari salah jalan, membimbingnya menuju jalan yang lurus, serta mengajarinya hal baru tentang iman dan al-Qur'an. Allah berfirman:

"Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu memberikan penilaian," (QS. adh-Dhuha [93]: 8).

Yakni "kecukupan" yang serba lengkap. Allah mencukupi Nabi dari kefakiran sehingga tidak membutuhkan orang lain. Allah mencukupinya dengan rasa ridha, tenang, tenteram, dan qana'ah. Allah mencukupinya dari meminta-minta kepada manusia siapa pun. Allah mencukupinya dengan rezeki dan akhlak melimpah itu melimpah kepada orang lain dalam bentuk kebaikan, silaturahim, kasih sayang, dan sifat pemaaf.

Keyatiman Nabi merupakan bentuk keuntungan takdir Allah agar beliau bertawakal kepada-Nya dengan sebenar-benar tawakal, serta menyerahkan urusannya hanya kepada-Nya. Dengan demikian, beliau pun ridha terhadap perlindungan dan pencukupan Allah. Ketika dilanda kesulitan, beliau tidak memanggil ibu atau ayahnya, tetapi memohon kepada Allah, "Ya Rabbi."

Nabi tumbuh tanpa peran ayah atau guru. Allah-lah yang berperan melindungi, mengajari, mendidik, dan mengasuhnya. Tidak seorang manusia pun menanggung semua itu. Hal tersebut merupakan kehendak dan pilihan Allah. Sebagaimana Allah berfirman kepada Nabi Musa:

“Aku telah melimpahkan kasih sayang yang datang dari-Ku; dan agar engkau diasuh di bawah pengawasan-Ku,” (QS. Thâhâ [20]: 39).

Dia pun berfirman kepada Nabi Muhammads, "...karena sesungguhnya engkau berada dalam pengawasan Kami," (QS. ath-Thûr [52]: 48).

Nabi tumbuh dalam kondisi yatim agar tegar menghadapi sulitnya hidup, serta berusaha mencari kebutuhan hariannya. Beliau tidak memiliki waktu untuk bermain-main dan bersenang-senang, seperti anak-anak kecil pada umumnya. Waktunya diisi dengan perjuangan dan pengorbanan, agar bersiap diri dalam memikul tugas risalah serta kenabian.

Nabi tumbuh dalam kondisi yatim agar jiwa, semangat, dan kesabarannya terlatih. Sebab, risalah adalah amanah yang agung serta tanggung jawab yang berat, karena dihadapkan dengan para pembangkang, pembenci, penolak, penjahat, dan penentang. Dengan demikian, Nabi harus tampil lebih tegar, lebih tangguh, dan lebih pemberani dibandingkan dengan orang lain. Itulah pelatihan dari Allah.

Di antara rahasia di balik keyatiman Nabi adalah menampik tuduhan tuduhan salah bahwa dengan mengaku sebagai nabi maka beliau dapat memperkuat keluarganya serta mengangkat kerabatnya. Di manakah keluarganya? Di manakah kerabatnya? Bukankah beliau tumbuh, tanpa peran ayah dan ibu?! Selain itu, agar tidak dikatakan bahwa kenabian dan dakwah beliau dapat tersebar karena bantuan keluarga serta kerabatnya. Padahal kaum dan kerabatnya sendiri yang pertama kali menolak dan memeranginya.

Nabi tumbuh dalam kondisi yatim dan merasakan lapar agar menjadi teladan bagi orang-orang yang kelaparan. Beliau merasakan kekurangan materi agar menjadi contoh bagi orang-orang yang kekurangan materi. Beliau merasakan sulit agar menjadi inspirator bagi orang-orang yang kesulitan. 

Beliau merasakan fakir agar menjadi panutan bagi orang-orang yang fakir. Beliau tumbuh dalam kondisi yatim agar bisa merasakannya sendiri, sehingga mengasihi anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang kesulitan, orang-orang fakir, orang-orang yang kekurangan, dan orang-orang yang tertindas. Sebab, beliau telah merasakan apa yang mereka rasakan, serta telah mengalami apa yang mereka alami.

Meskipun Nabia dalam kondisi yatim-tanpa asuhan ayah dan hal-hal lain yang ibu-tetapi Allah telah berusaha dengan penuh perhatian serta kasih sayang dan tumbuh. Kelembutan, kasih sayang, dan melimpahkan pun melimpah kepada umatnya.

