Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Hukum Bersuci Dengan Air Tergenang

Hukum Bersuci Dengan Air Tergenang
Hukum yang berkenaan dengan Bersuci dengan air musta'mal atau air yang tergenal adalah berdasarkan hadits dari Abu Hurairah ra. menerangkan: Nabi saw. bersabda:

 ان النبي ﷺ قال: لا يغتسلن أحدكم في الماء الدائم وهو جنب

 " Janganlah orang yang berjunub mandi dalam air tergenang. " ( HR. Muslim, Ibnu Majah ; Al-Muntaqa 1: 9 )  

Abu Hurairah berkata: Nabi saw. bersabda:

ان النبي ﷺ قال: لايبولن أحدكم في الماء الدائم ولا يغتسل فيه من جنابة 

 "Janganlah kalian kencing di air tergenang dan jangan melakukan mandi junub dengan air tersebut." ( HR. Ahmad ) 

Abu Hurairah ra. berkata: Nabi saw. bersabda:

 قال النبي ﷺ: لايبولن أحدكم في الماء الدائم ثم يغتسل فيه

 "Janganlah salah seorang di antara kamu kencing ke dalam air tergenang, kemudian jangan pula melakukan mandi janabah di air tersebut." ( HR. Al-Bukhary ; Bulughul Maram: 3 )

Abu Hurairah ra, berkata: Nabi saw. bersabda: 

قال النبي ﷺ: لايولن أحدكم في الماء الدائم ثم يتوضاء منه

"Janganlah salah seorang di antara kalian kencing ke dalam air tergenang, kemudian jangan juga berwudhu di air tergenang tersebut." ( HR. At-Turmudzy; Subulus Salam l: 21 ) 

Artikel Terkait:

Hadits di atas menjelaskan tentang orang yang sedang berjunub, tidak dibenarkan mandi di air yang tergenang maksudnya adalah tidak dibolehkan orang junub mandi dengan menyelam ke dalam air yang tergenang tersebut. Jika ia mau mandi, hendaklah ia ciduk air itu dengan gayung. 

Hal ini ditegaskan oleh Abu Hurairah sendiri, ketika orang bertanya kepadanya, bagaimana cara mandi junub, kalau dilakukan di air yang tergenang, ujarnya: "Hendaklah orang yang hendak mandi, mengguyurkan air itu ke tubuhnya." 

Hadits yang menyatakan bahwa kencing ke dalam air yang tergenang, tidak diperbolehkan dan juga menyatakan bahwa mandi janabah dalam air yang ter genang ( seperti kolam renang ) tidak dibolehkan. 

Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh ulama-ulama hadits yang lain nya. Al-Bukhary meriwayatkan dengan memakai perkataan min ha = darinya, sedangkan sekelompok ulama yang lain meriwayatkannya dengan memakai perkataan 'an ha = darinya. 

Hadits At-Turmudzy menetapkan, bahwa hadits ini hasan shahih. Al-Thahawy meriwayatkan hadits ini dengan memakai tambahan "atau ia minum daripada nya," terdapat dalam kitab Shahih Ibnu Hibban dan Al-Baihaqy. 

Semua lafazh ( ucapan ) ini dipandang shahih oleh ahli hadits. Perbedaan-perbedaan itu, meng hasilkan beberapa petunjuk. 

Para ulama menjelaskan bahwa orang tidak boleh mempergunakan air yang telah dikencinginya untuk keperluan thaharah. Demikian adalah sebagai suatu penghardikan baginya. Orang lain yang tidak mengencinginya, tetap dibolehkan bersuci dengan air itu, selama air itu tidak berubah. Juga orang itu sendiri boleh memakai air itu, untuk keperluan yang selain dari wudhu, mandi dan minum, menurut riwayat Ath-Thahawy." 

An-Nawawy mengatakan: "Larangan kencing dalam air yang tergenang hukum nya haram jika air itu sedikit dan makruh, jika air itu banyak." 

Sebagian ulama fiqh mengatakan: "Orang yang berjunub dilarang menyelam ke dalam air yang tergenang, adalah karena jika ia menyelam ke dalamnya, air itu jadi musta'mal ( air bekas terpakai ). Air bekas pakai ( musta'mal ) tidak boleh dipakai lagi untuk ber-thaharah, karena menjijikkan dan kotor. 

