Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Perempuan Mandi Dengan Sisa Air Mandi Pria

Hukum Perempuan Mandi Dengan Sisa Air Mandi Pria

Seorang sahabat Nabi menerangkan:

 ان رسول اللہ ﷺ بھی ان تعتسل المرأة بفضل الرجل والرجل بفضل المرأة وليعترفا جميعا. 

"Bahwasanya Rasulullah saw. melarang orang perempuan mandi dengan air bekas laki-laki mandi, dan Rasulullah juga melarang Pria mandi dengan sisa air mandi wanita dan hendaklah mereka sama-sama menggunakan gayung." ( HR. Abu Dawud, An-Nasa'y ; Bulughul Maram: 4 ) 1 ) 

Ibnu Abbas ra. menerangkan:

ان النبي ﷺ كان يعتسل بفضل ميمونة.

 "Bahwasanya Nabi saw. pernah mandi dengan sisa air mandi istrinya, Maimunah ( HR. Ahmad dan Muslim ; Bulughul Maram: 4 ) 12 ) 

Ibnu Abbas ra. menerangkan:

  اغتسل بعض أزواج النبي ﷺ في جفنة ، فجاء النبي ﷺ ليتوضاء او يغتسل ، فقالت له: يارسول الله انى كنت جنبا. فقال: إن الماء لا يجنب 

"Salah seorang istri Rasulullah saw. mandi pada suatu jafnah ( guci ), kemudian datang Rasulullah untuk berwudhu atau untuk mandi dengan air yang tinggal dalam guci itu. Melihat yang demikian, istri Rasul itu berkata: "Ya Rasulullah, saya telah mandi junub dengan air ini." Perkataan itu dijawab Rasul dengan sabdanya: "Air itu, tidak berjunub." ( HR. Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa'y dan At-Turmudzy ) 

Al-Humaidy, men-shahih-kan hadits ( 10 ) ini. Sebagian ahli hadits men-dha'if kannya. Penetapan Al-Humaidy dikuatkan oleh Ibnu Hajar Al-Ashqalany dengan mengatakan, bahwa seluruh perawi hadits ini boleh dipercaya. Hadits itu menjelaskan tentang tidak bolehnya para pria mandi dengan air sisa mandi wanita dan demikian juga sebaliknya. 

Menurut At-Turmudzy, hadits ini hasan shahih. Ibnu Khuzaimah men-shahih kannya. Kedua hadits ini membolehkan orang laki-laki mandi dengan sisa air mandi orang perempuan. 

An-Nawawy mengatakan: "Para ulama membolehkan orang perempuan mandi dengan air sisa mandi orang laki-laki, dan membolehkan orang perempuan wudhu dengan air sisa wudhu orang laki-laki, mereka memperselisihkan kebalikannya." 

Pengarang Muntaqal Akhbar mengatakan: "Kebanyakan ahli ilmu berpendapat, bahwa orang laki-laki boleh bersuci dengan air sisa mandi orang perempuan, karena hadits yang membolehkan, lebih shahih daripada hadits yang melarangnya." Mandi bersama-sama dan sama-sama menggunakan gayung, semua ulama mem bolehkannya. 

Dari hadits inilah dipahamkan bahwa air musta'mal, tetap boleh dipakai untuk bersuci, asal saja belum berubah rasanya, atau baunya atau warnanya. 

Ulama Syafi'iyah mengatakan: "Apabila air diciduk dengan tangan, hendaklah tangan kita diniatkan sebagai gayung." 

Ketiga-tiga hadits ini, mauquf yang dihukum marfu', lantaran para sahabat di sini, menerangkan perbuatan Nabi saw. yang mereka mengetahuinya. Apabila hadits yang pertama ini kedudukannya shahih, sebagaimana yang ditetapkan oleh Ulama seperti Al-Humaidy. Secara zhahir berlawanan dengan hadits yang kedua dan ketiga. 

Untuk menghilangkan perlawanan zhahir ini, hendaklah kita kum pulkannya, lalu memandang larangan yang dikehendaki hadits ini, larangan tanzih ( makruh, penghindaran ), bukan larangan tahrim ( larangan yang tidak memboleh kan ). 

Tegasnya menetapkan bahwa orang laki-laki mandi dengan sisa air mandi orang perempuan, makruh hukumnya ; bukan tidak boleh. Demikian juga sebaliknya. Mengumpulkan keduanya begini, lebih baik daripada menolak salah satunya. Meniatkan tangan menjadi gayung, sebagaimana yang dikehendaki para ulama Syafi'iyah, tidak sekali-kali ditunjuki oleh sesuatu dalil. 

Dan air itu, walaupun sudah musta'mal, tetap boleh kita memakainya. Menurut sebagian ahli hadits, bahwa seseorang sahabat Nabi yang tidak di sebut namanya oleh riwayat hadits ini, adalah Al-Hakam ( Al-Hakim ) Ibnu Amr Al-Ghifary, sedang sebagian yang lain mengatakan Abdullah ibn Sarjis. 

Ada juga yang mengatakan 'Abdullah ibn Mughaffal. Kami cenderung berpendapat bahwa sahabat yang tidak disebutkan ini, ' Abdullah ibn Sarjis ; karena beliau inilah yang berpendapat, bahwa tidak boleh seorang laki-laki mandi dengan air sisa thaharah orang perempuan. Nama istri Nabi yang ! tidak diterangkan dalam hadits ( 12 ) ialah Maimunah. 

Referensi berdasarkan buku Hasbi Ash-Shiddieqy dalam Koleksi Hadits Hukum Jilid 1