Nabi tumbuh di lingkungan yang dipenuhi dengan khurafat, kejahilan, akhlak buruk, kekejian, kemungkaran, menyembah berhala dan patung, minum khamr, menumpahkan darah, mengubur hidup-hidup anak jadante la hir, ya tel jabiah me Sehingga, beliau tidak mengikuti kesesatan yang dilakukan oleh anak-anak kabilahnya saat itu. Allah juga telah menjaganya dari yang dilakukan oleh anak-anak kecil sejak beliau masih kecil.

Pertolongan Allah telah menaungi Nabi sejak lahir, masa menyusu, masa muda belia sampai Dia memuliakannya dengan kenabian. Tidak ada catatan bahwa beliau pernah salah, mengunjungi, atau ragu-ragu. Keagungan ada pada pakaiannya dan kemuliaan ada pada pundaknya. Masa mudanya dipenuhi dengan perjuangan, keperkasaan, kedermawanan, dan keluhuran budi.

Pada diri Nabi terkumpul akhlak mulia, kesantunan, watak yang luhur, dan etika yang agung. Tatkala muda Berpakaian suci, aman dari pengaruh luar, bersih lahir dan batin, baik, berakhlak mulia, menyenangkan, dan jujur.

Apabila para ayah saja berdedikasi dalam mendidik anak-anak mereka agar tumbuh sesuai harapan mereka lantas bagaimana dengan anak yang dididik dan diasuh oleh Allah ?! Sebagian orang bijak berkata, "Seorang anak kecil tidak merasa takut jika memiliki ayah. Lantas, bagaimana dengan anak yang diasuh oleh Allah?"

Muhammad kecil adalah sosok yang dibanggakan oleh anak-anak seusianya. Muhammad dewasa adalah sosok yang diidamkan oleh orang orang seusianya. Muhammad pemberani adalah sosok yang diteladani oleh para pemberani lainnya. Taufik Allah menyertainya, keberkahan Nya menaunginya, pengasuhan-Nya memperhatikannya, penjagaan-Nya menolongnya, dan perlindungan-Nya meneduhinya. Allah menjaganya dari setiap keburukan dan kesalahan. Sebab, beliau dicalonkan untuk memperbaiki dunia, dipersiapkan untuk membahagiakan manusia, dan dikaderkan untuk membimbing bani insan.

Beliau memang seorang laki-laki, tetapi berstatus nabi. Beliau memang seorang manusia, tetapi berstatus rasul. Beliau memang keturunan Adam, tetapi maksum. Allah telah menjaganya dari sifat gegabah, teledor, dan tergesa-gesa. Allah mengenakan kepadanya jubah kewibawaan, kesabaran, serta ketenangan sejak kecil. 

Ketika para pemuda Mekah bermain-main dan bersenda gurau, beliau justru bekerja, berpikir, dan berusaha. Pada siang hari beliau menggembala kambing, sembari memperhatikan alam semesta dan memikirkan keindahan ciptaan Allah. Beliau adalah sosok laki-laki istimewa yang memikul tanggung jawab. Allah telah menjaganya dari setiap kejelekan dan keburukan.

Diriwayatkan bahwa Ali berkata, "Nabi ditanya, 'Apakah engkau pernah menyembah berhala?' Beliau menjawab, 'Tidak. Mereka bertanya, 'Apakah Anda pernah mengatakan khamr?' Beliau menjawab, 'Tidak. Aku tahu bahwa apa yang mereka perbuat adalah kufur, padahal aku belum tahu apa itu Kitab dan juga iman." (HR. Abu Nu'aim dan Ibnu Asakir).

Demikianlah Nabi. Beliau telah menjaga lisannya, mengalahkan setannya, dan mengontrol marahnya. Beliau tidak pernah meminum khamr, tidak pernah melakukan kemungkaran, tidak pernah berbuat curang, tidak pernah menyembah berhala, dan tidak pernah menzalimi orang. Sebab, beliau tumbuh dan dewasa dalam penjagaan, perhatian, serta pengamanan Allah. 

Allah senantiasa membimbingnya dan menjauhkannya dari kemungkaran jahiliah, sehingga beliau menjadi sosok yang paling berwibawa-di antara kaumnya paling amanah, paling jujur, paling berakhlak, paling berbakti, serta paling suci raga dan jiwanya. Semua sifat itu beliau miliki sebelum diutus menjadi nabi. 

Lantas, bagaimana kondisi beliau setelah diutus menjadi nabi dan dikenalkan dengan agama yang hanif?! Sungguh, beliau bagaikan cahaya yang menyinari kegelapan jahiliah, serta bagaikan bulan yang menerangi gulitanya berhala.