Dalam pada itu, larangan di sini, dikhususkan dengan air yang kurang dari dua qulah." Kemudian mereka berkata: "Dari hadits ini dipahamkan, bahwa air bekas pakai ( mustamal ), tidak boleh dipakai untuk ber-thaharah lagi." 

Ulama Hanafiyah mengatakan: "Dilarang mandi dan kencing kedalam air yang tergenang, karena menajiskan air, walaupun tidak berubah. Akan tetapi dikecualikan air tergenang yang sangat banyak. Tegasnya, air musta'mal ( air bekas ), najis menurut pendapat mereka." 

Al-Hasan Al-Bishry, Az-Zuhry, Sufyan Ats-Tsaury, An-Nakha'y, Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi'y ( dalam salah satu riwayat ) dan Ahmad menyatakan bahwa air musta mal boleh tetap dipakai untuk keperluan thaharah. Pendapat ini dikuatkan oleh Atha', Makhul, ulama Ahluzh Zhahir dan Ibnu Hazam. 

Para ulama sepakat mengecualikan air yang sangat banyak dari hukum ini. Hukum yang ditunjukkan ialah tidak boleh mandi junub dalam air yang ter genang, tidak boleh kita mengencingi air yang tergenang, tidak boleh berwudhu dan mandi dengan air yang telah dikencingi. 

Hukum ini semuanya berlaku terhadap orang yang mengencingi. Terhadap orang lain yang tidak mengencingi tidak berlaku, selama air itu tidak berubah oleh kencing itu. 

Air musta'mal, kita boleh memakainya seperti yang telah ditegaskan oleh Al Hasan Al-Bishry, berdasarkan keterangan-keterangan di bawah ini: 

  • Rasulullah saw, telah mengusap kepalanya dengan air yang masih ting gal di tangannya dan air yang dipakai untuk membasuh tangan. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Sufyan Ats-Tsaury. 
  • Nabi saw. pernah mandi dengan air sisa mandi Maimunah salah se orang istrinya, 
  • Para sahabat di zaman Rasulullah pernah berebut mengambil air sisa wudhu dari Nabi. 
Pendapat ulama Hanafiyah yang mengatakan bahwa dianggap najis air yang kejatuhan najis ke dalamnya dengan tidak berubah sifat airnya. Ulama yang menajiskan air musta'mal tertolak; lantaran hadits yang menyatakan demikian bukan menunjuk kepada ke najisan air yang dikencingi, atau kenajisan air bekas pakai ( musta'mal ), hanya larangan di sini adalah untuk memelihara air dari rasa jijik orang memakainya. 

Karena itu, di-makruh-kan kita mandi dalam air yang tergenang, seperti air dalam kolam renang walaupun banyak. Oleh karena itu, janganlah mandi berkecimpung dalam kolam-kolam yang dipakai untuk ber-thaharah. Apakah dipersamakan juga hukum membuang air besar dengan membuang air kecil ? Jika kita tinjau hadits ini secara ilmu hukum, tentulah masing-masing perbuatan, menghendaki keterangan sendiri-sendiri. 

Hadits ini melarang kita mengencingi air yang tergenang, tidak melarang kita membuang air besar di dalamnya, sebagai mana yang ditegaskan Dawud ibn 'Ali, pemuka Ahluzh Zhahir. 

Akan tetapi dengan sendirinya kita berpendapat, bahwa membuang air besar dalam air yang tergenang lebih menjijikkan perasaan ; karena itu terang terlarang. 

Abu Dawud yang mengatakan, bahwa hadits ini tidak melarang kita membuang air besar dalam air tergenang, karena perkataannya itu, tentu di dasarkan kepada tinjauan juridis. Perkataan Dawud, bahwa hadits ini tidak melarang kita membuang air besar dalam air tergenang janganlah dipahamkan, bahwa Dawud, membolehkan kita membuang air besar di dalam air yang tergenang itu, sebagaimana yang dituduh oleh orang yang anti madzhab Dawud ini. 

Berdasarkan Buku Koleksi Hadits Hukum Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy