Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Minum Air Bekas Wanita Haid

Hukum Minum Air Bekas Wanita Haid
Masalah Meminum air sisa dari minuman manusia dan peluhnya dijelaskan oleh  Aisyah Ummul Mu'minin ra. berdasarkan hadits dari Rasulullah bahwasanya beliau berkata:

 كنت أشرب وأنا حائض ثم أناوله النبي ﷺ فيضع فاه على موضع في والعرق العرق وأنا حائض ثم أناوله النبي ﷺ فيضع فاه على موضع في فيشرب. 

" Saya pernah minum air dari suatu gelas ketika saya haid. Setelah saya minum saya berikan kepada Rasulullah. Maka beliau pun meletakkan mulutnya di tem pat bekas saya meletakkannya lalu beliau minum. Dan saya pernah menggigit daging bertulang, ketika saya haid. Setelah saya gigit, saya berikan kepada Rasul, maka beliau pun meletakkan mulutnya di tempat bekas gigitan saya. " ( HR. Muslim; Al-Muntaqa 1: 17 ) 

Artikel Terkait:

Hadits di atas menyatakan bahwa air sisa minum manusia adalah suci, sedemikian juga peluhnya. Semua ulama menetapkan kesucian air liur dan peluh manusia yang Islam. Mereka berselisih tentang air liur dan peluh orang kafir dan orang musyrik. 

Ibnu Hazm mengatakan: “Air liur orang kafir, laki-laki dan perempuan, baik kitabi, maupun bukan, demikian pula peluhnya dan air matanya, najis. Karena itu, najislah air sisa minumnya." 

Al-Qasim, seorang sahabat Malik mengatakan: “Air liur orang musyrik yang minum arak, najis. Karena itu, air sisa minum orang musyrik yang minum arak saja yang dipandang najis." 

Tidaklah dipahamkan dari hadits ini, bahwa yang suci itu, hanya air liur ( air orang Islam saja ). Semua manusia, air liumnya, peluhnya, suci; baik dia mus lim atau kafir. 

Pendapat yang menajiskan air sisa minuman orang kafir, syadz ( berlawanan dengan pendapat orang ramai ), karena Allah telah menghalalkan kita menikahi perempuan kafir ( ahli kitab ); membolehkan kita makan bersama-sama, membolehkan kita makan masakannya. 

Maka hal ini menegaskan, bahwa air liumnya dan peluhnya, suci. Rijs yang dikehendaki ayat ( yang menerangkan bahwa kaum musyrik itu, rijs ( najis ), bukanlah rijs zhahir, hanya rijs ma'nawi. Tegasnya, firman Allah: “Sesungguhnya orang-orang musyrik, najis, " bukan dimaksudkan najis zhahir, najis badan, namun najis bathin, najis i'tiqad. Tidak pernah diriwayatkan dari bahwa mereka itu menghindarkan diri dari sentuhan orang seseorang salaf pun, kafir dalam keadaan badan mereka basah.

Referensi adalah berdasarkan Tulisan Hasbi Ash-Shiddieqy Dalam Buku Koleksi Hadits Hukum Jilid yang pertama