Nabi tumbuh dewasa dalam kondisi suci dan terberkati, agar menjadi teladan bagi setiap pemuda yang dikepung oleh syubhat dan syahwat, sehingga terlepas dari semua itu dalam kondisi berakhlak mulia dan berkarakter santun, meskipun rayuan dan godaan setan semakin banyak.

Bukanlah hal yang mengherankan tatkala seorang baik tumbuh di antara orang-orang baik, seorang mulia tumbuh di antara orang-orang mulia, atau seorang pelajar tumbuh di antara orang-orang alim. Namun, hal yang mengherankan adalah ketika seorang pemuda suci tumbuh di antara masyarakat jahiliah yang dipenuhi dengan kesyirikan dan khurafat. 

Masyarakat yang menyembah patung, bersujud di hadapan berhala, membolehkan keharaman, melakukan kekejian, serta melakukan kemungkaran dan kejahatan. Muhammad muda justru tumbuh berbeda di antara mereka. Beliau tidak berwatak seperti mereka, dan tidak melakukan seperti mereka. Beliau muncul menjadi sosok yang paling bijak, paling mulia, dan paling bertaqwa. Sebab, Allah-lah yang telah mendidiknya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat, "Rabbku telah mendidikku dengan baik." Meskipun sanadnya tidak shahih, tapi maknanya baik. Tidak ada catatan bahwa Nabi pernah membuat kesalahan ataupun kesalahan. 

Beliau tidak pernah berbohong dan tidak pernah berkhianat. Diri beliau semuanya bersih, murni, jernih, dan setia. Beliau bijak yang akhlaknya paling mulia. Beliau agung yang paling indah. Hal tersebut membuktikan bahwa Allah memang telah mempersiapkannya sejak kecil untuk mengemban tanggung jawab risalah dan amanah kenabian.

Pada masa mudanya, Nabi tidak pernah hidup mewah. Beliau tidak pernah berlimpah harta, sehingga malas-malasan. Tidak pula berfoya-foya hingga mubazir. Akan tetapi, beliau tumbuh dengan disertai kesungguhan, kerja ulet, dan usaha. Beliau telah merasakan berbagai beban, kesulitan, dan kesusahan. Beliau pernah berdagang bersama pamannya ke Syam, saat itu usianya belum mencapai 13 tahun. Semua orang menyaksikan sifat amanah, jujur, serta kecakapannya dalam berdagang.

Nabi juga pernah bekerja dan diupah-dengan menggembalakan kambing milik penduduk Mekah sampai usianya menginjak 12 tahun. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi bersabda, "Tidaklah Allah mengutus seorang nabi, melainkan pernah menggembala kambing." Para sahabat bertanya, "Engkau jugakah?" Beliau menjawab, "Iya. Aku pernah menggembala kambing, dan menerima upah, milik penduduk Mekah," (HR. al-Bukhari).

Hikmah di balik menggembala kambing adalah Allah ingin mendidik Nabi agar bersiap diri dalam mengatur umat manusia. Kambing membutuhkan pengurusan yang baik, tempat yang bagus, dan perlakuan yang lembut. Menggembala kambing dapat mendatangkan ketenangan, sebagaimana sabda Nabi, "Ketenangan dan kekhidmatan ada pada penggembala kambing," (Muttafaq 'alaih).

Hikmah di balik menggembala kambing dengan diupah adalah pelajaran bagi setiap individu Muslim agar selalu mencari penghasilan yang halal dari usahanya sendiri, serta tidak meminta-minta kepada orang lain. Dia tidak membutuhkan uluran tangan orang lain, karena memiliki pekerjaan yang mubah dan usaha yang mulia. Sikap tersebutlah yang dapat menjaga kehormatan.

Setiap orang yang membaca sejarah Nabi Muhammadi sejak lahir sampai meninggal serta hidup sebagai teladan, akan bahagia, sukses, selamat, dan menang. Sebab, Allah telah mengumpulkan pada diri beliau semua sifat, mulia, suci, dan baik. 

Beliau adalah pengajar sukses serta pahlawan prestasi. Tidak akan sukses dalam membangun peradaban suci, bersih, dan makmur, kecuali dengan mengikuti Nabi Muhammad. Dengan agama dan akhlak Nabi, suatu kota yang adil serta kehidupan yang langgeng, tenang, dan aman akan terbentuk. Beliau adalah yatim yang telah mengubah dunia dari kondisi malam yang sunyi menjadi pesta yang agung, acara yang menggembirakan, serta kehidupan yang bersinar.

Tulisan ini berdasarkan Buku Muhammad Sang Inspirator Dunia Yang ditulis oleh Dr. Aidh Al-Qarni